Karangan bunga yang meramaikan Balai Kota,
perlahan-lahan mulai memenuhi Kantor Polda Metro Jaya. Sejumlah kantor
polisi juga dibanjiri oleh karangan bunga dengan pesan-pesan dan
motivasi yang mendukung aksi Kapolri, Pak Tito Karnavian di dalam
memerangi pemikiran anti-Pancasila.

Lagi-lagi hal ini menjadi sebuah pesan
tersembunyi dari para warga yang mulai muak dengan aksi-aksi intoleran
yang dilakukan oleh para laskar bani daster dan kaum bumi datar. Serupa
tapi tak sama, banjir karangan bunga di polda metro jaya juga dikirimkan
kebanyakan oleh anonim, dengan pesan-pesan yang nyeleneh dan lucu.
Ini menjadi ciri khas dari para silent majority
yang sempat disemangati oleh Pak Tito untuk terbuka dan lapor kepada
kepolisian jika ada tindakan anarkis dan intoleran. Sebagai kaum
intelektual, kita harus segera melawan proses radikalisasi yang
dilakukan oleh para ontalektual. Mayoritas tersebut tidak
bersuara melalui kalimat-kalimat takbir maupun berbau agama tertentu.
Mereka melakukan dengan semangat NKRI, bukan semangat membela agama
tertentu.

Sebagai orang-orang yang cerdas di dalam
melihat segala situasi politik, tentu kita harus bergerak tanpa henti.
Bergerak untuk melawan orang-orang yang tidak toleran dan bodoh di dalam
berpolitik. Inti dari tulisan di karangan bunga pun juga beragam. Mulai
bentuk dukungan kepada pihak kepolisian hingga dukungan terhadap NKRI.
Selain itu, ada juga karangan bunga yang meminta TNI dan Polri untuk
melawan intoleransi.
Mengapa teriakan melawan intoleransi
menjadi sangat keras diucapkan oleh karangan bunga yang mati? Apakah ini
bentuk ketakutan orang-orang kaum intelektual terhadap orang ontalektual? Bisa saja. Saya pun jika dihadapkan dengan kaum intoleran face to face,
tentu akan takut. Apa yang saya takutkan? Bukan kematian yang saya
takutkan, melainkan saya takut tidak bisa menuangkan pikiran saya di
dalam artikel ini.
Apa yang saya takutkan lagi? Beberapa
ketakutan adalah sebagai berikut. Pertama, ketakutan untuk tidak dapat
berpendapat lagi. Pendapat itu menjadi sebuah hal yang penting di dalam
kehidupan. Kedua, ketakutan tidak bisa berkontribusi lagi bagi bangsa
dan negara melalui tulisan. Ketiga, ketakutan saya terhadap kaum
intoleran yang ontaleran, mengekang pemikiran saya. Rasanya ini
merupakan ketakutan yang lumrah bukan?
Jadi dari karangan-karangan bunga yang
ada, kita melihat pesan-pesan positif yang menunjukkan ketakutan para
warga terhadap masa depan NKRI dengan dasar negara Pancasila yang sudah
berakar lama, hampir 75 tahun.

Berikut beberapa pesan kepada pihak kepolisian dan Pak Kapolri yang dikirimkan di dalam bentuk karangan bunga
- ‘Maju Terus. Pantang Mundur, Polri Pemersatu NKRI’ dengan nama pengirim Aliansi Masyarakat Cinta Damai.
- ‘Kalau Benar, Katakan Benar. Salah, Katakan Salah. Polri is The Best’ dengan nama pengirim Pembela Polri Selamanya.
- ‘Bhinneka Tunggal Ika, Pedoman Kami’ dengan nama pengirim Kami Yang Cinta Indonesia.
- ‘Tindak Penista Kafir, Mulut Besar, Tidak Punya Prestasi’ dengan nama pengirim Kami Yang Selalu Dikafirkan.
- ‘Berani karena benar, rakyat selalu dukung Polri’ dengan nama pengirim Rakyat Jelata Tapi Eksis.
Tentu karangan-karangan bunga yang mati
ini, kelak akan menjadi saksi bisu di dalam sejarah Indonesia, bahkan
dunia. Sejarah Indonesia akan mencatat bahwa sempat ada satu masa,
ketika para segerombolan kaum onta yang intoleran, dilawan dengan bunga.
Akan ada pula catatan sejarah mengenai Pak Ahok dan pihak kepolisian
yang begitu dicintai dan didukung rakyat, karena memperjuangkan hal yang
benar. Hal ini tentu akan menjadi bahan pelajaran PKn, di Indonesia.
Sejarah Dunia akan mencatat bahwa di
Indonesia pernah ada satu masa, ketika Indonesia dipimpin oleh presiden
yang jujur, merakyat dan sederhana. Pak Dhe Jokowi yang sekarang sudah
mendunia, menunjukkan bagaimana dengan kepala dingin, ia berhasil
memenangkan percaturan melawan kaum onta yang intoleran.

Sebagai warga negara yang baik, tentu kita
ingin catatan sejarah mengenai negara Indonesia akan menjadi kisah
terbaik yang pernah ada. Bayangkan jika para pembaca Seword sudah
berusia senja. Apa yang akan diceritakan kepada anak cucu kita, tentu
akan menjadi cerita yang indah. Sebut saja The Epic of Indonesia.
(Hans Sebastian -Seword)
KOMENTAR