WartaNTT.com, Sabu Raijua – Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 81 Tahun
2025 tentang pengalokasian dana desa setiap desa, penggunaan dan penyaluran dana
desa tahun anggaran 2025, menimbulkan kekuatiran bagi 58 desa se-kabupaten Sabu
Raijua atas nasib penyaluran Dana Desa tahap II saat ini.
Kuatir
dengan dampak ikutan yang akan terjadi dimana mempengaruhi hubungan antara pemerintah
desa dengan masyarakat di seluruh wilayah Sabu Raijua, Ketua Persatuan
Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Sabu Raijua, Chandra Libert Riwu,
sampaikan keresahannya.
Kepada
WartaNTT, Rabu (3/12/2025) Chandra Riwu ungkapkan sejumlah fakta yang terjadi
di Sabu Raijua .
"Kami
prinsipnya mendukung penuh seluruh program pemerintah pusat dan daerah. Namun
kami cukup merasa sangat dirugikan dengan terbitnya PMK 81/2025 di akhir tahun anggaran
2025 ini" ujarnya diawal.
"Bagi
kami ini punya konsekuensi dibenturkan antara perangkat desa dan
masyarakat".
"Mengapa
demikian, karena di dalam PMK 81 secara tegas sampaikan non earmark tidak
disalurkan bagi desa-desa yang syarat penyalurannya belum lengkap sampai dengan
17 September 2025".
Diterangkannya
pula "Khusus di Sabu Raijua, mayoritas desa tidak bisa salurkan non earmark
tahap II nya. Sementara dalam non earmark sendiri ada honor bagi kader, honor
guru PAUD, ada upah pekerja fisik, dan belanja bahan pekerjaan fisik yang
pekerjaan tersebut diluar dari program prioritas yang ditentukan oleh
pemerintah pusat tetapi menjadi prioritas di kalangan warga, karena itu sesuai
dengan kebutuhan warga".
"Mengapa
disebut prioritas masyarakat, karena tidak semua yang ditentukan oleh
pemerintah pusat menjadi prioritas di semua daerah khususnya di Sabu
Raijua" ungkapnya.
Diapun
menjelaskan prosedur yang telah dilalui selama ini. Menurut Chandra kegiatan
ini diputuskan dalam sebuah musyawarah desa serta dianggarkan dan masuk dalam
kategori non earmark.
"Contohnya jalan usaha tani merupakan program prioritas pemerintah, namun jalan lingkungan
tidak masuk program prioritas pemerintah. Sehingga pekerjaannya (jalan
lingkungan) masuk anggaran non earmark".
Menurut
Chandra, persoalan keterlambatan di setiap daerah berbeda. Dimana keterlambatan
tidak bisa selalu disalahkan kepada desa karena beban kerjanya berbeda, jumlah
perangkat desanya berbeda, serta SDM juga bervariasi.
"Hal
ini yang kurang dilihat pemerintah pusat".
"Kondisi
kita di Sabu Raijua juga mayoritas desanya diisi oleh Pj Kades. Dimana
pergantian Pj Kades terjadi di awal tahun anggaran dengan kondisi terdapat desa
yang sudah penetapan RKPDes dan ada yang sudah penetapan APBDes.
"Hal-hal
ini juga ikut pengaruhi percepatan penyerapan APBDes nya".
“Belum
lagi persyaratan penyalurannya juga berbeda antar daerah” sambungnya pula.
"Hasil
diskusi kami dengan PPDI daerah lainnya ternyata ada perbedaan syarat
penyalurannya. Ini juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan
penyerapan" ujarnya.
Sekretaris
Desa Raeloro, Kecamatan Sabu Barat inipun ungkapan jika PMK 81 Tahun 2025
menjadi perbincangan hangat perangkat desa di Sabu Raijua.
"Pembahasan
ini juga sudah berlangsung sejak 28 November lalu. Kami juga tentu akan ambil
sikap sebagai organisasi".
"Sambil
mengikuti dinamika nasional di Jakarta, kami juga tentu akan ambil langkah.
Mengingat Pemkab Sabu Raijua juga sedang berupaya agar anggaran tahap II
tertunda ini bisa dicairkan".
Diapun
berharap hal ini mendapatkan respon dari pemerintah pusat sehingga roda
pemerintahan dapat berjalan baik.
“Harapan
kami dari PPDI Sabu Raijua agar mendapatkan solusi terbaik yang tidak merugikan
masyarakat di semua desa yang ada”.
“Kami
berharap PMK 81 ini dicabut dulu. Penerapannya bisa dilakukan di Tahun 2026.
Biarkan saja dulu anggaran tahun 2025 ini berjalan hingga tuntas. Ini harapan kami kepada pemerintah pusat" ujarnya. (DeW)






KOMENTAR