wartantt.com - Akhir-akhir ini di seluruh Indonesia
mengadakan demo atau menayangkan surat protes ke polres setempat guna
menyampaikan aspirasinya untuk membubarkan dan melarang HTI ada di
Indonesia. Di mulai dari Ngawi, Pati, Bekasi, Brebes, bahkan konvoi
bendera HTI di Tulungagung dibubarkan oleh Ansor dan Banser setempat.
Hizbut Tahrir sendiri berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul
Maqdis), Palestina. Gerakan yang menitik beratkan perjuangan
membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam
melalui tegaknya kembali Khilafah Islamiyah ini dipelopori oleh Syeikh
Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama alumni Al-Azhar Mesir, dan pernah
menjadi hakim di Mahkamah Syariah di Palestina.
Hizbut Tahrir kini telah berkembang ke
seluruh negara Arab di Timur Tengah, termasuk di Afrika seperti Mesir,
Libya, Sudan dan Aljazair. Juga ke Turki, Inggris, Perancis, Jerman,
Austria, Belanda, dan negara-negara Eropah lainnya hingga ke Amerika
Serikat, Rusia, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, Pakistan, Malaysia,
Indonesia, dan Australia.
Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada
tahun 1980-an dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh
Indonesia. Pada era 1990-an ide-ide dakwah Hizbut Tahrir merambah ke
masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran,
perusahaan, dan perumahan.
Dari sini bisa kita lihat, bahwa Hizbut
Tahrir adalah organisasi internasional di mana ada di setiap Negara, dan
di Indonesia sendiri pun berkembang dengan pesat. Mengapa HTI harus di
larang di Indonesia? Karena HTI ingin mendirikan Negara Islam, bahkan
Khilafah di mana seluruh Negara Islam, mulai dari Indonesia sampai
Maroko bergabung dalam satu sistem pemerintahan dan satu pemimpin.
Mereka bernostalgia kepada sistem politik abad pertengahan di mana umat
Islam berada di dalam satu wilayah. Otomatis, HTI ingin mengubah
territorial Negara dan ingin menghapus Pancasila dari Indonesia. Menurut
HTI, hanya hukum Al-Quran dan Sunnah saja yang dijadikan patokan,
sedangkan Pancasila bukanlah hukum Allah.
Hal ini di buktikan, tatkala RUU ormas
mengusulkan asas tunggal yaitu Pancasila, HTI termasuk organisasi yang
menolak itu. Baginya, Pancasila memang bukan hukum. Di kutip dari web
HTI,
Munculnya kembali gagasan untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal partai politik dalam Rancangan Undang-Undang Partai Politik merupakan wujud sikap ketakutan terhadap bangkitnya umat Islam di negeri ini. ’’Tampaknya ada ketakutan terhadap Islam politik,’’ kata Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia M Ismail Yusanto dalam diskusi Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) ke-31 di Jakarta, Senin (24/9) kemarin. (http://hizbut-tahrir.or.id/2007/09/25/menghadang-islam-dengan-asas-tunggal/)
Menurut Ismail sebagai jubir HTI, asas
tunggal Pancasila seakan akan bukan dari Islam, sehingga Pancasila harus
di tolak. Jika HTI belajar sejarah, Pancasila adalah produk pemikiran
umat Islam demi kemaslahatan Indonesia yang majemuk. Pancasila sendiri
sebelum dirumuskan, terlebih dahulu dirapatkan oleh panitia Sembilan.
