wartantt.com, EKONOMI - Perekonomian nasional belakangan ini disibukan dengan persoalan defisit neraca pembayaran. Hal itu sontak membuat pemerintah memutar otak agar defisit tersebut tidak semakin melebar.
Apalagi dampak defisit neraca pembayaran langsung membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah. Agar tidak berdampak semakin luas, pemerintah pun belakangan ini menerbitkan sejumlah kebijakan.
Sebelum masuk pada aksi yang sudah dilakukan pemerintah dalam menekan defisit neraca pembayaran, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan perkembangan neraca pembayaran nasional.
Apalagi dampak defisit neraca pembayaran langsung membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah. Agar tidak berdampak semakin luas, pemerintah pun belakangan ini menerbitkan sejumlah kebijakan.
Sebelum masuk pada aksi yang sudah dilakukan pemerintah dalam menekan defisit neraca pembayaran, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan perkembangan neraca pembayaran nasional.
Dari aspek keseimbangan eksternal, neraca pembayaran Indonesia menghadapi perubahan yang sangat drastis pada tahun 2018. Pada tahun 2016 dan 2017, transaksi berjalan yaitu ekspor dikurang impor untuk barang dan jasa mengalami defisit sebesar US$ 17 miliar (-1,8% PDB) dan US$ 17,3 miliar (-1,7% PDB).
Defisit transaksi berjalan tersebut dapat dikompensasi oleh arus modal dan keuangan yang masuk ke Indonesia sebesar US$ 29,3 miliar dan US$ 29,2 miliar, sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran masih surplus sebesar US$ 12,1 dan US$ 11,6 miliar, sehingga cadangan devisa Indonesia meningkat hingga pernah mencapai tertinggi sebesar US$ 132 miliar.
Memasuki 2018, kata Sri Mulyani, normalisasi kebijakan moneter menyebabkan pembalikan arus modal dan keuangan dari negara emerging ke Amerika Serikat.
"Kondisi ini menyebabkan neraca pembayaran mengalami tekanan, karena arus modal ke Indonesia yang sebelumnya mencapai diatas US$ 29 miliar pada Tahun 2016 dan 2017, kini hanya menjadi US$ 6,5 miliar dalam semester I-2018," kata Sri Mulyani seperti dikutip dari laman Facebooknya, Jakarta, Minggu (16/9/2018).
Penurunan tajam arus modal tersebut dihadapkan pada defisit transaksi berjalan pada semester pertama 2018 yang justru meningkat yaitu sebesar US$ 13,7 miliar, sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit sebesar US$ -8,2 miliar.
"Hal ini menggerus cadangan devisa dan menekan nilai tukar rupiah. Masalah inilah yang sedang ditangani pemerintah," tambah dia.
Bendahara Negara ini mengatakan masalah neraca pembayaran dan keseimbangan eksternal ada yang merupakan persoalan jangka pendek, namun ada juga yang merupakan masalah fundamental. Dengan demikian langkah kebijakan pemerintah ada yang hasilnya langsung dapat dilihat, ada kebijakan yang dampaknya baru terasa dalam jangka menengah panjang.
Menurut dia, untuk dapat mengatasi masalah defisit transaksi berjalan dilakukan dengan dua cara yaitu meningkatkan ekspor dan mengendalikan impor baik untuk barang maupun jasa.
"Kelihatannya mudah, namun ini memerlukan kerja keras bersama," ujarnya.
Defisit transaksi berjalan tersebut dapat dikompensasi oleh arus modal dan keuangan yang masuk ke Indonesia sebesar US$ 29,3 miliar dan US$ 29,2 miliar, sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran masih surplus sebesar US$ 12,1 dan US$ 11,6 miliar, sehingga cadangan devisa Indonesia meningkat hingga pernah mencapai tertinggi sebesar US$ 132 miliar.
Memasuki 2018, kata Sri Mulyani, normalisasi kebijakan moneter menyebabkan pembalikan arus modal dan keuangan dari negara emerging ke Amerika Serikat.
"Kondisi ini menyebabkan neraca pembayaran mengalami tekanan, karena arus modal ke Indonesia yang sebelumnya mencapai diatas US$ 29 miliar pada Tahun 2016 dan 2017, kini hanya menjadi US$ 6,5 miliar dalam semester I-2018," kata Sri Mulyani seperti dikutip dari laman Facebooknya, Jakarta, Minggu (16/9/2018).
Penurunan tajam arus modal tersebut dihadapkan pada defisit transaksi berjalan pada semester pertama 2018 yang justru meningkat yaitu sebesar US$ 13,7 miliar, sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit sebesar US$ -8,2 miliar.
"Hal ini menggerus cadangan devisa dan menekan nilai tukar rupiah. Masalah inilah yang sedang ditangani pemerintah," tambah dia.
