Kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden RI ketujuh selama 2,5 tahun memang seperti naik roller coaster. Asyik tapi menegangkan. Jokowi terpilih menjadi presiden pada tahun 2014 dan sekarang sudah memasuki tahun 2017 yang artinya sudah 2 tahun lebih beberapa bulan beliau menjabat sebagai kepala negara atau orang RI nomor 1.
Jokowi sebelum menjadi presiden adalah
gubernur Jakarta terpilih tahun 2012 dan belum selesai menunaikan
tugasnya di Jakarta, dia dinilai pantas oleh rakyat Indonesia untuk
memimpin lebih dari Jakarta, yaitu negara Indonesia. Sebelum menjadi
gubernur Jakarta, beliau menjabat sebagai walikota Surakarta atau Solo.
Keberhasilan beliau membuat Solo menjadi kota pariwisata yang modern
menjadi modal beliau untuk bertarung di Jakarta dan akhirnya menjadi
presiden terpilih yang sah pada tahun 2014.
Ketika Jokowi terpilih mengemban tugas
menjadi presiden terpilih periode 2014-2019, majalah luar langsung
menggunakan halaman depan dengan foto Jokowi dengan judul “Jokowi Is
Hope”. Saya setuju sekali dengan pernyataan Jokowi Is Hope karena beliau
adalah orang-orang yang baru, tidak ada dalam masa lalu suram di
Indonesia sehingga ada harapan baru yang muncul ketika Jokowi menjadi
presiden.
Selain kesuksesan Jokowi dalam bekerja
membangun kota, beliau dikenal dengan pemimpin yang bercita-cita bahwa
rakyat nya mempunyai mental kuat dan solid untuk menjaga keutuhan
persaudaraan dengan saudara sebangsa. Istilah yang lebih dikenal adalah
revolusi mental. Revolusi mental ini yang menjadi jargon utama ketika
Jokowi bertarung di Pilpres 2014 dengan Prabowo.
Mari kita kupas jargon revolusi mental itu
sendiri dan saya mencoba beropini dalam artikel ini apakah jargon yang
sering disebut-sebut Jokowi ini sudah berhasil diterapkan di Indonesia
apa belum.
Kita mulai dari kehidupan Jokowi terlebih
dahulu. Karena beliau yang mengusung jargon ini, tentulah dia harus
menjadi panutan dari jargon itu sendiri.
Jokowi datang dari Solo sebagai warga
sipil biasa, bukan datang dari latar belakang militer seperti Prabowo
atau SBY. Beliau ingin menunjukkan sebuah mental perjuangan kepada
seluruh rakyat Indonesia bahwa dia yang bukan siapa-siapa juga bisa
menjadi presiden di negara ini. Berasal dari kehidupan yang sederhana,
ketika masih belia, beliau dan keluarga pernah digusur sebanyak 3 kali,
tapi dia bisa berhasil lulus di UGM jurusan kehutanan.
Setelah hidup sederhana, akhirnya beliau
berhasil menjadi salah seorang pengusaha meubel sukses di Solo. Setelah
itu, beliau terpilih menjadi walikota dengan segudang prestasi
menjadikan Solo menjadi kota berbudaya yang modern. Kemudian, dia
terpilih menjadi gubernur Jakarta dan kemudian menjadi presiden RI
ketujuh.
Keberhasilan beliau ini membuktikan bahwa
jargon Revolusi Mental yang sering dia dengungkan adalah nyata dimulai
dari kehidupan beliau sendiri. Beliau juga mengajarkan hal yang sama
kepada ketiga anaknya. Anak Jokowi yang pertama, Gibran, mencari nafkah
sendiri, tanpa bantuan Jokowi yang notabene bisa mencarikan proyek buat
dia. Dia memilih memulai usahanya dari nol. Kahiyang dan Kaesang (anak
kedua dan ketiga Jokowi) juga hidup layaknya rakyat biasa dan tidak
kelihatan sombong menjadi anak presiden.