- Soekarno (Ketua)
- Moh. Hatta
- Maramis
- Abikoesno Tjokrosoejoso
- Abdul Kahar Muzakir
- Agus Salim
- Wahid Hasyim
- M. Yamin
- Achmad Soebardjo
Tatkala Pancasila dirumuskan, pada sila
pertama terdapat kata-kata menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
Ini langsung dihapus oleh Moh. Hatta atas usulan Maramis. Meskipun
demikian, Indonesia memasukkan hukum-hukum Islam seperti pernikahan, hak
waris, haji dan lain-lain. Indonesia sendiri tidak mengambil hukum
hudud seperti di Timur Tengah. Hal ini agar tidak terpisahnya Indonesia
bagian Timur yang mayoritas non Muslim. Jadi jelas Pancasila keluar dari
Rahim umat Islam yang berusaha merumuskan falsafah Negara sehabis di
jajah. NU sendiri telah lama menerima asas tunggal Pancasila, bahkan KH.
Ahmad Shiddiq mengatakan bahwa Pancasila sudah final.
Selain itu, HTI juga menolak sistem demokrasi, di kutip dari web HTI,
Menurut Shiddiq, alasan pertama, sistem demokrasi merupakan sistem yang tidak sesuai dengan Islam, sehingga tidak mungkin Hizbut Tahrir sebagai gerakan Islam masuk dalam sistem yang bertentangan dengan Islam. Pertentangan demokrasi dengan Islam terletak pada keyakinan siapa yang berhak membuat atau melegalisasi hukum. Dalam sistem demokrasi, salah satu tugas parlemen adalah legislasi hukum yang sebagian besar tidak berdasarkan syariah Islam. Dan dalam pandangan Hizbut Tahrir, melegislasi hukum tidak berdasarkan syariah Islam adalah keharaman. “Landasan keharamannya sangat jelas. Dalam Alquran ada ayat-ayat yang menegaskan wajibnya berhukum dengan hukum Islam, misal dalam surat Al Maidah ayat 44 yang menyebutkan bahwa barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka bisa dihukumi sebagai orang kafir, dalam ayat 45 disebut sebagai orang fasik dan dalam ayat 47 disebut sebagai orang dzalim,” tegas KH Shiddiq di hadapan sekitar 350 peserta yang hadir dari wilayah Gunungkidul, Bantul dan sekitarnya. Alasan kedua, lanjut Shiddiq, berdasarkan pengalaman yang ada menunjukkan bahwa perjuangan Islam melalui demokrasi bukanlah jalan yang tepat. Shiddiq mencontohkan beberapa negeri-negeri Muslim yang pernah mengalami fakta tersebut. “Misal di Palestina, gerakan Islam Hamas menang dalam pemilu tetapi kemudian diboikot. Di Aljazair ada partai FIS yang memenangkan pemilu juga kemudian dibatalkan hasil pemilunya. Di Turki ada partai Refah pimpinan Erbakan memenangkan pemilu tapi kemudian hasil pemilu dibatalkan dan partai Refah dibubarkan. Dan kejadian di Mesir ketika terpilih presiden Mursi yang kemudian dikudeta oleh militer yang dipimpin As Sisi. Ini menunjukkan fakta-fakta sejarah yang bisa kita ambil pelajaran bahwa jalan demokrasi bukan jalan yang tepat dan memang sifat dasar demokrasi itu tidak cocok dengan Islam,” jelas KH Shiddiq selaku pembicara yang memaparkan materi Islam Rahmatan Lil ‘Alamin Hanya Akan Terwujud Dalam Khilafah. (http://hizbut-tahrir.or.id/2016/07/27/inilah-dua-alasan-hizbut-tahrir-tidak-menggunakan-jalan-demokrasi/)
HTI lupa, bahwa sistem politik itu
tergantung bagaimana rakyat menggunakannya. HTI itu gelap mata, mereka
ingin mendirikan Khilafah dikarenakana itu dianggap sistem terbaik dan
sistem yang paling sempurna. Mereka menjelaskan kemajuan Islam dalam
sistem khilafah, tetapi mereka lupa, tatkala ada khilafah, di sana pun
terdapat permasalahan-permasalahan. Misalnya, Usman bin Affan sendiri
terbunuh dengan rakyatnya sendiri dan tidak diketahui siapa pembunuhnya.
