Kupang. Kejadian bom bunuh diri di Kampung Melayu Jakarta Kamis, 24 Mei
menambah panjang rentetan perilaku kelompok masyarakat yang benar-benar
biadab, dikecam oleh semua orang yang masih mempunyai rasa kemanusiaan.
Hanya kelompok bomberlah yang merasa senang, puas dan menang bisa membunuh orang yang dibenci dan dianggap musuh-musushnya.
Mereka adalah sebagian dari saudara kita yang bisa dipastikan
menganut radikalime mungkin ekstrim kanan atau kiri sebagai ideologinya
yang intoleran dengan ujungnya tindakan anakistis dan terorisme.
Semakin maraknya terorisme dan sikap intoleransi pasca reformasi
tahun 1998, selain pengaruh global, harus disadari tidak terlepas dari
sikap pemerintah dan masyarakat yang mengabaikan dan tidak merawat
ideologi Pancasila.
Dibubarkannya lembaga BP7 yang bertugas menatar masyarakat melalui Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) merupakan wujud kebencian produk Orde Baru yang berakibat fatal kepada sikap ikut membenci Pancasila.
Para pejabat dan masyarakat waktu itu alergi dan enggan menyebut Pancasila.
Jika mengatakan dan berpidato dengan menyebut Pancasila takut dianggap penganut dan pendukung Orde Baru. Yang parah lagi, di perguruan tinggi mata kuliah Pancasila dihapuskan.
Upacara bendara di kantor-kantor pemerintah setiap tanggal 17 juga ditiadakan, karena Pancasila selalu dibaca dan itu tradisi warisan Orde Baru.
Gagal pikir dan gagal paham pemerintah dan masyarakat waktu itu
karena nafsu eforia bahwa semua produk Orde Baru dinilai tidak sejalan
dengan tuntutan reformasi dan demokratisasi
.
Lembaga (BP7) boleh salah, boleh keliru karena metodenya doktriner yang kemudian dibubarkan, tetapi nilai-nilai Pancasila tidak ada yang salah, Pancasila sebagai ideologi tidak berubah.
Lembaga (BP7) boleh salah, boleh keliru karena metodenya doktriner yang kemudian dibubarkan, tetapi nilai-nilai Pancasila tidak ada yang salah, Pancasila sebagai ideologi tidak berubah.
Marilah kita baca ulang 45 Butir-butir Pancasila
yang waktu itu diajarkan kepada masyarakat, tidak ada yang buruk, semua
baik dan sejalan dengan semua ajaran moral agama apapun.
Pendidikan dan sosialisasi Pancasila yang diabaikan beberapa tahun pasca reformasi memberi kesempatan munculnya kembali ideologi lain non Pancasila
baik ideologi lama yang tiarap selama Orde Baru maupun ideologi kemasan
baru yang dimunculkan melalui pendirian organisasi kemasyarakatan yang
berbasis agama maupun non agama.
Ideologi yang muncul menggunakan kesempatan Pancasila
yang diabaikan umumnya berwajah ideologi radikal yang menyisir dan
menyasar ke anak-anak muda yang lagi haus dan kosong akan pegangan hidup
sebagai warga negara dan lagi mencari identitas.
Lihatlah para pelaku bom bunuh diri umumnya anak-anak muda di bawah umur 40 tahun.
Pelaku bom bunuh diri di Kampung Melayu yakni Ichwan Nurul Salam dan Ahmad Sukri masing-masing berumur 31 tahun.
Pelaku bom bunuh diri di Kampung Melayu yakni Ichwan Nurul Salam dan Ahmad Sukri masing-masing berumur 31 tahun.
Usia-usia ketika remajanya ideologi Pancasila diabaikan oleh pemerintah dan masyarakat.
Ketika reformasi bergulir pelaku bom bunuh diri baru berusia sekitar 15 tahun, usia yang mudah untuk dibentuk dan dipengaruhi oleh ajaran-ajaran baru non-Pancasila yang marak dengan berkerudung dan berkedok ajaran agama yang sebenarnya lebih berat sebagai gerakan politik daripada gerakan dakwah.
