wartantt.com -- Tim hukum calon presiden dan wakil presiden
nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menilai, materi gugatan sengketa pilpres
yang diajukan pemohon, berbasis pada bias anti petahana. Menurut tim hukum,
pemohon sengaja membangun narasi bahwa calon presiden petahana bertindak curang
dan melakukan pelanggaran pemilu. Berikut 4 tuduhan terkait petahana yang
dibantah tim hukum Jokowi-Ma'ruf:
1. Cuti petahana
Menurut tim hukum Jokowi-Maruf, MK dalam
Putusan Nomor 60/PUU-XIV/2016, pada 17 Juli 2017 telah memberikan pertimbangan
hukum mengenai tuduhan incumbent yang tidak cuti sebagai bentuk kecurangan.
Dalam putusannya, MK tidak setuju dengan
pendapat yang menyatakan petahana yang tidak cuti sudah pasti akan
menyalahgunakan jabatan dan/atau kekuasaannya sebagai kepala daerah untuk
memenangkan diri dalam pemilihan kepala daerah yang diikuti. Dalam permohonan
guagatan, pihak tim hukum paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menuduh pihak
terkait selaku petahana berikut jajaran pejabat pemerintah lainnya yang
merupakan bagian dari Kabinet Kerja dalam menjalankan kewajiban sebagai pelayan
rakyat dianggap sebuah pelanggaran atau kecurangan.
"Dalil pemohon menyangkut persoalan abuse
of power terkait cuti petahana adalah dalil yang bersifat asumtif yang tidak
disetujui oleh Mahkamah, dan tidak berdasar secara hukum," ujar anggota
tim hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudirta.
Menurut tim hukum Jokowi-Ma'ruf, persoalan yang
disampaikan oleh pemohon adalah persoalan normatif yang telah diatur dalam UU.
Pengaturan soal batasan bagi pejabat (dalam Pemilu) sudah sangat banyak, baik
di dalam UU Pemilu maupun UU lainnya yang terkait.
2. Kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri
Tim hukum membantah adanya pelanggaran Pemilu terkait
kebijakan pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil, TNI dan Polri. Tim hukum
Jokowi-Ma'ruf memastikan kebijakan pemerintah itu tidak terkait Pemilu. Kuasa
hukum Jokowi-Ma'ruf Luhut Pangaribuan mengatakan, secara umum program-program
tersebut merupakan kebijakan pemerintah untuk melaksanakan perintah
undang-undang. Semua program tersebut dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang
tentang APBN yang merupakan kesepakatan bersama antara Pemerintah dengan DPR.
Luhut mengatakan, program DP 0 persen bagi PNS,
Polri, dan TNI merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
bagi Aparatur Sipil Negara. Hal itu direspon positif sebagai bagian dari upaya
untuk mengurangi praktik korupsi mengingat rumah merupakan kebutuhan primer.
Sementara, pembayaran gaji ke-13 dan THR merupakan program rutin tahunan yang
tidak terkait dengan Pemilu.
3. Dana desa
Tim hukum Jokowi-Ma'ruf membantah adanya
pelanggaran pemilu melalui penyalahgunaan dana desa. Menurut tim hukum,
kekalahan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro
Sandjoyo dalam kontestasi pemilu legislatif adalah salah satu bukti tidak ada
penyalahgunaan dana desa.
Tim hukum berpandangan, seandainya benar ada
pengaruh antara dana pendamping desa, aparat desa, dan kepala desa dengan
Pemilu, maka seharusnya Menteri Eko merupakan orang yang pertama dan secara
langsung dapat menikmati. "Faktanya, Menteri yang menjadi Caleg DPR RI
dari Partai Kebangkitan Bangsa di dapil Bengkulu ini gagal terpilih dalam
Pemilu Legislatif 2019," ujar anggota tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Luhut
Pangaribuan.
4. Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN
Tim hukum Jokowi-Ma'ruf menilai, tuduhan
penyalahgunaan birokrasi dan BUMN adalah tuduhan yang tidak berdasar. Menurut
tim hukum, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan pernyataan secara langsung
kepada seluruh Aparatur Sipil Negara terkait netralitas ASN. Kemudian,
diterbitkan Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) No. B/94/M.SM.00.00/2019 Tentang Pelaksanaan
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden serta Pemilihan Legislatif pada 26 Maret 2019.
Dalam
permohonan, pemohon menuduh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah bersikap
tidak netral dan melakukan kampanye terselubung kepada ASN untuk mendukung
paslon nomor urut 01. Menurut tim hukum, pemohon telah sengaja memotong berita
mengenai arahan yang disampakan Tjahjo Kumolo kepada ASN, dengan framing
negatif untuk mendorong opini publik, sehingga seolah-olah Mendagri
mengintruksikan agar tidak boleh netral dalam pemilihan presiden. Padahal, jika
dibaca secara utuh, pernyataan yang disampaikan Tjahjo dalam konteks memberikan
pembinaan kepada ASN agar loyal dan patuh kepada pimpinan dari partai manapun,
baik itu kepada bupati, gubernur termasuk presiden, dengan mendukung program yang
telah dicanangkan.
KOMENTAR