Jakarta -- Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya buka mulut soal dugaan adanya tekanan yang ia berikan kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin, terkait fatwa atas dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Hal itu diungkap oleh kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat menuding Ketua MUI Ma'ruf Amin mendapat telepon dari SBY yang meminta MUI mengeluarkan fatwa soal ucapan Ahok yang mengutip surat Al Maidah ayat 51. Fatwa tersebut dikeluarkan pada Oktober 2016.
Lebih lanjut SBY menyatakan, bila penyadapan memiliki motif politik akan berbahaya. Dia mengingatkan skandal watergate yang menjatuhkan Presiden AS, Nixon.
“Saya soroti masalah itu. Kalau benar percakapan saya dengan Ma’aruf atau dengan siapa saja disadap tanpa dibenarkan undang-undang, itu namanya penyadapan ilegal,” kata SBY di Wisma Proklamasi, Jakarta, Rabu (1/3).
Lalu bagaimana dengan aturan penyadapan yang berlaku di Indonesia?
Penyadapan diatur dalam UU Telekomunikasi di Pasal 40 yang berbunyi "Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun."
Pelarangan yang dimaksudkan adalah memasang perangkat atau tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk mendapat informasi dengan cara tidak sah. 15 tahun jadi ancaman penjara maksimal untuk kasus penyadapan.
Sedangkan penyadapan berdasarkan UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) penyadapan masuk dalam istilah intersepsi.
Intersepsi atau penyadapan menurut UU ITE adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Namun tentunya unsur-unsur penyadapan harus terpenuhi, seperti tertuang di Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU ITE:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Di UU ITE ancaman penjara paling lama 10 tahun dengan denda Rp800 juta.
Pengecualian aturan penyadapan atau intersepsi diberikan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemnerantasan Korupsi.
Dikhususkan lagi, untuk KPK yang tertuang di Pasal 12 UU KPK disebutkan jika lembaga antirasuah itu berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan untuk melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Namun, di sana tak ada aturan soal prosedur penyadapan.
Perlu ditekankan pula, jika penyedapan berbeda dengan merekam (kamera rekorder, tape). Karena merekam tidak masuk dalam kategori adanya intersepsi alis tidak ada transmisi informasi elektonik yang diintersep.
Penyadapan dan Penegakan Hukum
Dari laman Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), tindakan penyadapan dijelaskan bahwa ketentuan Pasal 31 UU ITE mempunyai maksud:
Pertama, penegak hukum mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum.
Kedua, penyadapan yang dilakukan harus berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum.
Ketiga, kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka penegakan hukum harus ditetapkan berdasarkan UU.
Melihat dari rumusan Pasal 31 UU ITE tentang larangan penyadapan atau intersepsi di atas, ini menunjukkan bahwa selain pihak yang berwenang dalam rangka penegakan hukum, dilarang melakukan penyadapan. Jika penyadapan tersebut dilakukan dengan melanggar hukum, tentu tidak dapat digunakan sebagai bukti dalam persidangan.
Hakim Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 yang membatalkan Pasal 31 ayat (4) UU ITE berpendapat bahwa tidak ada pengaturan yang baku mengenai penyadapan, sehingga memungkinkan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.
MK berpendapat penyadapan merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak privasi yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. (pit)
KOMENTAR