wartantt.com, SABU RAIJUA - Garam dari Kabupaten Sabu Raijua,
Nusa Tenggara Timur kini mulai menjadi rebutan beberapa wilayah di luar
NTT. Di antara wilayah yang kini menjadi tujuan garam dari Sabu Raijua
yakni Surabaya dan Makasar. Pengangkutan garam pun yang menggunakan Tol
Laut serta kapal barang.
“Sudah ada kapal yang angkut garam dengan tujuan Pontianak. Kapal Tol Laut itu sandar di dermaga Seba untuk mengangkut sekitar dua ribu ton garam curah,” kata Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome.
Bupati Sabu Raijua memaparkan, ada perbedaan hasil produksi garam di pulau Sabu dengan garam di Raijua. Di pulau Raijua produksi garam berkisar antara 45-50 ton per hektar setiap bulannya. Hal ini terjadi karena suhu panas yang ada di Raijua lebih dari yang ada di Pulau Sabu. Demikian juga dengan kondisi angin. Kedua hal ini yang menyebabkan produksi garam di pulau Raijua lebih banyak bila dibandingkan dengan yang ada di Pulau Sabu.
Bupati Dira Tome memaparkan kalkulasinya, jika lahan 500 hektar berproduksi dengan rata-rata jumlah produksi berkisar 45-50 ton per hektar, dikalikan dengan 9 bulan masa produksi, maka ada 225.000 ton garam yang dihasilkan dari pulau Raijua. Dengan harga penjualan terendah Rp 550 ribu per ton, setidaknya sudah meraih penghasilan Rp 123, 75 miliar.
“Permintaan garam curah dari Sabu cukup tinggi namun ada kendala angkutan dan cuaca yang sering tidak stabil. Kami merasakan benar keuntungan transportasi Tol Laut maupun kapal barang yang memang sengaja datang untuk mengangkut garam,” paparnya.
Dira Tome menekankan, saat ini permintaan garam Sabu Raijua, cukup tinggi terutama dari Pontianak dan Surabaya. “Tapi kami terkendala dengan angkutan serta sarana seperti dermaga yang belum bisa disinggahi kapal bermuatan besar,” ungkapnya.
Dira Tome juga menjelaskan pihaknya telah meminta kepada pemerintah pusat agar dermaga yang ada di Sabu Raijua dikembangkan. Dengan panjang dermaga yang ada saat ini tidak memungkinkan kapal besar untuk sandar dan memuat komoditi dalam jumlah besar.
“Dermaga yang ada ini tidak bisa untuk kapal besar. Kalaupun dipaksakan, maka kapal bisa karam karena dermaganya terlalu dangkal,” katanya.
Dira Tome juga mengundang Menteri Kelautan dan Perikanan maupun Presiden Joko Widodo untuk datang ke Sabu Raijua untuk melihat pengembangan garam maupun rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat saat ini.
“Kami mengundang Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan maupun Pak Presiden untuk berkenan datang ke Sabu Raijua,” harapnya.
Sementara itu, Theo Litaay, Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden menyatakan rasa syukurnya terkait pemanfaatan transportasi laut untuk mengakut panen garam.
“Ini menjadi bukti bahwa program Tol Laut mendorong pertumbuhan ekonomi local,” kata Theo.
“Sudah ada kapal yang angkut garam dengan tujuan Pontianak. Kapal Tol Laut itu sandar di dermaga Seba untuk mengangkut sekitar dua ribu ton garam curah,” kata Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome.
Bupati Sabu Raijua memaparkan, ada perbedaan hasil produksi garam di pulau Sabu dengan garam di Raijua. Di pulau Raijua produksi garam berkisar antara 45-50 ton per hektar setiap bulannya. Hal ini terjadi karena suhu panas yang ada di Raijua lebih dari yang ada di Pulau Sabu. Demikian juga dengan kondisi angin. Kedua hal ini yang menyebabkan produksi garam di pulau Raijua lebih banyak bila dibandingkan dengan yang ada di Pulau Sabu.
Bupati Dira Tome memaparkan kalkulasinya, jika lahan 500 hektar berproduksi dengan rata-rata jumlah produksi berkisar 45-50 ton per hektar, dikalikan dengan 9 bulan masa produksi, maka ada 225.000 ton garam yang dihasilkan dari pulau Raijua. Dengan harga penjualan terendah Rp 550 ribu per ton, setidaknya sudah meraih penghasilan Rp 123, 75 miliar.
“Permintaan garam curah dari Sabu cukup tinggi namun ada kendala angkutan dan cuaca yang sering tidak stabil. Kami merasakan benar keuntungan transportasi Tol Laut maupun kapal barang yang memang sengaja datang untuk mengangkut garam,” paparnya.
Dira Tome menekankan, saat ini permintaan garam Sabu Raijua, cukup tinggi terutama dari Pontianak dan Surabaya. “Tapi kami terkendala dengan angkutan serta sarana seperti dermaga yang belum bisa disinggahi kapal bermuatan besar,” ungkapnya.
Dira Tome juga menjelaskan pihaknya telah meminta kepada pemerintah pusat agar dermaga yang ada di Sabu Raijua dikembangkan. Dengan panjang dermaga yang ada saat ini tidak memungkinkan kapal besar untuk sandar dan memuat komoditi dalam jumlah besar.
“Dermaga yang ada ini tidak bisa untuk kapal besar. Kalaupun dipaksakan, maka kapal bisa karam karena dermaganya terlalu dangkal,” katanya.
Dira Tome juga mengundang Menteri Kelautan dan Perikanan maupun Presiden Joko Widodo untuk datang ke Sabu Raijua untuk melihat pengembangan garam maupun rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat saat ini.
“Kami mengundang Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan maupun Pak Presiden untuk berkenan datang ke Sabu Raijua,” harapnya.
Sementara itu, Theo Litaay, Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden menyatakan rasa syukurnya terkait pemanfaatan transportasi laut untuk mengakut panen garam.
“Ini menjadi bukti bahwa program Tol Laut mendorong pertumbuhan ekonomi local,” kata Theo.
KOMENTAR