Wartantt.com--SBD; Pemilih yang buta huruf atau tidak bisa membaca, tidak bisa didampingi atau diberi petunjuk untuk melakukan mencoblos salah satu peserta pemilu yang didukung. Pasalnya pemilih buta aksara masih bisa melihat dan mengenal peserta pemilu yang dicoblos. Sementara yang bisa didampingi hanya peserta pemilih yang penyandang disabelitas.
Demikian dikatakan oleh Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum Propinsi Nusa Tenggara Timur Baharudin Hamsah pada Senin (25/03) diaula Paroki Kristus Raja Waimangura ketika memberikan arahan singkat kepada PTPS.
Menurut Baharin bahwa untuk para pemilih yang tidak bisa membaca dan menulis cukup diberikan kertas suara untuk memilih peserta pemilu yang didukung. Tidak boleh dibantu atau pun diwakili untuk mencoblos salah satu dukungannya. Dan bila hal itu terjadi tandas dirinya akan banyak yang mengaku buta, sehingga akan menimbulkan masalah tersendiri. Apabila ada pendampingan kata dia harus segera dilaporkan atau diselesaikan sesuai regulasi yang sudah ditetapkan. Untuk mengatasi hal itu, ia menghimbau semua anggota PTPS yang sudah dilantik harus proaktif dalam mengikuti proses pemungutan suara sampai selesai.
"Tidak ada kebijakan untuk melakukan pendampingan bagi pemilih buta aksara, ini sudah menjadi regulasi yang berlaku diseluruh Indonesia, KPPS pun tidak bisa mengambil kebijakan, atau pun PTPS merekomendasikan untuk melakukan pendampingan. Jika demikian terjadi PTPS harus siap terimah Konsekuensinya. Sebenarnya hal ini juga menjadi strategi bagi setiap peserta pemilu dalam mensosialisasikan demi menggalang suara”tegas Baharin.
Lebih lanjut ia mengharapkan supaya semua pihak turut mengambil bagian dengan cara sosialisasi intensif. Dari berbagai sosialisasi lagi jelas Baharin pemilih buta aksara akan mengerti dan mengetahui dengan tanda gambar dan nomor urut calon. sehingga bisa dapat memilih dengan baik. Dengan demikian jumlah blangko pun akan teratasi.
Selain itu ia menambahkan bahwa pendampingan untuk melakukan pencoblosan hanya dapat dilakukan bagi penyanda disabilitas. Terlebih khusus untuk pemilih yang mengalami cacat fisik seperti penyandang tunanetra atau cacat bawaan lainnya.
"Pendampingan dikhususkan bagi penyandang disabilitas, karena mereka sudah tidak bisa berdiri, tangan tidak bisa digerakan. Apa lagi kalau sampai menggunakan kursi roda,"tutur dirinya.
Ditemui terpisah salah seorang warga Lukas Dairo Bili Menyebutkan bahwa hal ini akan menimbulkan jumlah blangko yang banyak. Pasalnya pemilih buta aksara tidak akan bisa mengenal nama peserta pemiliu. Serta tidak bisa mengenal warna. Banyak orang tua yang tidak lagi jelih dalam mencermati surat suara. Selain itu tandas Lukas bahwa hampir semua orang tua penglihatannya sudah minin. Belum lagi jumlah surat suara yang cukup banyak.
Lebih lanjut ia mengharapkan supaya ada kebijakan yang dibuat untuk bisa melakukan pendampingan. Dengan demikian lagi jelas dirinya akan membantu pemilih buta aksara dalam menggunakan hak pilih dengan baik.
"Semoga ada kebijakan yang diberikan, apa lagi orang tua saya tidak bisa membaca, kalau memang tidak ada pendampingan, lebih mereka tinggal dirumah dari pada pergi TPS dan nyatanya hasil pencoblosan blangko,"tutup dirinya. (Rn/06)
Demikian dikatakan oleh Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum Propinsi Nusa Tenggara Timur Baharudin Hamsah pada Senin (25/03) diaula Paroki Kristus Raja Waimangura ketika memberikan arahan singkat kepada PTPS.
Menurut Baharin bahwa untuk para pemilih yang tidak bisa membaca dan menulis cukup diberikan kertas suara untuk memilih peserta pemilu yang didukung. Tidak boleh dibantu atau pun diwakili untuk mencoblos salah satu dukungannya. Dan bila hal itu terjadi tandas dirinya akan banyak yang mengaku buta, sehingga akan menimbulkan masalah tersendiri. Apabila ada pendampingan kata dia harus segera dilaporkan atau diselesaikan sesuai regulasi yang sudah ditetapkan. Untuk mengatasi hal itu, ia menghimbau semua anggota PTPS yang sudah dilantik harus proaktif dalam mengikuti proses pemungutan suara sampai selesai.
"Tidak ada kebijakan untuk melakukan pendampingan bagi pemilih buta aksara, ini sudah menjadi regulasi yang berlaku diseluruh Indonesia, KPPS pun tidak bisa mengambil kebijakan, atau pun PTPS merekomendasikan untuk melakukan pendampingan. Jika demikian terjadi PTPS harus siap terimah Konsekuensinya. Sebenarnya hal ini juga menjadi strategi bagi setiap peserta pemilu dalam mensosialisasikan demi menggalang suara”tegas Baharin.
Lebih lanjut ia mengharapkan supaya semua pihak turut mengambil bagian dengan cara sosialisasi intensif. Dari berbagai sosialisasi lagi jelas Baharin pemilih buta aksara akan mengerti dan mengetahui dengan tanda gambar dan nomor urut calon. sehingga bisa dapat memilih dengan baik. Dengan demikian jumlah blangko pun akan teratasi.
Selain itu ia menambahkan bahwa pendampingan untuk melakukan pencoblosan hanya dapat dilakukan bagi penyanda disabilitas. Terlebih khusus untuk pemilih yang mengalami cacat fisik seperti penyandang tunanetra atau cacat bawaan lainnya.
"Pendampingan dikhususkan bagi penyandang disabilitas, karena mereka sudah tidak bisa berdiri, tangan tidak bisa digerakan. Apa lagi kalau sampai menggunakan kursi roda,"tutur dirinya.
Ditemui terpisah salah seorang warga Lukas Dairo Bili Menyebutkan bahwa hal ini akan menimbulkan jumlah blangko yang banyak. Pasalnya pemilih buta aksara tidak akan bisa mengenal nama peserta pemiliu. Serta tidak bisa mengenal warna. Banyak orang tua yang tidak lagi jelih dalam mencermati surat suara. Selain itu tandas Lukas bahwa hampir semua orang tua penglihatannya sudah minin. Belum lagi jumlah surat suara yang cukup banyak.
Lebih lanjut ia mengharapkan supaya ada kebijakan yang dibuat untuk bisa melakukan pendampingan. Dengan demikian lagi jelas dirinya akan membantu pemilih buta aksara dalam menggunakan hak pilih dengan baik.
"Semoga ada kebijakan yang diberikan, apa lagi orang tua saya tidak bisa membaca, kalau memang tidak ada pendampingan, lebih mereka tinggal dirumah dari pada pergi TPS dan nyatanya hasil pencoblosan blangko,"tutup dirinya. (Rn/06)
KOMENTAR