Ketika reformasi bergulir pelaku bom bunuh diri baru berusia sekitar 15 tahun, usia yang mudah untuk dibentuk dan dipengaruhi oleh ajaran-ajaran baru non-Pancasila yang marak dengan berkerudung dan berkedok ajaran agama yang sebenarnya lebih berat sebagai gerakan politik daripada gerakan dakwah.
Kini, ideologi radikal yang bermakna negatif semakin berani bergerak
lantaran hadirnya ISIS di Suriah yang berpengaruh besar dan menarik
anak-anak muda Indonesia bergabung dengan ISIS.
Menurut catatan Kapolri, sepanjang tahun 2016 ada 600 lebih WNI yang
berangkat ke Suriah dengan berbagai cara untuk bergabung dengan ISIS.
Mereka yang pulang ke Indonesia sebagai kader-kader ISIS secara
diam-diam (gerakan bawah tanah) tetapi terorganisir, menyebarkan ajaran
radikal tersebut dengan sasaran anak-anak muda yang lagi mencari
identitas diri dan kebingungan pegangan ideologi serta didukung oleh
kondisi ekonomi keluarga yang kurang baik.
Pada umumnya gerakan dan ideologi radikal akan efektif diterima oleh
mereka yang sedang kecewa dengan kehidupannya, tidak puas dengan
lingkungannya, krisis pegangan hidup dan krisis ekonomi yang dialaminya.
Tantangan pemerintah dan masyarakat ke depan adalah bagaimana agar
ideologi radikal yang berkedok ajaran agama (Islam) tersebut tidak
semakin berkembang dan bakal menjadi ancaman yang sangat serius bagi
keberadaan dan kesinambungan NKRI.
Pertama, ideologi harus dilawan dengan ideologi.
Tidak ada jalan lain bahwa Pancasila
sudah harga mati sebagai ideologi negara dan bangsa, sebagai dasar
negara, sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa, sebagai kepribadian
bangsa, dan sebagai konsesus dasar bangsa.
Mengacu istilah Yudi Latif dalam bukunya Negara Paripurna, Pancasila sudah final sebagai ideologi negara sehingga NKRI dengan dasar Pancasila sudah tepat, sudah selesai, sudah tuntas, sudah paripurna, tidak perlu didebatkan lagi.
Sebagai Ideologi terbuka, Pancasila
bisa dikaji oleh siapa pun dan dengan cara apa pun akan ditemukan
nilai-nilai yang sejalan, senafas, seirama dan dilandasai oleh
nilai-nilai ajaran agama apa pun dan ajaran moralitas apa pun.
Oleh karena itu, jika ada pihak-pihak yang masih berkeinginan akan mengganti ideologi Pancasila harus dilawan bersama dengan menyebarkan, mengajarkan dan sosialisasi Pancasila
tiada henti dari generasi ke generasi yang selalu berganti dengan
berbagai metode yang menarik sesuai tuntutan dan perkembangan jaman.
Harus diakui sejak BP7 dibubarkan tiada lembaga yang secara khusus melakukan sosialisasi Pancasila secara serius dan efektif kepada masyarakat sehingga wajar jika perilaku masyarakat masih belum sejalan dengan nilai-nilai Pancasila bahkan ada yang menyimpang seperti munculnya radikalisme dan perilaku intoleransi.
Institusi Pemerintah yang bertugas melakukan sosialisasi Pancasila adalah Kementerian Dalam Negeri dan MPR sebagai tugas tambahan.
Namun lembaga-lembaga itu tidak melakukan secara terencana dan
terpogram, baik dari sisi kurikulum/materi, metode, penatarnya maupun
sasarannya juga belum menyentuh kepada pihak-pihak atau masyarakat yang
rentan disusupi dan diajari ideologi non Pancasila, seperti ideologi radikal yang berpayung ajaran agama.
Keinginan pemerintahan Jokowi membentuk Badan Pemantapan Pancasila yang akan diberi nama Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila
(UKP-PIP) di bulan Desember 2016 merupakan langkah yang baik, patut
diapresiasi dan perlu segera diwujudkan kendatipun dapat dikatakan sudah
terlambat.
Namun disayangkan, gema pembentukan lembaga tersebut sampai sekarang belum terdengar tindak lanjutnya.