Bendahara Negara ini mengatakan masalah neraca pembayaran dan keseimbangan eksternal ada yang merupakan persoalan jangka pendek, namun ada juga yang merupakan masalah fundamental. Dengan demikian langkah kebijakan pemerintah ada yang hasilnya langsung dapat dilihat, ada kebijakan yang dampaknya baru terasa dalam jangka menengah panjang.
Menurut dia, untuk dapat mengatasi masalah defisit transaksi berjalan dilakukan dengan dua cara yaitu meningkatkan ekspor dan mengendalikan impor baik untuk barang maupun jasa.
"Kelihatannya mudah, namun ini memerlukan kerja keras bersama," ujarnya.
Pemerintah menggunakan kebijakan, instrumen dan pemihakan untuk mendorong ekspor, karena menyangkut daya saing perekonomian Indonesia. Kebijakan memperbaiki pendidikan, termasuk memberikan bea siswa hingga pendidikan tinggi, kebijakan membangun infrastruktur listrik dan untuk konektivitas, dan kebijakan mempermudah dan menyederhanakan perijinan melalui One Single submission (OSS) dna perbaikan layanan kepabeanan adalah untuk menunjang daya saing dunia usaha dan ekspor.
Pemerintah juga menggunakan instrumen fiskal (pajak dan kepabeanan) serta instrumen pembiayaan seperti melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam meningkatkan kemampuan dan pembiayaan eksportir. Kebijakan perindustrian, pertanian, perikanan, pertambangan dan kehutanan serta perdagangan digunakan untuk mendukung eksportir Indonesia.
"Peran pemerintah daerah juga sangat menentukan kenaikan ekspor Indonesia. Meski hasilnya tidak serta merta, namun kebijakan ini harus terus konsisten dilakukan" ungkap dia.
Untuk mengendalikan impor, pemerintah memberikan pengenaan pajak impor pada barang-barang tertentu, penggunaan biodisel B20 sebagai pengganti solar untuk membatasi impor bahan bakar minyak (BBM), peningkatan penggunaan komponen lokal pada proyek infrastruktur.
Pemerintah juga melakukan seleksi terhadap proyek-proyek infrastruktur yang memiliki konten impor besar untuk ditunda. Pemerintah juga menggunakan insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance untuk investasi dalam negeri dalam rangka membangun instrumen hulu dan substitusi impor.
Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan arus modal dan keuangan masuk ke Indonesia dilakukan dengan meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia. Peringkat Ease of Doing Business (EoDB) yang makin baik dan kebijakan yang terus meningkatkan daya saing Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil kebijakan ini tidak serta merta, apalagi pada saat kondisi likuiditas global yang makin ketat.
Namun kebijakan yang bersifat memperbaiki fundamental perekonomian Indonesia harus terus dilakukan yang akan membangun reputasi Indoensia sebagai perekonomian yang sehat dan kompetitif, meskipun hasilnya mungkin baru dinikmati pada periode mendatang.
"Inilah komitmen kenegarawan dan kecintaan bagi negara di luar kepentingan sesaat," tutup dia.
Pemerintah juga menggunakan instrumen fiskal (pajak dan kepabeanan) serta instrumen pembiayaan seperti melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam meningkatkan kemampuan dan pembiayaan eksportir. Kebijakan perindustrian, pertanian, perikanan, pertambangan dan kehutanan serta perdagangan digunakan untuk mendukung eksportir Indonesia.
"Peran pemerintah daerah juga sangat menentukan kenaikan ekspor Indonesia. Meski hasilnya tidak serta merta, namun kebijakan ini harus terus konsisten dilakukan" ungkap dia.
Untuk mengendalikan impor, pemerintah memberikan pengenaan pajak impor pada barang-barang tertentu, penggunaan biodisel B20 sebagai pengganti solar untuk membatasi impor bahan bakar minyak (BBM), peningkatan penggunaan komponen lokal pada proyek infrastruktur.
Pemerintah juga melakukan seleksi terhadap proyek-proyek infrastruktur yang memiliki konten impor besar untuk ditunda. Pemerintah juga menggunakan insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance untuk investasi dalam negeri dalam rangka membangun instrumen hulu dan substitusi impor.
Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan arus modal dan keuangan masuk ke Indonesia dilakukan dengan meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia. Peringkat Ease of Doing Business (EoDB) yang makin baik dan kebijakan yang terus meningkatkan daya saing Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil kebijakan ini tidak serta merta, apalagi pada saat kondisi likuiditas global yang makin ketat.
Namun kebijakan yang bersifat memperbaiki fundamental perekonomian Indonesia harus terus dilakukan yang akan membangun reputasi Indoensia sebagai perekonomian yang sehat dan kompetitif, meskipun hasilnya mungkin baru dinikmati pada periode mendatang.
"Inilah komitmen kenegarawan dan kecintaan bagi negara di luar kepentingan sesaat," tutup dia.
KOMENTAR