Kupang. Sejumlah aktivis, budayawan, dan akademisi
membentuk wadah perjuangan bernama Jangan Ganggu Indonesiaku (Jaga
Indonesia) untuk mencegah dan menanggulangi radikalisme dan intoleransi
yang dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan RI.
Salah satu penggagas Jaga Indonesia, Boedi Djarot, mengatakan,
wadah ini bukan organisasi masyarakat melainkan merupakan program
dukungan (supporting programe).
"Jaga Indonesia adalah gerakan yang siap secara mental dan fisik merajut kembali nilai-nilai budaya luhur bangsa yang terkoyak oleh perilaku politik kelompok tertentu yang mengedepankan radikalisme dan intoleransi, dan mengancam keutuhan NKRI dengan berniat menjadikan Indonesia sebagai negara khilafah," kata Boedi dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Jumat (9/6).
Boedi menegaskan, organisasinya tidak akan membenarkan segala bentuk perilaku politik yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 bisa hidup di lndonesia.
"Tidak ada kompromi dan toleransi terhadap perjuangan politik apapun yang ingin menggantikan Pancasila dan UUD 45 dengan ideologi lain dan sistem pemerintahan apapun," tegasnya.
Pendiri lainnya, Mohamad Sobary, mengakui nama "Jaga Indonesia" dipilih dengan sangat serius. Dia berharap, gerakan Jaga Indonesia dengan semboyan"Jangan Ganggu Indonesiaku" bukan sekadar kata-kata manis di bibir. Di mata Sobary, salah satu gangguan dan ancaman besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia adalah gerakan radikalisme yang mengatasnamakan Islam. Mereka menebarkan kebencian terhadap agama lain dan melakukan kekerasan untuk memaksakan kehendak.
Jaga Indonesia menyatakan dukungan kepada langkah pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi itu dianggap berpaham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan prinsip-prinsip kebangsaan.
Peneliti senior Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, yang juga inisiator Jaga Indonesia, mengatakan, penanaman Pancasila sebagai dasar negara melalui sistem pendidikan dan kebudayaan merupakan salah satu cara efektif untuk menangkal gerakan radikalisme.
"Peran Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP PIP) yang dibentuk Presiden Jokowi harus menjawab permasalahan tersebut. Tantangan terbesarnya adalah melakukan penbinaan terhadap kelompok organisasi radikal yang sudah militan secara ideologis," katanya.
"Jaga Indonesia adalah gerakan yang siap secara mental dan fisik merajut kembali nilai-nilai budaya luhur bangsa yang terkoyak oleh perilaku politik kelompok tertentu yang mengedepankan radikalisme dan intoleransi, dan mengancam keutuhan NKRI dengan berniat menjadikan Indonesia sebagai negara khilafah," kata Boedi dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Jumat (9/6).
Boedi menegaskan, organisasinya tidak akan membenarkan segala bentuk perilaku politik yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 bisa hidup di lndonesia.
"Tidak ada kompromi dan toleransi terhadap perjuangan politik apapun yang ingin menggantikan Pancasila dan UUD 45 dengan ideologi lain dan sistem pemerintahan apapun," tegasnya.
Pendiri lainnya, Mohamad Sobary, mengakui nama "Jaga Indonesia" dipilih dengan sangat serius. Dia berharap, gerakan Jaga Indonesia dengan semboyan"Jangan Ganggu Indonesiaku" bukan sekadar kata-kata manis di bibir. Di mata Sobary, salah satu gangguan dan ancaman besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia adalah gerakan radikalisme yang mengatasnamakan Islam. Mereka menebarkan kebencian terhadap agama lain dan melakukan kekerasan untuk memaksakan kehendak.
Jaga Indonesia menyatakan dukungan kepada langkah pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi itu dianggap berpaham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan prinsip-prinsip kebangsaan.
Peneliti senior Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, yang juga inisiator Jaga Indonesia, mengatakan, penanaman Pancasila sebagai dasar negara melalui sistem pendidikan dan kebudayaan merupakan salah satu cara efektif untuk menangkal gerakan radikalisme.
"Peran Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP PIP) yang dibentuk Presiden Jokowi harus menjawab permasalahan tersebut. Tantangan terbesarnya adalah melakukan penbinaan terhadap kelompok organisasi radikal yang sudah militan secara ideologis," katanya.
KOMENTAR