Jokowi adalah seorang masyarakat sipil,
sama seperti kita, rakyat Indonesia biasa yang memulai karir nya dari
pengusaha meubel, kemudian berlanjut menjadi walikota, gubernur, dan
pada akhirnya presiden. Beliau pernah mengatakan perkataan yang
berhubungan dengan Indonesia yang menurut saya benar dan tepat sekali.
Memenjarakan Ahok dan Kisah Lilin Keadilan
Siapa yang tidak kenal dengan Ahok?
Partner Jokowi ketika maju dalam pertarungan pemilihan gubernur Jakarta
tahun 2012. Jokowi yang tenang dan Ahok yang menggebu-gebu, Jokowi
bermain halus dan Ahok yang bermain “kasar”. Mereka bukan hanya partner
kepentingan politik tetapi partner dalam memajukan Indonesia dengan misi
dan visi yang sama, yaitu untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Ketika Jokowi menjadi presiden RI 2014,
Ahok menjadi gubernur Jakarta dan ruang gerak menjadi mudah untuk
melaksanakan misi mereka dalam pembangunan baik fisik maupun mental
Indonesia menjadi lebih baik. Sungguh sayang sekali, Ahok harus
tersandung kasus penistaan agama ketika pilkada Jakarta 2017 kemaren.
Kasus ini sungguh sarat kepentingan politik dan saya yakin bahwa Jokowi
mengetahui hal tersebut.
Walaupun tahu bahwa kasus Ahok sarat
kepentingan politik, saya senang dengan sikap yang diambil oleh Jokowi.
Lagi-lagi, dia mau mengajarkan pelajaran revolusi mental dalam kasus
ini. Langkah piawai dan indah diambil kaki Jokowi, yaitu kaki Jokowi
menginjak garis netral yang tak terbantahkan karena dia sama sekali
tidak mengintervensi hukum yang berjalan.
Peran penting Jokowi dalam peristiwa Ahok
yang masuk penjara adalah pelajaran penting revolusi mental bagi seluruh
rakyat Indonesia. Saya mengatakan pelajaran revolusi mental milik
Jokowi sukses besar dalam kasus Ahok ini. Bagaimana tidak bahwa, Jokowi
dengan jelas menunjukkan bahwa posisi dia sebagai kepala negara adalah
netral dan sama sekali tidak mengintervensi hukum yang ada. Pada
akhirnya, Ahok divonis 2 tahun masuk dalam penjara karena kasus
penistaan agama.
Beliau menunjukkan kalau beliau berada di
garis netral yang bukan berarti dia tidak peduli dengan Ahok. Saya yakin
dan percaya Jokowi peduli dengan partner yang memiliki misi yang sama
dengan beliau, partner yang memiliki integritas yang sama dengan beliau,
dan sudah terbukti bersih, transparan, dan professional. Tetapi beliau
tidak bergeming dengan proses hukum yang mengharuskan Ahok mencicipi
dinginnya berada di balik jeruji penjara.
Rakyat Indonesia pun berhasil menunjukkan
revolusi mentalnya dalam kasus ini dengan menyalakan lilin-lilin
keadilan untuk Ahok, bukan hanya di Jakarta saja, tetapi di seluruh
Indonesia. Bisa kita lihat, bahwa mental rakyat Indonesia yang dahulu
tidak begitu peduli dengan urusan-urusan politik begini, akhirnya
bersuara lantang melawan ketidakadilan yang ada.
Saya harus mengakui bahwa jargon Revolusi
Mental di bawah kepemimpinan Jokowi berhasil diambil dan diterapkan oleh
rakyat Indonesia. Hal ini menjadi modal penting bagi masa depan bangsa
Indonesia. Orang-orang terutama anak muda jadi mempunyai ideologi mana
yang harus mereka pegang ke depan. Apakah akan membiarkan radikalisme
menyebar luas atau melawannya dengan bersuara lantang bahwa kita berada
di pihak pemerintah yang nasionalis.
