wartantt.com, SIKKA - Bonus
Demografi yang dinikmati sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk
produktif dimana jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai angka
sekitar 70%, sedangkan angka penduduk yang tidak produktif (usia <14 dan
usia >65 tahun) sekitar 30% dalam
evolusi kependudukan suatu wilayah, menuntut pemerintah Kab. Sikka juga ikut
berbenah.
Perwakilan BKKBN Propinsi NTT bekerjasama dengan Dinas
Pengendalian Penduduk, KB, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(DP2KBP3A) Kabupaten Sikka, Rabu (5/4/2017) menggelar Orientasi Program
Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Kabupaten
Sikka bertempat di gedung SCC, Jln. Jend A Yani Kecamatan Alok Timur.
Kabid Advokasi, Penggerakan dan Informasi pada Perwakilan BKKBN Propinsi NTT, Marianus Mau Kuru,
SE, MPH mengatakan “Hasil proyeksi BPS dan Bappenas menunjukkan bahwa Propinsi
NTT sampai dengan Tahun 2035 belum bisa mendapatkan bonus demografi karena angka beban ketergantungan (dependency ratio) penduduk NTT saat ini berkisar 73/100 artinya 100 orang
penduduk usia produktif harus menanggung beban hidup 73 orang penduduk usia non
produktif sedangkan menurut teori demografi, ideal angka ketergantungan
penduduk adalah sebesar 44/100.
Faktor pemicu NTT belum mendapatkan bonus demografi adalah angka kelahiran
yang tinggi menyebabkan angka ketergantungan usia 0-14 Tahun yang cukup tinggi.
“Jika dalam masa sekarang kita gencar mensosialisasikan
program KB untuk mengendalikan angka kelahiran dan mengatur jumlah kelahiran
setiap keluarga serta penduduk usia produktif mendapatkan pekerjaan yang laiak
dan pendapatan yang sah, maka dipastikan bonus demografi NTT akan dicapai”
ujarnya.
Marianus melanjutkan “telah dikeluarkan surat edaran oleh
Gubernur NTT menunjuk surat Kemendagri yang ditujukan kepada seluruh
Bupati/Walikota agar dalam perencanaan pembangunan, mengalokasikan dukungan
dalam membangun Kampung KB, mengingat harapan Presiden RI agar di Tahun 2020
tidak ada lagi desa tertinggal”.
Kepada Warta NTT, Marianus menyampaikan “Program Kampung
KB harus dibangun bersama lintas sektoral sehingga ketertinggalan yang ada di
wilayah tersebut dapat diatasi, tentunya atas kerjasama dan dukungan dari semua
unsur baik Eksekutif-Legislatif dan Yudikatif di Kabupaten Sikka.
Kita harus sinergikan perencanaan pembangunan untuk
mendapatkan hasil yang baik dan saya yakin melalui kampung KB akan dicapai
penduduk tumbuh seimbang dan mencapai bonus demografi yang dimulai dari
pengembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) setiap keluarga yang sejahtera
dengan menjadikan keluarga sebagai sentral pembangunan disemua tingkatan”
ujarnya.
Hadir dalam kegiatan ini Wakil Ketua DPRD Sikka, Fransiskus
S Say, SE, Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM Kab. Sikka, Yohanes
Rana, S.Pd, beberapa pejabat Forkopimda serta undangan lainnya yang
berasal dari Kecamatan, Kelurahan/Desa serta Petugas Penyuluh Lapangan KB
(PPLKB) se-Kabupaten Sikka.
Yohanes Rana, S.Pd dalam sambutannya mewakili Bupati Sikka
berharap agar Dinas P2KBP3A Kab. Sikka segera memprogramkan kegiatan untuk
pelaksanaan Kampung KB di Desa/Kelurahan yang akan mewakili tiap Kecamatan di Kab.
Sikka melalui pemberdayaan potensi dan sumber daya yang ada serta kepada para
Camat agar berkoordinasi dengan Kepala Desanya masing-masing.
Kepada Petugas Penyuluh Lapangan (PPLKB) dirinya berharap
adanya integritas dalam bekerja melalui tekad, peningkatan kapasitas dan
keterampilan, serta mempunyai komitmen yang kuat untuk mensukseskan kegiatan
ini.
“Mari kita bergandengan tangan, meningkatkan sinergitas dan koordinasi
sehingga tujuan membangun Sikka yang mandiri dan sejahtera dapat terwujud” ujarnya.
Plt. DP2KBP3A Kab. Sikka, Constantia Tupa Arankoja, S.Sos
kepada WartaNTT menyampaikan
“Ada beberapa hal yang menjadi temuan dalam pelaksanaan program
kependudukan KB dan pembangunan keluarga dimana disuatu wilayah masih banyak
masyarakat yang belum memiliki akta kelahiran, Akta Perkawinan dan KTP, namun
hal ini telah dikomunikasikan kepada instansi terkait untuk ditindaklanjuti”.
Plt. DP2KBP3A Kab. Sikka menambahkan bahwa rencana kerja
dalam waktu dekat, tiap Kecamatan mengusulkan kepada DP2KBP3A Desa yang
dianggap menjadi sasaran program berdasarkan format pemetaan yang disediakan
dalam bentuk kriteria kampung KB dengan indikator utama yakni tingkat kelahiran
yang tinggi; peserta KB yang rendah; banyak yang drop out dari pendidikan; tingginya
kasus kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan terhadap anak, rendahnya kepemilikian
dokumen kependudukan, serta banyaknya keluarga pra sejahtera.
“Kita berharap agar pembangunan yang berwawasan
kependudukan dari, oleh dan masyarakat dapat terwujud, memang merupakan kerja
yang tidak mudah namun perlu ditingkatkan dari waktu ke waktu, serta dengan
masyarakat melihat bukti akan adanya perubahan, tentunya mereka akan
berpartisipasi dalam pembangunan namun komitmen kita sebagai aparatur juga
perlu” ujarnya.
Program Kampung KB sudah tersebar di 22 Kab/Kota di
wilayah NTT, dimana sesuai instruksi Pemerintah Pusat agar Tahun 2016 tiap Kab/Kota
wajib memiliki 1 Kampung KB namun dalam perkembangannya di NTT jumlahnya
meningkat akibat beberapa Kepala Daerah merasa program ini cocok diterapkan di wilayahnya
sehingga total Kampung KB di NTT Tahun 2016 sebanyak 53 kampung dan di Tahun
2017 direncanakan dibentuk 1 Kampung KB di tiap Kecamatan. (Kris Kris)
KOMENTAR