Kupang. Kamis (1/6), tepat 72 tahun lalu, Soekarno mengajukan rumusan dasar
negara dalam forum rapat Dokuritsu Zyunbi Tyosa Kai. Momen pidato
bersejarah itulah yang kini diperingati sebagai hari lahir Pancasila.
Untuk kali pertama, hari Pancasila dirayakan secara formal di halaman
Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Kamis (1/6).
Upacara kemarin dirayakan dengan tema keberagaman. Presiden dan
Wapres mengenakan pakaian adat Betawi. Kemudian, para menteri mengenakan
pakaian adat daerah masing-masing. Menkum HAM Yasonna Laoly misalnya,
mengenakan pakaian adat dari Nias. Kemudian, Mendagri Tjahjo Kumolo
mengenakan busana dari Batak Toba. Menpora Imam Nahrawi mengenakan
pakaian dari daerah asalnya, Bangkalan.
Pemilihan gedung Pancasila sebagai lokasi upacara tidak lepas dari
faktor sejarah. Di gedung itulah, Soekarno berpidato di hadapan BPUPKI
tentang dasar negara pada 1 Juni 1945. Gedung itu sendiri berdiri sejak
1830.
Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa keberagaman
bangsa Indonesia merupakan sebuah takdir yang harus diterima dan
dikelola. Masyarakat berlatar belakang berbagai etnis, adat, agama, dan
golongan, telah sepakat bersatu membentuk Indonesia.
Tapi,mempertahankan kesepakatan tersebut bukan hal mudah. ’’Ada sikap
tidak toleran yang mengusung ideologi lain, selain Pancasila,’’
ujarnya. itu diperparah dengan penyalahgunaan media sosial, seperti
penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.
Indonesia harus belajar dari pengalaman buruk negara lain yang tidak
mampu mengelola keberagaman. Negara-negara tersebut dihantui
radikalisme, terorisme, konflik sosial, bahkan perang saudara. ’’Dengan
pancasila, Indonesia adalah rujukan masyarakat internasional untuk
membangun kehidupan yang damai, adil, makmur, di tengah kemajemukan
dunia,’’ lanjutnya.
Yang jelas, pemerintah akan bertindak tegas terhadap organisasi
maupun gerakan yang antipancasila, anti-UUD 1945, anti-NKRI, dan
anti-Bhinneka Tungal Ika. ’’Pemerintah pasti bertindak tegas terhadap
paham dan gerakan komunisme yang jelas-jelas dilarang di bumi
Indonesia,’’ tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Presiden juga mengumumkan pembentukan Unit
Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Unit kerja
itu diatur dalam Perpres nomor 54 Tahun 2017 yang baru saja diteken
Presiden.
Mensesneg Pratikno menjelaskan, UKP-PIP terdiri dari dewan pengarah
dan eksekutif. ’’Dewan pengarah berjumlah sembilan orang dari tiga
unsur,’’ urainya. Masing-masing dari Tokoh kenegaraan, tokoh agama, dan
tokoh dari Purnawirawan TNI, Polri, PNS, atau Akademisi. Meski saat ini
belum terbentuk, UKP PIP nanti ditugasi merumuskan kebijakan pembinaan
ideologi pancasila.
Penerbitan Perpres itu diapresiasi oleh MPR. Ketua MPR Zulkifli Hasan
menuturkan, pihaknya memang sejak awal mendorong pemerintah membuat
lembaga khusus yang menangani pengamalan ideology pancasila. ’’Kalau
hanya MPR saja yang turun, tidak akan mampu,’’ ujarnya.
Sementara itu, dalam upacara kemarin hadir satu sosok yang sedang
menjadi viral di media sosial. dia adalah Asa Firda Inayah atau Afi
Nihaya Faradisa, siswi SMAN Gambiran Banyuwangi. Dia diundang setelah
postingannya berjudul Warisan di Facebook menjadi viral dan menimbulkan
kontroversi. Belakangan, dia juga acapkali di-bully.
Ketika ditemui wartawan usai upacara kemarin, Afi tidak banyak
berkomentar mengenai kehadirannya di upacara tersebut maupun posisinya
saat ini. ’’Ini peringatan pertama (Hari Pancasila) yang diperingati
secara nasional. saya sangat senang,’’ ucapnya singkat.
Kritik Ketidakadilan
Peringatan hari pancasila dengan cara berbeda dilakukan sejumlah
politisi dan seniman, di Taman Ismail Marzuki (TIM), kemarin. Jika
lembaga pemerintah dan elemen masyarakat sipil menggelar upacara maupun
diskusi, mereka menunjukkan pentas seni bertajuk Tadarus Puisi Ramadhan
di Hari Pancasila.
Seniman Kaliber Taufiq Ismail, Jaya Suprana, Mulan Jameela, hingga presiden republik cinta Ahmad Dhani hadir ikut meramaikan acara tersebut. Meski bertajuk puisi, pentas yang disuguhkan kepada ratusan penonton itu tak melulu puisi.
Syair-syair yang disampaikan dalam momen tersebut bernada kritik pada
pemerintah. Jaya Suprana misalnya, menampilkan teatrikal solo
bertemakan warga gusuran. Dengan tubuhnya yang gempal, Jaya menunjukkan
betapa bingungnya warga pasca penggusuran.
Sementara Taufik Ismail menyampaikan keresahan kalangan wong cilik.
Mulai dari jutaan pemuda pengangguran, jutaan anak yang belum merengkuh
pendidikan, hingga mereka yang sakit namun tak kuasa mendapat pelananan
kesehatan yang mahal. “Semoga terbuka rezeki untuk mereka,” ujarnya
dengan kalimat terpatah-patah.
Penggagas acara yang juga wakil ketua DPR Fadli Zon mengatakan, hari
pancasila memang sudah selayaknya diperingati oleh bangsa Indonesia.
Namun, harus sebagai ajang merefleksikan diri sebagai negara. Bukan
semata-mata menggaungkan jargon yang meninabobokan masyarakat dari
persoalan. “Tidak hanya jargon kita pancasila dan sebagainya. Tapi
masalah harus diuraikan,” ujarnya.
Menurutnya, persoalan-persoalan yang ada di masyarakat saat ini masih
belum sejalan dengan cita-cita yang ada dalam pancasila. Misalnya
masalah keadilan yang belum setara, kesejahteraan sosial yang belum
dinikmati semua masyarakat, hingga masalah-masalah perpecahan yang tidak
sejalan dengan semangat persatuan.
Oleh karenanya, di hari pancasila ini, dia ingin mengingatkan
pemangku kebijakan jika persoalan tersebut masih nyata ada. Tentunya
dengan cara yang berbeda, yakni melalui pentas seni. Fadli yakin, seni
sangat ideal sebagai wadah mengekspresikan disi secara soft, namun
meninggalkan makna yang mendalam. “Melalui puisi kadang mengetuk pintu
hati, karena lebih lentur dan masuk ke hati,” imbuh politisi Gerindra
tersebut.
Selain itu, lanjut Fadli, pertunjukkan seni juga sengaja disampaikan
sebagai bentuk mengkampanyekan keberagaman yang terkoyak. Dia yakin,
seni menampilkan ekspresi yang berbeda. “Jadi kegiatan budaya salah satu
yang membuat kita kaya. Berbeda-beda, beragam talenta,” kata wakil
rakyat Dapil Jawa Barat V tersebut.
KOMENTAR