Ketika menjadi presiden RI, beliau
tetaplah pada jargon Revolusi Mental agar mental seluruh rakyat
Indonesia berevolusi menjadi mental yang kuat, seperti tidak melakukan
korupsi, kolusi, nepotisme, etos kerja menjadi baik dan mengutamakan
kedispilinan dalam bekerja.
Kemunculan Anak-Anak Muda yang Berani Bersuara Lantang
Sebut saja beberapa anak muda adalah
Tsamara Amany dan Afi Nihaya yang viral di media-media sosial belakangan
ini. Tsamara Amany yang merupakan alumni dari Universitas Paramadina
sukses bergabung di PSI (Partai Solidaritas Indonesia) dan berani
menyuarakan pemikiran-pemikiran dia tentang politik dan kepentingan umum
buat masyarakat Indonesia.
Tsamara ini pernah magang di balaikota
ketika Ahok masih menjadi gubernur DKI Jakarta dan dia akhirnya belajar
dari sosok Ahok yang berani meluruskan birokrasi di Jakarta yang selama
ini berantakan menjadi teratur dan transparan sehingga rakyat bisa tahu
dan memahami semuanya. Dia mengagumi dan mencontoh sosok berani dan
tegas dari sosok Ahok dan terinspirasi terjun ke dunia politik dengan
bergabung di PSI.
Kemudian Afi Nihaya yang berani bersuara
di facebook dengan memposting status-status tentang pemikirannya yang
kritis tentang masalah sosial yang sedang terjadi di Indonesia. Artikel
dia yang paling heboh kemaren adalah dia memposting mengenai bahwa agama
adalah warisan.
Terlepas dari suara Tsamara dan tulisan
Afi yang kritis, saya ingin mengatakan bahwa anak-anak muda di masa
pemerintahan Pak Jokowi jadi mempunyai ideologi politik yang jelas.
Dahulu, kebanyakan anak muda tidak begitu peduli dengan urusan politik,
dan hanya berada di zona nyaman saja karena menurut mereka, urusan
politik terlalu rumit dan negatif untuk mereka.
Sosok Pak Jokowi bukan hanya seorang
presiden yaitu kepala negara dan pemerintahan negara Indonesia saja,
tetapi Pak Jokowi adalah sosok pengajar sejati. Beliau dengan gaya
khasnya yang kalem dan sabar dalam menghadapi masalah-masalah yang
terjadi di Indonesia, membuat kita semua bisa belajar secara jelas
tentang kepemerintahan Pak Jokowi yang mengutamakan kerja bukan
pencitraan saja.
Pembawaan dan kerja nyata Pak Jokowi
membuat kita semua yakin tidak ada yang bisa memimpin rakyat Indonesia
sebaik beliau. Beliau baru memimpin kurang lebih 3 tahun, tetapi hasil
kerja nyata beliau bisa disaksikan seluruh rakyat Indonesia.
Pengalaman Pribadi Penulis
Saya adalah anak muda yang dahulu sangat
tidak mau peduli dengan urusan politik, pemikiran saya dulu adalah saya
hidup enak tanpa perlu memikirkan urusan politik karena menurut saya
hidup saya tidak ada hubungannya dengan politik. Tetapi begitu sosok
Jokowi, kemudian Ahok hadir di dunia politik Indonesia, saya menjadi
sadar dan mau ikut turut bersuara meskipun hanya melalui media seword.
Saya sadar bahwa apabila ada orang-orang
baik seperti Pak Jokowi yang ingin mengubah Indonesia menjadi negara
maju, kita harus membantu orang-orang baik seperti beliau. Karena
menurut saya, Jokowi benar adalah harapan baru untuk Indonesia!
Salam.
KOMENTAR