wartantt.com -- Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) Siti Musdah Mulia menyebut agama masih menjadi salah satu tantangan dalam pemilu. Salah satunya ialah penggunaan agama untuk pemenangan politik. Menurutnya, agama diturunkan Tuhan untuk menjadi pedoman dalam kehidupan manusia sehingga tidak terlibat dalam aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai esensial agama. “Jangan atas nama kepentingan politik, semua dihancurkan karena perbedaan di antara kita. Tidak boleh gitu. Jangan menggunakan cara licik dengan menggunakan hoaks dalam memenangkan kepentingan, yang menurut saya, itu jangka pendek,” ujarnya saat Seminar Nasional bertajuk Agama dalam Pemilu 2019 Membangun atau Meruntuhkan di Jakarta, Kamis (14/12).
Lebih lanjut, ia
menyarankan agar agama digunakan secara positif dalam berpolitik dan
dikombinasikan dengan nilai dan pesan moral Pancasila. Maka itu, sambung
dia, kita harus berani mengatakan apabila ada hal yang bertentangan
dengan nilai Pancasila. Pancasila ialah ekstrak dari semua nilai agama
dan semua kepercayaan yang ada dan tumbuh di Indonesia. Mantan Menseskab
Andi Widjajanto dalam forum yang sama mengajak peserta seminar untuk
dewasa dalam berpolitik. Andi meminta, kalah atau menang, peserta dalam
kontestasi harus bersikap adil.
“Kita sebagai pemilih harus rasional, tidak boleh emosional, tidak boleh baperan. Menerjemahkan ide yang bisa dibawa ke depan,” kata Andi di Jakarta, Kamis (14/12). Andi menyampaikan masyarakat dihadapkan pada dua opsi politik, yakni politik harapan atau politik ketakutan. Ia menjelaskan, politik ketakutan ialah ide yang memisahkan satu kelompok masyarakat dengan yang lainnya. Idenya ialah intimidasi dan menonjolkan perbedaan yang memecah belah. Sebaliknya, politik harapan, sambung Andi, mencari cara untuk berkolaborasi meskipun berbeda sikap politik.
Merusak HAM
Mantan Ketua Komnas HAM M Imdadun Rahmat mengatakan kehadiran agama dalam kancah politik memang sebuah keniscayaan dalam 15 tahun terakhir. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia. “Forget religion, forget politic. Refleksi kami sebagai aktivis HAM, sudahlah kita tinggalkan agama dan cukup dengan norma yang universal. Ternyata dampaknya serius, agama lalu dipakai oleh sisi kanan untuk mengatakan bahwa HAM ialah musuh agama. Jadi, jangan biarkan agama dibajak suatu kelompok untuk merusak HAM,” ujar Imdadun.
Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI-AD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengatakan secara global ataupun di Indonesia, konflik yang murni agama tidak pernah ada. Begitu juga konflik yang terjadi antara Israel-Palestina. “Yang ada, perselingkuhan antara politik dan agama.” Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Pendeta Albertus Patty, mengatakan peran agama dalam politik tidak dilarang. Namun, bukan aturan pertikular yang menjadi domain pribadi, melainkan norma etik yang sebaiknya disumbangkan dalam politik. (X-6)
“Kita sebagai pemilih harus rasional, tidak boleh emosional, tidak boleh baperan. Menerjemahkan ide yang bisa dibawa ke depan,” kata Andi di Jakarta, Kamis (14/12). Andi menyampaikan masyarakat dihadapkan pada dua opsi politik, yakni politik harapan atau politik ketakutan. Ia menjelaskan, politik ketakutan ialah ide yang memisahkan satu kelompok masyarakat dengan yang lainnya. Idenya ialah intimidasi dan menonjolkan perbedaan yang memecah belah. Sebaliknya, politik harapan, sambung Andi, mencari cara untuk berkolaborasi meskipun berbeda sikap politik.
Merusak HAM
Mantan Ketua Komnas HAM M Imdadun Rahmat mengatakan kehadiran agama dalam kancah politik memang sebuah keniscayaan dalam 15 tahun terakhir. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia. “Forget religion, forget politic. Refleksi kami sebagai aktivis HAM, sudahlah kita tinggalkan agama dan cukup dengan norma yang universal. Ternyata dampaknya serius, agama lalu dipakai oleh sisi kanan untuk mengatakan bahwa HAM ialah musuh agama. Jadi, jangan biarkan agama dibajak suatu kelompok untuk merusak HAM,” ujar Imdadun.
Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI-AD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengatakan secara global ataupun di Indonesia, konflik yang murni agama tidak pernah ada. Begitu juga konflik yang terjadi antara Israel-Palestina. “Yang ada, perselingkuhan antara politik dan agama.” Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Pendeta Albertus Patty, mengatakan peran agama dalam politik tidak dilarang. Namun, bukan aturan pertikular yang menjadi domain pribadi, melainkan norma etik yang sebaiknya disumbangkan dalam politik. (X-6)
KOMENTAR