wartantt.com, OPINI -- Tidak ada yang bisa membendung perkembangan
teknologi. Perubahannya yang begitu pesat, membuat banyak orang harus
bisa beradaptasi. Ada yang diuntungkan, tapi juga ada yang dirugikan
akibat perkembangan teknologi ini. Salah satunya adalah perkembangan
propaganda radikalisme yang begitu marak di dunia maya. Banyak pihak
yang mencoba memecah belah masyarakat dengan informasi yang menyesatkan.
Apalagi di masa kampanye pilkada seperti sekarang ini, rawan sekali
informasi-informasi bernada provokatif muncul.
Entah sengaja
atau tidak, entah apa motifnya, belakangan kasus kekerasan terhadap
tokoh agama dan tempat ibadah mulai bermunculan. Meski 2018 baru dua
bulan, setikdanya sudah ada sekitar lima kasus kekerasan yang menimpa
ustadz, ulama dan gereja. Yang terbaru adalah penyerangan di Gereja
Santa Lidwina di Sleman, Yogyakarta oleh orang tidak dikenal. Kejadian
intoleran ini berpotensi dijadikan bahan provokasi di masa kampanye
pilkada ini. Pilkada yang damai, dipecah belah dengan provokasi bernada
SARA.
Media juga harus memberitakan informasi terkait penyerangan ini secara imbang dan obyektif, dan sesuai fakta. Karena informasi ini juga berpotensi dijadikan bahan untuk menghasut, menyebarkan kebencian, dan memecah belah kerukunan antar umat beragama. Semua orang harus membekali dirinya dengan informasi yang valid, jangan mudah diprovokasi oleh informasi yang tidak jelas. Cek riceklah tentang kebenaran informasi tersebut. Jika sumbernya bukanlah media mainstream, Anda patut curiga dan patut mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut.
Seperti kita tahu, radikalisme telah berkembang menyesuaikan perkembangan zaman. Kemasannya pun juga begitu rapi, sehingga orang tidak tahu bahwa radikalisme telah menyebar ke semua lini kehidupan. Jika seseorang tidak membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan, maka logikanya akan mudah dikendalikan.
Contoh yang paling sering muncul adalah, ketika tindakan pengeboman dimaknai sebagai perbuatan jihad. Upaya persekusi dimaknai sebagai upaya menegakkan jalan Tuhan. Pembelokan-pembelokan ini seringkali memainkan logika. Dan bagi yang tidak mempunyai informasi dan iman yang kuat, pasti akan terjerumus dan menjadi korban.
Transformasi radikalisme dengan memanfaatkan isu kekinian, harus diwaspadai oleh semua pihak. Ingat, siapa saja bisa menjadi korban. Bahkan di level pendidikan anak usia dini (PAUD), bibit radikalisme mulai dimasukkan. Tidak sedikit anak di level SD hingga perguruan tinggi, yang terang-terangan mengatakan melawan NKRI.
Mereka berkomitmen melakukan jihad demi terwujudnya suatu kekhilafahan. Padahal, kita sudah mempunyai Indonesia. Negara yang damai, yang sangat mengedepankan toleransi. Semua orang yang menjunjung tinggi kemanusiaan, bisa tinggal di negara ini. Keberagaman negeri ini membuat Indonesia menjadi negara yang kaya.
Hanya saja, jika kita tidak bisa menjaganya, maka Indonesia yang kaya, yang damai dan toleran ini, akan bisa hancur. Untuk itulah, jika sepakat radikalisme dan terorisme menjadi ancaman semua negara, maka jangan pernah lelah untuk melawan segala bentuk propaganda radikalisme dan terorisme.
Media juga harus memberitakan informasi terkait penyerangan ini secara imbang dan obyektif, dan sesuai fakta. Karena informasi ini juga berpotensi dijadikan bahan untuk menghasut, menyebarkan kebencian, dan memecah belah kerukunan antar umat beragama. Semua orang harus membekali dirinya dengan informasi yang valid, jangan mudah diprovokasi oleh informasi yang tidak jelas. Cek riceklah tentang kebenaran informasi tersebut. Jika sumbernya bukanlah media mainstream, Anda patut curiga dan patut mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut.
Seperti kita tahu, radikalisme telah berkembang menyesuaikan perkembangan zaman. Kemasannya pun juga begitu rapi, sehingga orang tidak tahu bahwa radikalisme telah menyebar ke semua lini kehidupan. Jika seseorang tidak membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan, maka logikanya akan mudah dikendalikan.
Contoh yang paling sering muncul adalah, ketika tindakan pengeboman dimaknai sebagai perbuatan jihad. Upaya persekusi dimaknai sebagai upaya menegakkan jalan Tuhan. Pembelokan-pembelokan ini seringkali memainkan logika. Dan bagi yang tidak mempunyai informasi dan iman yang kuat, pasti akan terjerumus dan menjadi korban.
Transformasi radikalisme dengan memanfaatkan isu kekinian, harus diwaspadai oleh semua pihak. Ingat, siapa saja bisa menjadi korban. Bahkan di level pendidikan anak usia dini (PAUD), bibit radikalisme mulai dimasukkan. Tidak sedikit anak di level SD hingga perguruan tinggi, yang terang-terangan mengatakan melawan NKRI.
Mereka berkomitmen melakukan jihad demi terwujudnya suatu kekhilafahan. Padahal, kita sudah mempunyai Indonesia. Negara yang damai, yang sangat mengedepankan toleransi. Semua orang yang menjunjung tinggi kemanusiaan, bisa tinggal di negara ini. Keberagaman negeri ini membuat Indonesia menjadi negara yang kaya.
Hanya saja, jika kita tidak bisa menjaganya, maka Indonesia yang kaya, yang damai dan toleran ini, akan bisa hancur. Untuk itulah, jika sepakat radikalisme dan terorisme menjadi ancaman semua negara, maka jangan pernah lelah untuk melawan segala bentuk propaganda radikalisme dan terorisme.
KOMENTAR