wartantt.com -- Tahun 2017 sebentar lagi akan berakhir. Selama setahun terakhir, kondisi pereokomian di Tanah Air mengalami peningkatan, meskipun pertumbuhannya belum sesuai yang diharapkan. Lalu, bagaimana dengan tahun 2018 yang merupakan tahun politik?
Tren pertumbuhan ekonomi ini tampaknya akan terus berlanjut. Optimisme ini mengemuka dalam acara Asian Insights Conference 2017 yang digelar oleh Bank DBS di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Selasa (21/11).
President Director Bank DBS Indonesia Paulus Sutisna, dalam sambutannya, mengatakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia belakangan ini cukup memperlihatkan kinerja yang positif, mengingat pada kuartal III tahun ini, pertumbuhan ekonomi di seluruh provinsi di Indonesia mencatatkan kinerja positif. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang dapat mendorong bangkitnya ekonomi di Asia.
“Melalui DBS Asian Insights Conference tahun ini, kami ingin menggarisbawahi bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan potensi dan kesempatan pertumbuhan ekonomi di 2018, di tengah berbagai pembangunan yang sedang berjalan di Indonesia.”
Tren Naik
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemeterian Keuangan Republik Indonesia Suahasil Nazara, yang tampil sebagai pembicara kunci dalam acara ini, menyebutkan bahwa tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil dan memberikan sinyal positif, mengingat Indonesia yang berada pada jalur pertumbuhan ekonomi yang membaik.
“Apabila kita yakin pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun ini berada pada angka 5,1%-5,2%, maka dapat diproyeksikan di 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka 5,4%,” paparnya.
Peningkatan ekonomi Indonesia tahun ini, lanjut Suahasil, merupakan hasil dari berbagai macam perbaikan yang dilakukan pemerintah, seperti perbaikan listrik di berbagai wilayah Indonesia, penekanan dwelling time, dan beberapa elemen lainnya yang dapat menjadi magnet bagi para pelaku ekspor impor.
“Oleh karena itu, ekonomi Indonesia pada 2018 diproyeksikan akan membaik, walaupun dengan beberapa resiko dan tantangan yang masih ada,” imbuhnya.
Bonus Demografi
Ekonom Muhammad Chatib Basri mengatakan Indonesia akan melewati bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia muda dan produktif akan melonjak, dan daya konsumsinya pun tinggi. Hal ini harus dimanfaatkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang saat ini telah mencapai 5% dan mempersiapkan negara kita dalam menghadapi Aging Population dimana populasi menua meningkat, tidak ada income bagi negara namun pengeluaran tetap harus dianggarkan.
“Kita harus optimis menghadapi tantangan perekonomian ini. Jika pertumbuhan ekonomi kita masih 5% dalam beberapa tahun ke depan, maka kita akan masuk kategori terlalu tua untuk menjadi kaya. Hal ini akan menjadi problem bagi negara di masa depan,” paparnya.
Terkait pertumbuhan ekonomi 2018, Chatib menilai kondisi ekonomi tahun depan akan lebih baik. Pasalnya, kondisi eksternal saat ini semakin baik dengan kembali naiknya harga komoditas.
“Saya melihat situasi eksternal cukup membantu kita dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik tahun depan. Alasannya, harga komoditas saat ini kembali naik; harga batubara sudah di kisaran US$ 90-an per ton dan palm oil (minyak sawit) di angka US$ 600-700 per metrik ton. Hal ini berimplikasi pada penerimaan pajak karena 60% dari ekspor kita itu berbasiskan pada komoditas energi,” papar Chatib.
Disi lain, lanjut Chatib, infasli cukup terkontrol sekitar 3,5%, lalu defisit neraca berjalan dibawah 2%. Dengan kondisi seperti ini, maka pertumbuhan eknomomi akan mencapai kisaran 5,1-5,2 %.
“5,4% mungkin agak sulit, butuh waktu. Tetapi kalau 5,2%,saya pikir bisa,” imbuh mantan Menteri Keuangan ini.
Sementara itu, Gundy Cahyadi – Economist DBS Group Research, memaparkan beberapa faktor sentimen global terhadap perekonomian Asia dan Indonesia. Seiring dengan membaiknya kondisi makroekonomi global, mendorong kinerja ekonomi di Asia, khususnya kinerja pasar saham Asia yang belakangan ini terlihat lebih aktraktif dibandingkan negara maju lainnya.
Selain itu, ASEAN, khususnya Indonesia terus mendorong laju iklim investasi dan konsumsi masyarakat, salah satunya dengan melakukan pelonggaran kebijakan moneter dengan memangkas suku bunga, di tengah adanya rencana the Fed yang akan menaikkan suku bunganya secara bertahap.
“Nilai tukar rupiah juga menunjukkan angka yang stabil, seiring peningkatan cadangan devisa serta kebijakan moneter dan fiskal yang solid membuat pasar obligasi Indonesia semakin atraktif. Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa fundamental ekonomi Asia cukup kuat terhadap sentiment global,” jelas Gundy.
“Tahun 2018, mata uang Dollar diperkirakan akan menguat terhadap semua mata uang dunia lainnya, tidak terkecuali Rupiah. Nilai tukar Rupiah pada 2018 diperkirakan berada di kisaran Rp 13.800, sedikit lebih tinggi dari patokan pemerintah sebesar Rp 13.500,” tutupnya.
Tahun Politik
Executive Director of Indonesian Politic Indicator and Research Institution of Indonesia Burhanuddin Muhtadi, mengatakan tahun 2018 Indonesia akan memasuki tahun politik dengan adanya 171 pilkada serentak dan persiapan pemilu serentak 2019.
“Suhu politik tahun 2018 tentu saja lebih menghangat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dengan adanya pilkada serentak 2018 dan persiapan Pemilu 2019. Banyak yang menilai politik di Indonesia cenderung tidak stabil. Namun, ini sejatinya hanyalah guncangan, bahkan kita selalu dapat menanganinya. Saya menilai gejolak politik ini tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena yang terpenting adalah persepsi positif masyarakat terhadap ekonomi itu sendiri,” ujarnya.
KOMENTAR