Daya tarik undangan dari sebuah yayasan di Israel, menggoda habis calon Ketua Komisi Pemberdaya Perempuan MUI, Istibsyaroh. Ia pun bersama sekelompok delegasi lainnya diketahui berkunjung ke Israel beberapa waktu lalu dengan tujuan berziarah ke Masjid Al Aqsa. Sepintas lalu, perjalanan wisata Istibsyaroh itu wajar-wajar saja. Namun ketika ia bertemu dengan Presiden Israel Reuven Rivlin, gegarlah para pemuja MUI di tanah air.
MUI sendiri terlihat sangat malu atas kunjungan Istibsyaroh itu. Selama ini MUI termasuk lembaga yang sangat getol menentang Israel dan mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Namun ketika salah seorang unsur pejabatnya bertemu dengan pejabat tinggi Israel, runtuhlah nama baik MUI itu. MUI sekarang bak kebakaran jenggot dan sibuk berkoak-koak di media hendak menyelidiki kunjungan Istibsyaroh itu.
Pertemuan Istibsyaroh dengan Presiden Reuven jelas menampar wajah MUI. Beberapa pertanyaan kemudian muncul terkait dengan pertemuan itu. Pertama, mengapa Istibsyaroh berani pergi ke Israel tanpa sepengetahuan MUI? Kedua, sadarkah Istibsyaroh bahwa dirinya sebagai calon pejabat MUI akan menjadi sasaran empuk para agen Mossad untuk menjebaknya? Ketiga, sadarkah Istibsyaroh ketika ia dan delegasinya digiring untuk bertemu dengan Presiden Reuven?
Jawaban pertanyaan pertama menjadi aneh jika Istibsyaroh berkunjung ke Israel atas kunjungan pribadi. Para agen Mossad yang mencium kedatangan Istibsyaroh itu tidak akan mau mempertemukan Istibsyaroh dengan Reuven jika hanya kunjungan itu bersifat pribadi. Saya yakin, kunjungan Istibsyaroh itu dilakukan dengan diam-diam dan sepengetahuan MUI. Hal ini terbukti adanya beberapa orang yang lain bersama Istibsyaroh. Bisa jadi pertemuan itu bersifat sangat rahasia untuk membujuk Israel mengakui kemerdekaan Palestina.
Jika jawaban pertama benar bahwa pertemuan itu sangat bersifat rahasia, maka pertanyaan yang kedua apakah Istibsyaroh sadar bahwa dirinya menjadi sasaran empuk agen Mossad untuk menjebaknya menjadi tidak relevan. Umat Islam di Indonesia pasti paham bahwa siapapun yang akan berkunjung ke Israel pasti akan dicium oleh agen-agen Mossad. Hal yang sama berlaku bagi Istibsyaroh. Ia pasti paham bahwa berkunjung ke Israel pasti dicium oleh agen-agen Mossad. Kunjungan Istibsyaroh sengaja dirancang penuh rahasia.
Jawaban pertanyaan ketiga menjadi semakin lucu ketika Istibsyaroh memberi keterangan di media bahwa ia tidak tahu akan bertemu dengan Presiden Reuven. Ini jelas jawaban aneh. Istibsyaroh bukanlah anak-anak yang mudah digiring dan dicokok hidungnya ketika ia akan digiring untuk bertemu dengan pejabat Israel. Jawaban ketidaktahuan Istibsyaroh menjadi relevan jika ia mencoba untuk menutupi rasa malu MUI yang telah ditampar oleh Israel itu.
Jawaban pertanyaan itu sangat sederhana. Israel lebih beruntung mempublikasikan foto pertemuan itu ketimbang menyimpan rahasianya erat-erat. Mengapa? Jelas untuk menampar MUI yang akhir-akhir ini menjadi biang kerok aksi-aksi radikalisme di Indonesia dengan fatwa-fatwa kontroversialnya. Apalagi Israel paham bahwa pemerintahan Jokowi lagi sedang kurang nyaman dengan berbagai kebijakan MUI selama ini.
Dengan mempublikasikan foto pertemuan Istibsyaroh dengan MUI, berarti Israel turut mendukung pemerintah untuk memerangi aksi-aksi intoleran sekaligus memukul mundur MUI yang nyatanya bermuka dua alias munafik. Di depan sangat menentang Israel, namun di belakang diam-diam bermesraan dengan Israel. Jika aksi-aksi radikalisme di Indonesia dapat dikurangi, maka aksi-aksi penentangan Israel juga akan semakin berkurang.
Rizieq Serak, Demo Makin Menipis
Demo FPI hari ini, Senin 23 Januari 2017 cukup menarik. Rizieq terlihat tetap berisik namun sebetulnya suaranya sudah mulai serak dan sesak. Para pendemo sebelumnya yang pernah berjumlah 7 juta (hitungan alay dan lebay) kini tinggal seupil alias hanya 1.000-1.500 orang.
Padahal dari berbagai informasi dari media tentang demo membela Rizieq hari ini, dipimpin langsung oleh Ketua GNPF-MUI, Bachtiar Nasir yang belangnya terbongkar memberikan bantuan kepada teroris di Suriah. Pentolan lainnya yang katanya ikut bergabung, Muhammad Al-Khattot alias Muhammad Gatot (caleg gagal dari PBB).
Demo membela Rizieq juga memunculkan Sekjen FUI (Forum Umat Islam), Fahrurozi Ishaq (Gubernur Palsu) yang diangkat oleh FPI dan GMJ. Terdapat pula Munarman, yang kini sedang dilaporkan oleh masyarakat Bali. Namun tetap saja peserta demo tinggal seupil. Berita bahwa pejabat MUI ternyata ketahuan bertemu dengan Presiden Israel, telah membuat sadar masyarakat sikap munafik MUI.
Aksi peserta demo membela Rizieq yang semakin menipis, telah membuktikan bahwa ternyata aksi demo 411 dan 212 menjadi besar karena ada para penunggang kepentingan di belakangnya. Dua aksi demo besar itu menjadi membahana dengan pengerahan massa yang didanai oleh lawan-lawan politik Ahok.
Akhirnya menjadi terbukti bahwa ternyata FPI melambung namanya berkat kesan bahwa demo besar itu dipimpin oleh FPI. Namun setelah beberapa bulan berlalu, para peserta demo 212 tidak mau lagi menjadi tunggangan Rizieq-FPI untuk terus-terusan melambungkan namanya. Masyarakat kini sadar bahwa FPI telah memanfaatkan mereka dalam demo besar 411 dan 212.
Kini, di tengah banyak kasus yang datang bertubi-tubi akibat mulut harimaunya, Rizieq terlihat semakin lelah dan dan kewalahan. Ia memang tetap berisik namun suaranya semakin serak. Energinya semakin habis, sementara dananya semakin mengering. Bisa dipastikan bahwa demo membela Rizieq yang sebentar lagi resmi menjadi tersangka, ke depan saat dipanggil polisi, akan semakin sedikit dan tinggal beberapa ratus atau bahkan puluhan orang saja. Jika demikian siapa yang salah? Tanya kuran-kura.
KOMENTAR