Di sisi lain, ideologi yang ingin mengganti Pancasila terus bergerilya mengembangkan ajarannya di kalangan anak-anak muda sebagai kader dan kekuatan untuk melawan negara Pancasila.
Jadi, ideologi radikal harus dilawan dengan ideologi Pancasila, artinya Pancasila harus diwujudkan dalam perilaku bangsa Indonesia dan para penyelenggara negara.
Untuk sampai ke sana, memahamkan masyarakat tentang Pancasila menjadi hal yang sangat penting.
Dan hal itu hanya efektif jika diurus dan ditangani oleh lembaga yang dibentuk khusus untuk itu, bukan hanya sekedar tugas sambilan atau tugas tambahan bagi institusi tertentu.
Untuk sampai ke sana, memahamkan masyarakat tentang Pancasila menjadi hal yang sangat penting.
Dan hal itu hanya efektif jika diurus dan ditangani oleh lembaga yang dibentuk khusus untuk itu, bukan hanya sekedar tugas sambilan atau tugas tambahan bagi institusi tertentu.
Untuk itu, Pancasila
harus bisa dijabarkan dan dioperasionalkan dari wujud ajaran filosofis
menjadi ajaran yang praktis sebagai pedoman berperilaku dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan tuntutan
jaman.
Bila pinjam istilah ajaran Tamansiswa, sifat harus tetap tetapi
bentuk, isi dan irama bisa disesuaikan dengan situasi lingkungan dan
perkembangan zaman sehingga selalu up to date.
Rumusan 45 Butir-butir P4 sebagai pedoman praktis bagi masyarakat
harus kembali dibuka dan dipelajari serta masih bisa dijabarkan lebih
lanjut agar menjadi lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan, misalnya
dipadukan dan diselaraskan dengan nilai-nilai lokal maupun keagamaan
yang bersifat universal.
Selain itu, para penyelenggara negara yang bertanggung jawab atas
keberadaan dan kesinambungan NKRI harus bisa dijadikan panutan dalam
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam perilakunya sehari-hari baik selaku pribadi dan pejabat.
Penyelenggara atau pejabat negara yang ber-Pancasila akan bersikap adil, berperikemanusiaan, toleransi, tidak korupsi dan perilaku-perilaku baik dan budi luhur lainnya.
Demikian juga pihak-pihak yang dikategorikan sebagai pemimpin
masyarakat seperti tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, pendidik,
dosen, pengusaha, seniman, budayawan, dan lain-lain hendaknya bisa
sebagai ujung tombak dalam ikut berperan melawan ideologi radikal
melalui pengamalan Pancasila yang konkrit di bidang tugasnya dan profesinya masing-masing.
Hal yang tidak kalah penting adalah nilai-nilai Pancasila
harus bisa tergambar,terwujud atau direalisasikan dalam kebijakan
pemerintah yang adil dan bisa membawa masyarakat menjadi sejahtera
secara ekonomi dan sosial.
Pembangunan yang berlandaskan Pancasila harus bisa berdampak kepada meningkatnya martabat dan harkat hidup masyarakat miskin, bisa memanusiakan manusia Indonesia.
Hal ini untuk menunjukkan dan meyakinkan kepada rakyat bahwa Pancasila bukan sekedar rumusan mati sebagai penghias dinding, jargon dan slogan untuk dihapalkan saja, tetapi Pancasila
memang mampu dijadikan landasan berfikir membangun sistem ekonomi yang
benar-benar dapat mengentaskan dan menuntaskan kemiskinan rakyat.
Kemiskinan dan ketidakadilan merupakan ladang subur berkembangnya
ideologi radikal baik kiri maupun kanan sekaligus juga mudah menjamurnya
sikap-sikap dan perilaku negatif lainnya seperti perilaku kriminalitas
dan bentuk-bentuk agresif atau perlawanan lainnya baik secara
terang-terangan maupun tersembunyi.
Inilah pekerjaan rumah yang harus dibuktikan oleh Pemerintah.
Akhirnya, selamat memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni semoga dengan peringatan kali ini bisa dijadikan momentum meneguhkan bahwa Pancasila harus diamalkan agar mampu melawan dan mengalahkan radikalisme yang bisa berujung kepada terorisme.
KOMENTAR