(Denny Siregar) - Melihat video ceramah Habib Riziq
di Madinah, ada poin menarik yang dia sampaikan. "Islam di Indonesia ini terbagi
dua, yaitu Islam fundamentalis dan Islam tradisionalis. Sekarang ini kedua
Islam ini sedang di adu domba. Terbayang ketika Islam fundamentalis dan Islam
tradisionalis melebur jadi satu, maka Islam di Indonesia ini akan sangat
kuat".
Perkataan Habib Riziq persis
seperti apa yang sering saya sampaikan. Hanya bahasa HR kali ini bernada
ketakutan.
Kenapa? Karena HR sudah tahu,
siapa yang nanti akan jadi musuh besarnya. Layaknya virus, pasti ada anti
virus.
Dan -menurut saya- virus
radikal yang dibawa Islam fundamental hanya bisa dihadapi dengan Islam
tradisional. Ketika akhirnya kedua Islam itu berhadap-hadapan, maka sulit bagi
yang radikal memainkan "perang" yang selama ini mereka kuasai yaitu
fitnah.
Senjata fitnah untuk
menghancurkan karakter lawannya inilah yang selama ini menjadi andalan utama
mereka. Mereka memainkan tafsir ayat untuk menyerang pemimpin non muslim.
Mereka memainkan isu PKI untuk menghantam Jokowi dan jajaran pemerintahannya.
Tapi ketika para fundamentalis
ini berhadapan dengan kekuatan Islam besar tradisional, fitnah apa yang bisa
mereka lancarkan? Sama-sama Islam. Paling isu recehan seperti "penjaga
gereja" dan lain-lain.
Islam tradisional inilah yang
akan menjadi batu penghalang berkembangnya ideologi Islam fundamental yang condong
radikal. Masyarakat akan terbelah dua dalam menanggapi "pertarungan"
ke dua kubu ini, karena isu yang dipakai sama yaitu agama.
Lalu siapakah Islam tradisional
yang HR maksudkan? Tentu saja Nahdlatul Ulama yang secara turun temurun
menjaga adat dan budaya ke-Islaman di negeri ini. Islam tradisional inilah Islam
pertama di Indonesia, sedangkan yang fundamental baru-baru ini saja ada.
Antivirus radikal memang ada di
NU, dalam hal ini saya persempit lagi pengertiannya NU muda yang tergabung
dalam organisasi GP Ansor dan Banser. Dan sudah terbukti, Islam tradisional
berhadapan head to head dengan fundamental yang berbaju HTI. FPI dan lain-lain
di beberapa daerah. Istilah gaulnya adalah kaum sarungan vs kaum gamis.
Tidak ada lagi yang pantas
berhadapan dengan kaum radikal itu selain GP Ansor dan Banser. Bahkan dalam
kekuatan massa, Ansor dan Banser sejatinya jauh lebih kuat jika dilihat dari
jumlah anggotanya.
Hanya sayang sekali, Ansor dan
Banser kekurangan satu unsur utama saja dalam peperangan yaitu logistik.
Logistik inilah yang menjadi
masalah besar ketika Ansor dan Banser berhadapan dengan kaum radikal. Kubu
sebelah memang secara logistik kuat karena mereka ditopang dana dari para
politikus dan mafia yang mempunyai kepentingan pribadi.
Sedangkan Ansor dan Banser
sementara ini hanya patungan di internal mereka sendiri untuk berjuang.
Perbedaan kekuatan logistik ini jauh sekali. Makanya kita lihat si radikal ini
bisa mengerahkan sampai ratusan ribu massa, sedangkan Banser dan Ansor hanya
bisa maksimal ribuan saja.
Inilah yang seharusnya menjadi
perhatian pemerintah dan kita yang perduli. Seharusnya kita memperhatikan
logistik mereka yang sedang berperang, jangan sampai mereka kelaparan. Kalau
lapar, ideologi mereka mudah dibeli oleh lawan dan ini menjadi bahaya baru bagi
negara.
Sementara ini -dan mudah-mudahan
sampai negara ini masih berdiri- Banser dan Ansor masih militan. Kita harus
jaga mereka jangan sampai mereka kelelahan karena selain berjuang, mereka juga
harus berfikir tentang dapur dan kebutuhan pokok lainnya yang mendesak.
Caranya sederhana, ikuti pola
bergeraknya lawan. Anda yang pemilik perusahaan menengah dan besar, bisa
berpartisipasi untuk menyalurkan sebagian keuntungan perusahaan demi memenuhi
logistiknya mereka. Kalau selama ini anda memberi "uang keamanan"
untuk FPI misalnya supaya usaha jangan diganggu, mending kasih ke Banser dan
Ansor untuk menjaga perusahaan anda.
Bukan Banser dan Ansor mencari
uang, tapi seharusnya kitalah yang sadar diri, karena tanpa kekuatan mereka
sekarang ini, mungkin kita sudah tidak punya negara lagi.
Lalu dimana peran negara jika
kedua kekuatan Islam itu berhadap-hadapan?
Negara cukup menjadi penyeimbang
karena ketika negara menghantam yang radikal, mereka malah tumbuh besar dengan
isu "negara sudah dikuasai PKI dan Islam harus melawannya". Playing
victim adalah keahlian lain mereka selain fitnah dan propaganda.
Kalau kata Metallica, "Figth
fire with fire..".
Api yang sudah dikorbankan si
fundamentalis radikalis ekstrimis dengan sedikit kumis tipis dan jenggot
tebalis, sudah tidak bisa lagi dipadamkan dengan air.
Mereka tidak bisa diajak sopan
santun, karena malah menginjak-injak kewibawaan dan keutuhan bangsa kita. Mereka
maen propaganda, kita balas propaganda. Mau main intimidasi, balas lagi dengan
intimidasi. Hayo, mana yang lebih kuat.
"Jangan-jangan malah pecah
bentrokan yang lebih luas.."
Tidak. Karena Banser dan Ansor
sudah terbukti penjaga NKRI dan mereka mampu memainkan perannya dengan baik
supaya tidak rusuh.
Lagian -asal tahu saja- si
fundamentalis itu cuman gertak sambal aja. Mereka kambing yang mengaku singa.
Buktinya, ada yang digelari singa Rasulullah, tapi kabur ketakutan dengan
alasan umroh waktu dipanggil polisi.
KOMENTAR