Ali bin Abi Thalib pun menjadi sasaran kaum Khawarij dan di bunuh oleh
Abdurrahman bin Muljam. Bahkan tatkala Ali bin Abi Thalib memimpin,
terjadi peperangan antar sahabat, perang Shiffin yang dipimpin oleh
Muawiyah dan perang Jamal yang di pimpin oleh Aisyah dan Zubeir. Pasca
wafatnya Ali, Hasan bin Ali terpilih menjadi khalifah. Hasan menyerahkan
kekuasaan itu kepada Muawiyah, agar umat Islam tidak larut dalam
perang. Ternyata, Muawiyah justru mempersiapkan putra mahkota yaitu
Yazid bin Muawiyah, anaknya sendiri. Muawiyah meniru konsep kerajaan
Byzantium, hingga dari Muawiyah sampai terakhir Turki Usmani, semua
berbentuk kerajaan meskipun namanya khilafah.
HTI juga menolak nasionalisme, di kutip dari web HTI,
Bahkan bagi siapa saja muslim yang berfikir cemerlang, tentu akan berkesimpulan bahwa Nasionalisme tak hanya merupakan ide yang keliru yang hanya membuat Indonesia jalan di tempat. Lebih dari itu, Nasionalisme adalah ide khusus yang digunakan untuk menyekat-nyekat kesatuan kaum Muslimin sehingga tercerai-berai satu dengan yang lainnya. Dalam sejarahnya, Nasionalisme tumbuh di Barat bersamaan dengan ide-ide semacam Sekularisme, Kapitalisme dan Demokrasi. Nasionalisme secara khusus digunakan untuk menghancurkan pertahanan dan soliditas kaum muslimin sebagai sebuah kesatuan dalam Negara Khilafah. Pada sekitar abad 18, kaum kafir Barat menyusupkan ide Nasionalisme ke berbagai negeri di penjuru Khilafah lewat sekolah-sekolah misionarisnya. Mereka menyulut api perpecahan dan membuat goyah stabilitas Negara Khilafah. Hingga singkat kisah, akhirnya Khilafah runtuh pada tahun 1924 dan membuat kaum Muslimin tercerai berai ke dalam lebih dari 50 Negara Bangsa. Tanpa persatuan, kaum Muslimin pun bagai buih di lautan. Mereka diombang-ambing oleh ‘dewa angin’ yang tak lain para Kapitalis Barat. Berbagai arah dan kebijakan Negara dipaksa untuk mengikuti kemana Ideologi Kapitalisme hendak berjalan. (http://hizbut-tahrir.or.id/2014/08/19/ilusi-kebangkitan-ala-nasionalisme/)
HTI lupa bahwa nasionalisme sudah ada
sejak Nabi Muhammad berdakwah. Tatkala Nabi Muhammad sampai ke Madinah,
Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian antara kaum ansor dan muhajirin,
muslim dan non muslim untuk sama-sama menjaga Madinah dari serangan
Quraisy. Dalam Pasal 44 “Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam
menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah)” ini membuktikan bahwa Nabi
Muhammad adalah orang yang sangat nasionalis dan bertekad melindungi
Madinah. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh para pejuang Islam dari NU
dan Muhammadiyah untuk menghancurkan penjajah dengan meningkatkan rasa
nasionalisme. Bahkan KH. Hasyim Asyari berpendapat bahwa Nasionalisme
bagian dari agama dan agama bagian dari nasionalisme.
Di beberapa Negara sendiri HTI telarang di
larang seperti di Arab Saudi, Yordania, Irak dan lain-lain. Kelompok
mereka dianggap kelompok saparatis. Karena HTI menolak Pancasila,
demokrasi dan nasionalisme yang menjadi hukum dan falsafah Negara, maka
seharusnya di Indonesia HTI juga harus di larang. Jangan sampai
Indonesia terpecah belah karena doktrin-doktrin mereka.
KOMENTAR