WartaNTT.com, LEMBATA –
Data statistik Dinkes Lembata terhadap angka kasus HIV-AIDS yang terjadi di
Lembata terus bergerak naik, bahkan keadaan Januari s/d Februari 2020 sudah ditemukan
8 kasus baru.
Sejak
2008 hingga Februari 2020, penderita HIV-AIDS di Lembata capai 424 kasus, dimana untuk 3 tahun
terakhir yakni 2017 (53 kasus), 2018 (66 kasus) dan 2019 (56 kasus). Secara kumulatif,
sebanyak 147 ODHA telah meninggal dunia, dan 14 orang diketahui telah pindah
domisili diluar Lembata, sedangkan sisanya masih berada dalam wilayah 9
Kecamatan.
Kasus
HIV-AIDS di Lembata bahkan semakin mengkuatirkan. Data 3 tahun terakhir sejak
2017, dominasi Ibu Rumah Tangga menjadi pengidap terbanyak HIV-AIDS dengan 67
kasus, termasuk 4 kasus baru diawal tahun 2020.
Lebih
mencengangkan lagi, banyak pelajar dari tingkat SLTP hingga SLTA baik pria
maupun wanita ketagihan konten porno bahkan mencoba sendiri sensasi petualangan
seks bebas sangat beresiko.
Puncak
tragisnya, perbuatan amoral dan immoral yang terus meningkat tersebut semakin
parah. Lokasi wisata religi kebanggaan di Kota Lewoleba “Bukit Doa-Watomiten”
juga dijadikan lokasi empuk untuk maksiat.
Hal
tersebut terungkap dalam Rapat
Koordinasi Penanggulangan HIV-AIDS, Rabu
(04/03/2020) yang diselenggarakan Bagian Kesra Setda Lembata, dihadiri Wakil Bupati
Lembata, pimpinan OPD terkait, KPAD, WPA, instansi terkait, para Kepala Sekolah
SMP dan SLTA se-Kecamatan Nubatukan.
Kornelia Nugi Baon, SKM dari KPAD Lembata mengatakan “Sejak Tahun 2018 terdapat 3 pelajar di Lembata terinfeksi HIV-AIDS. Hingga saat ini usaha PUB/Karaoke yang ada di Lembata belum berizin. Usaha tersebut tetap bertahan karena banyaknya orang yang berkunjung termasuk pelajar”.
Kornelia Nugi Baon, SKM dari KPAD Lembata mengatakan “Sejak Tahun 2018 terdapat 3 pelajar di Lembata terinfeksi HIV-AIDS. Hingga saat ini usaha PUB/Karaoke yang ada di Lembata belum berizin. Usaha tersebut tetap bertahan karena banyaknya orang yang berkunjung termasuk pelajar”.
“Pengawasan
terhadap anak setelah anak pulang sekolah menjadi tanggung jawab ortu, tidak benar
jika pemerintah disalahkan,
agar hal ini
menjadi perhatian bersama” ujarnya.
Duta
Waria Intelijensia asal Lembata, Nefri Eken yang akrab disapa
Ma’ne juga secara gamblang mengutarakan fakta yang terjadi di Lembata.
“Lokasi
mangkal dan maksiat dalam wilayah Kota Lewoleba yang didatangi pelajar itu di halaman
eks Kantor Bupati, pekuburan
umum Komak, wilayah Lusikawak, pantai
Harnus, BCL, Bukit Doa, muara Pantai SGB Bungsu dan di Kantor
Bupati Lembata saat hari libur”.
“Saat ini dikalangan Pelajar di Lembata sudah ada sex online-Kala Ganti yang awalnya muncul di Hadakewa namun sekarang sudah
beredar di Lewoleba, bahkan gurunya
diundang masuk dalam grup tersebut. Sudah ada mucikari terselubung dimana terdapat
rumah masyarakat yang dipakai sebagai jasa sex yang disewa pelajar”.
“Persoalan yang terjadi di Lembata bahwa Pelajar menjajakan sex bukan karena faktor materi saja karena dijanjikan diberikan sesuatu barang, namun karena adanya rasa kenikmatan”.
“Persoalan yang terjadi di Lembata bahwa Pelajar menjajakan sex bukan karena faktor materi saja karena dijanjikan diberikan sesuatu barang, namun karena adanya rasa kenikmatan”.
“Ada kejadian
pelajar
wanita melakukan hubungan
sex bebas dengan tukang ojek. Pelajarnya bilang begini, Bapak ojek saya, kasih saya uang Rp. 50 ribu,
baru Bapak
naik (setubuhi) saya. Kejadian tersebut terjadi di selokan" ujarnya sedih.
“Saya harap SatpolPP lakukan patroli penertiban PSK jalanan dan lokasi maksiat, namun terkadang informasi
bocor duluan karena yang bertindak sebagai penikmat adalah oknum SatpolPP yang
baru maupun oknum Polisi baru. Karena ada rasa ketakutan kalau PSKnya tertangkap, maka akan bocorkan siapa-siapa SatpolPP dan Polisi yang sering memakainya” imbuhnya.
“Saya harap KPAD diberikan alokasi anggaran yang lebih besar oleh Pemerintah untuk optimalkan kinerja. KPAD harus menjadi mandiri guna
memudahkan jangkauan terhadap populasi kunci” ujarnya menambahkan.
Senada dengan Ma’ne, dr. Alma selaku Kepala VCT pada RSUD Lewoleba juga membeberkan fakta mengejutkan.
Senada dengan Ma’ne, dr. Alma selaku Kepala VCT pada RSUD Lewoleba juga membeberkan fakta mengejutkan.
