wartantt.com, PERTANIAN - Pemerintah menggiatkan 'Program Pengembangan Pertanian Modern' melalui bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern kepada petani. Diungkap oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman, sejak tahun 2015 pihaknya telah memberikan bantuan alsintan.
Hingga tahun 2017 jumlah bantuan alsintan berbagai jenis yang diberikan kepada petani berjumlah masing-masing 157.493 unit, 110.487 unit, dan 321.000 unit atau naik lebih dari 600%. Sementara sebelumnya pada 2010-2014 jumlah bantuan alsintan yang dibagikan tidak lebih dari 50.000 unit.
"Ini merupakan pertama dalam sejarah dan menjadi rekor terbanyak sepanjang sejarah pertanian Indonesia," ungkap Amran dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/7/2018).
Amran berjanji di tahun 2019 pihaknya masih akan memberikan bantuan alsintan kepada petani. "Demikian juga pada tahun 2019, bantuan alsintan tetap akan diberikan kepada petani," lanjutnya.
Amran menilai modernisasi pertanian melalui penggunaan alsintan secara signifikan terbukti mampu meningkatkan produktivitas komoditas pangan dan pendapatan petani. Itu karena proses produksi beras jadi lebih efisien.
Melalui penggunaan alsintan pada setiap tahap kegiatan produksi, panen dan pascapanen mampu menghemat biaya pengolahan tanah, biaya tanam, biaya penyiangan, dan biaya panen karena sebagian besar tenaga kerja sudah diganti oleh penggunaan alsintan yang jauh lebih efisien.
"Hal ini sejalan dengan arahan Presiden RI, Joko Widodo bahwa modernisasi pertanian saat ini dibutuhkan agar kehidupan petani lebih sejahtera. Presiden berharap yang dikerjakan bukan hanya menanam atau mencari benih atau memupuk saja, tapi setelah pascapanen tersebut keuntungannya yang lebih besar. Jadi setelah konsolidasi, bagaimana mengkorporasikan petani dalam jumlah besar," lanjutnya.
Dijelaskan oleh Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, I Ketut Kariyasa, penggunaan traktor roda 2 dan roda 4 mampu menghemat penggunaan tenaga kerja dari 20 orang menjadi 3 orang/ha.
Biaya pengolahan tanah pun menurun sekitar 28%. Begitupun penggunaan rice transplanter yang mampu menghemat tenaga tanam dari 19 orang/ha menjadi 7 orang/ha.
Dengan begitu, biaya tanam menurun hingga 35% serta mempercepat waktu tanam menjadi 6 jam/ha. Selain itu, penggunaan Combined harvester juga mampu menghemat tenaga kerja dari 40 orang/ha menjadi 7,5 orang/ha dan menekan biaya panen hingga 30%.
"Bahkan menekan kehilangan hasil dari 10,2% menjadi 2%, serta menghemat waktu panen menjadi 4 sampai 6 jam/ha," jelasnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan perhitungan sederhana penggunaan alsintan mulai dari olah sawah hingga panen dapat menekan biaya produksi padi sebesar 6,5% dan meningkatkan produksi sebesar 33,8% (dari 6,0 ton GKP/ha menjadi 8,1 ton GKP/ha).
Masing-masing bersumber dari penurunan kehilangan hasil sebesar 10,9% akibat menggunakan combine harvester, peningkatan produktivitas 11,0% akibat penggunaan transplanter yang mendorong petani menerapkan sistem tanam jajar legowo (jarwo), dan peningkatan produktivitas 11,9% akibat penggunaan input lainnya yang membaik.
"Artinya mampu memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga petani mencapai 80%, dari Rp 10,2 juta/ha/musim menjadi Rp 18,6 juta/ha/musim," ungkapnya.
Disamping itu Ketut juga mengungkap, modernisasi pertanian juga dapat mendorong minat masyarakat khususnya generasi muda terhadap dunia pertanian.
Jika sebelumnya pertanian dipandang sebelah mata sebagai pekerjaan untuk orang yang kurang pendidikan dan miskin, bekerja penuh lumpur, serta lebih banyak mengandalkan kerja otot.
"Akan tetapi saat ini profesi petani modern merupakan pekerjaan yang menjanjikan dan dapat ditekuni secara profesional serta tidak lagi mengandalkan otot saja," tutur Ketut
Menurutnya, pendapatan yang diperoleh sebagai petani tidak kalah menariknya dan bahkan lebih besar dari upah atau gaji dari seseorang yang bekerja pada sektor nonpertanian.
