Jakarta - PKB menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai
demokrasi kebablasan di Indonesia saat ini. Fenomena tersebut merupakan
fakta yang terjadi sekarang.
"Itu refleksi fakta yang terjadi saat ini. Menjadi kekhawatiran dan tantangan yang besar yang harus kita atasi bersama-sama," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PKB Daniel melalui pesan singkat kepada detikcom, Rabu (22/2/2017).
Daniel menerangkan capaian utama pemerintahan saat ini adalah terwujudnya revolusi mental. Dampak dari revolusi mental mewujudkan Indonesia semakin berbudaya, beradab, produktif dan tidak korupsi.
"Sehingga caci-maki, saling menghujat menebar berita sampai kita tidak tahu lagi ini benar apa tidak, menjadi bertolak belakang dengan revolusi mental. Kita tidak bisa membiarkan Indonesia mengarah kembali ke sektarianisme dan radikalisme," papar Daniel.
Sebelumnya Jokowi menyebut praktik demokrasi politik saat ini sudah membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang tak biasa. Seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme dan lainnya yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
"Ini kalau kita terus-teruskan bisa menjurus kepada pecah belah bangsa kita. Saya meyakini ini menjadi ujian kita yang nantinya kalau ini kita bisa lalui dengan baik akan menjadikan kita semakin dewasa, akan menjadikan kita semakin matang. Akan menjadikan kita semakin tahan uji bukan melemahkan," ujar Jokowi saat Pelantikan Pengurus DPP Hanura, di Sentul International Convention Center, Bogor.
Menurut Jokowi, manuver-manuver itu belakangan ini memunculkan isu yang bertendensi tak baik untuk hubungan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Jokowi menegaskan isu itu harus segera dihentikan agar tidak merusak bangsa ini.
"Penyimpangan itu mengambil bentuk nyata seperti politisasi SARA. Ini harus kita ingatkan, kita hindari. Seperti yang tadi disampaikan Pak OSO (Oesman Sapta Odang), baca kebencian, fitnah, kabar bohong, saling memaki, saling menghujat, kalau terus-terusan bisa menjurus pada pecah belah bangsa kita," kata Jokowi.
(dkp/dnu)
"Itu refleksi fakta yang terjadi saat ini. Menjadi kekhawatiran dan tantangan yang besar yang harus kita atasi bersama-sama," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PKB Daniel melalui pesan singkat kepada detikcom, Rabu (22/2/2017).
Daniel menerangkan capaian utama pemerintahan saat ini adalah terwujudnya revolusi mental. Dampak dari revolusi mental mewujudkan Indonesia semakin berbudaya, beradab, produktif dan tidak korupsi.
"Sehingga caci-maki, saling menghujat menebar berita sampai kita tidak tahu lagi ini benar apa tidak, menjadi bertolak belakang dengan revolusi mental. Kita tidak bisa membiarkan Indonesia mengarah kembali ke sektarianisme dan radikalisme," papar Daniel.
Sebelumnya Jokowi menyebut praktik demokrasi politik saat ini sudah membuka peluang terjadinya artikulasi politik yang tak biasa. Seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme dan lainnya yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
"Ini kalau kita terus-teruskan bisa menjurus kepada pecah belah bangsa kita. Saya meyakini ini menjadi ujian kita yang nantinya kalau ini kita bisa lalui dengan baik akan menjadikan kita semakin dewasa, akan menjadikan kita semakin matang. Akan menjadikan kita semakin tahan uji bukan melemahkan," ujar Jokowi saat Pelantikan Pengurus DPP Hanura, di Sentul International Convention Center, Bogor.
Menurut Jokowi, manuver-manuver itu belakangan ini memunculkan isu yang bertendensi tak baik untuk hubungan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Jokowi menegaskan isu itu harus segera dihentikan agar tidak merusak bangsa ini.
"Penyimpangan itu mengambil bentuk nyata seperti politisasi SARA. Ini harus kita ingatkan, kita hindari. Seperti yang tadi disampaikan Pak OSO (Oesman Sapta Odang), baca kebencian, fitnah, kabar bohong, saling memaki, saling menghujat, kalau terus-terusan bisa menjurus pada pecah belah bangsa kita," kata Jokowi.
(dkp/dnu)
KOMENTAR