“Saat ini
Kos-Kosan yang campur penghuni (Kos bebas) juga menjadi sasaran untuk
dilakukannya maksiat baik oleh pelajar
maupun orang dewasa.
“Maret 2019,
1 orang pelajar SMA di Kota Lewoleba mendatangi kami untuk
diperiksa
atas keluhan yang dialami, hasil diagnosis yang bersangkutan terjangkit HIV positif stadium 4 dan saat ini masih menjalani
perawatan intens”.
“Ada juga 1 orang PSK positf HIV yang diketahui berhubungan sex dengan anggota
Polres
Lembata dengan bayaran Rp. 1 s/d 2 Juta. Info yang kami peroleh PSK tersebut sudah pulang ke Makassar. Saya harapkan semua instansi termasuk Polisi menggelar pemeriksaan darah untuk antisipasi
penularan HIV-AIDS”.
Dirinya menambahkan “Pergaulan bebas di Lembata sangat beresiko, bahkan yang lebih mengherankan lagi ada anak dari oknum ASN yang berhubungan sex dalam
kamar
dengan pacarnya, disaat ortunya sedang berada di dalam rumah” ujarnya.
Sementara itu, Yuliana Atu perwakilan Perempuan Fenomenal Lembata mengatakan “Pergaulan bebas di Lembata tidak hanya dilakukan pelajar namun juga orang dewasa. Selama ini berbicara HIV orang bicara soal pekerja PUB, namun faktanya Ibu Rumah Tangga menjadi penyumbang penderita HIV tertinggi di Lembata”.
Sementara itu, Yuliana Atu perwakilan Perempuan Fenomenal Lembata mengatakan “Pergaulan bebas di Lembata tidak hanya dilakukan pelajar namun juga orang dewasa. Selama ini berbicara HIV orang bicara soal pekerja PUB, namun faktanya Ibu Rumah Tangga menjadi penyumbang penderita HIV tertinggi di Lembata”.
Perlu tanggung jawab moril bersama untuk
menekan lajunya angka penderita HIV-AIDS. Saya minta Pemerintah dapat mewajibkan setiap pekerja migran yang
kembali ke Lembata untuk dilakukan
pemeriksaan HIV-AIDS” ujarnya.
Kepala
Dinas Kesehatan Lembata, dr. Lucia
Sandra Gunadi Anggrijatno dalam
pemaparannya menyebutkan grafik kasus HIV-AIDS 3 Tahun terakhir (2017-s/d Feb 2020) berdasarkan
wilayah Kecamatan yakni Buyasuri (8 kasus), Omesuri (7 Kasus), Lebatukan (11 kasus), Ile Ape Timur
(14 kasus), Ile Ape (18 kasus), Nubatukan (95 kasus), Nagawutung (11 kasus),
Atadei (10 kasus), Wulandoni (6 kasus), dan dari luar kabupaten sebanyak 3
kasus. Khusus keadaan Januari s/d Februari 2020, wilayah Omesuri dan Ile Ape
Timur (2 kasus), Nubatukan (3 kasus) dan Wulandoni (1 kasus).
Sementara itu grafik pemeriksaan
eliminasi HIV-AIDS pada Ibu Hamil tahun 2019 terjadi peningkatan menjadi 2.702 orang, dimana diketahui 6 Bumil +HIV,
62 Bumil mengidap Sipilis, dan 87 Bumil mengidap Hepatitis B.
Wakil Bupati Lembata, Dr. Thomas Ola Langoday, SE.,M.Si yang hadir dalam kegiatan tersebut mengharapkan hal ini agar disikapi serius dan sedini mungkin.
Wakil Bupati Lembata, Dr. Thomas Ola Langoday, SE.,M.Si yang hadir dalam kegiatan tersebut mengharapkan hal ini agar disikapi serius dan sedini mungkin.
“Persoalan
utama kembali ke keluarga masing-masing, jika keluarga dapat edukasi anak dengan baik, maka persoalan ini dapat diminimalisir, namun
kenyataannya tidak demikian”.
“Perlu juga ditingkatkan antisipasi sikap penularan perilaku, dimana seorang penderita mencoba menyebarkan
HIV kepada lebih banyak orang lagi”.
“Jangan kita biarkan generasi Lembata menderita HIV-AIDS,
sementara orang lain dari luar daerah datang dan hidup dengan bahagia di
Lembata, sedangkan kita hidup sebagai penderita” ujarnya sedih.
Dirinya melanjutkan “Semua pihak harus kuatir dengan masa depan anak cucu. Jika generasi muda sudah terjangkit HIV maka masa depannya menjadi suram. Saya harap dihasilkan rekomendasi melalui kegiatan saat ini”.
Dirinya melanjutkan “Semua pihak harus kuatir dengan masa depan anak cucu. Jika generasi muda sudah terjangkit HIV maka masa depannya menjadi suram. Saya harap dihasilkan rekomendasi melalui kegiatan saat ini”.
“Dalam waktu
dekat seluruh ASN dan KSO melaksanakan pemeriksaan darah untuk identifikasi dan
mengekang sedini mungkin penyebaran HIV-AIDS. Saya harap kedepan digelar pemeriksaan darah bagi para guru dan pelajar. Jika
terinfeksi agar dicari solusi bersama sehingga tidak menyebar” ujarnya.
Peran pengawasan keluarga yang mulai memudar tanpa disadari merusak generasi
Lembata, mungkin 10 tahun kedepan jika semua pemangku kepentingan hanya berpangku
tangan, Lembata akan kehilangan generasi produktif yang sehat dan kuat untuk
membangun daerahnya sendiri. (Kris Kris)
KOMENTAR