"Pada kondisi seperti ini tanpa perlu didorong, petani dengan sendirinya akan terus bersemangat untuk berproduksi," pungkas Ketut.
Hingga tahun 2017 jumlah bantuan alsintan berbagai jenis yang diberikan kepada petani berjumlah masing-masing 157.493 unit, 110.487 unit, dan 321.000 unit atau naik lebih dari 600%. Sementara sebelumnya pada 2010-2014 jumlah bantuan alsintan yang dibagikan tidak lebih dari 50.000 unit.
"Ini merupakan pertama dalam sejarah dan menjadi rekor terbanyak sepanjang sejarah pertanian Indonesia," ungkap Amran dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/7/2018).
Amran menilai modernisasi pertanian melalui penggunaan alsintan secara signifikan terbukti mampu meningkatkan produktivitas komoditas pangan dan pendapatan petani. Itu karena proses produksi beras jadi lebih efisien.
Melalui penggunaan alsintan pada setiap tahap kegiatan produksi, panen dan pascapanen mampu menghemat biaya pengolahan tanah, biaya tanam, biaya penyiangan, dan biaya panen karena sebagian besar tenaga kerja sudah diganti oleh penggunaan alsintan yang jauh lebih efisien.
"Hal ini sejalan dengan arahan Presiden RI, Joko Widodo bahwa modernisasi pertanian saat ini dibutuhkan agar kehidupan petani lebih sejahtera. Presiden berharap yang dikerjakan bukan hanya menanam atau mencari benih atau memupuk saja, tapi setelah pascapanen tersebut keuntungannya yang lebih besar. Jadi setelah konsolidasi, bagaimana mengkorporasikan petani dalam jumlah besar," lanjutnya.
Dijelaskan oleh Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, I Ketut Kariyasa, penggunaan traktor roda 2 dan roda 4 mampu menghemat penggunaan tenaga kerja dari 20 orang menjadi 3 orang/ha.
Biaya pengolahan tanah pun menurun sekitar 28%. Begitupun penggunaan rice transplanter yang mampu menghemat tenaga tanam dari 19 orang/ha menjadi 7 orang/ha.
Dengan begitu, biaya tanam menurun hingga 35% serta mempercepat waktu tanam menjadi 6 jam/ha. Selain itu, penggunaan Combined harvester juga mampu menghemat tenaga kerja dari 40 orang/ha menjadi 7,5 orang/ha dan menekan biaya panen hingga 30%.
"Bahkan menekan kehilangan hasil dari 10,2% menjadi 2%, serta menghemat waktu panen menjadi 4 sampai 6 jam/ha," jelasnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan perhitungan sederhana penggunaan alsintan mulai dari olah sawah hingga panen dapat menekan biaya produksi padi sebesar 6,5% dan meningkatkan produksi sebesar 33,8% (dari 6,0 ton GKP/ha menjadi 8,1 ton GKP/ha).
Masing-masing bersumber dari penurunan kehilangan hasil sebesar 10,9% akibat menggunakan combine harvester, peningkatan produktivitas 11,0% akibat penggunaan transplanter yang mendorong petani menerapkan sistem tanam jajar legowo (jarwo), dan peningkatan produktivitas 11,9% akibat penggunaan input lainnya yang membaik.
"Artinya mampu memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga petani mencapai 80%, dari Rp 10,2 juta/ha/musim menjadi Rp 18,6 juta/ha/musim," ungkapnya.
Disamping itu Ketut juga mengungkap, modernisasi pertanian juga dapat mendorong minat masyarakat khususnya generasi muda terhadap dunia pertanian.
Jika sebelumnya pertanian dipandang sebelah mata sebagai pekerjaan untuk orang yang kurang pendidikan dan miskin, bekerja penuh lumpur, serta lebih banyak mengandalkan kerja otot.
"Akan tetapi saat ini profesi petani modern merupakan pekerjaan yang menjanjikan dan dapat ditekuni secara profesional serta tidak lagi mengandalkan otot saja," tutur Ketut
Menurutnya, pendapatan yang diperoleh sebagai petani tidak kalah menariknya dan bahkan lebih besar dari upah atau gaji dari seseorang yang bekerja pada sektor nonpertanian.
"Pada kondisi seperti ini tanpa perlu didorong, petani dengan sendirinya akan terus bersemangat untuk berproduksi," pungkas Ketut.
KOMENTAR