wartantt.com, JAKARTA -- Memasuki fenomena post truth ini,
pemerintah dan masyakarat harus bersinergi mengantisipasi maraknya
penyebaran ujaran kebencian dan berita palsu yang bisa memecah belah
masyarakat, terutama menjelang Pilkada dan Pemilu Serentak 2018-2019.
Simpulan itu tercetus dalam audiensi antara International Foundation
for Electoral Systems (IFES) dengan Deputi IV Kepala Staf Presiden Eko
Sulistyo di Bina Grha, Kantor Staf Presiden, Kamis, 1 Februari 2018.
“Masyarakat perlu diberikan pendidikan terkait masalah konten, penggunaan internet sehat dan literasi digital, khususnya dalam konteks pemilu,” kata Eko.
Sepakat dengan hal tersebut, Chief of Party IFES Indonesia David Ennis mengatakan bahwa ide dan saran yang disampaikan oleh Eko merupakan ide yang sangat baik. Ennis menekankan, perlunya perumusan strategi yang implementatif, termasuk dengan lembaga penyelenggara pemilu. “Peran bawaslu sangatlah penting dan harus aktif untuk menciptakan pemilu yang zero hoaks,” tegasnya.
Deputy Chief of Party IFES Indonesia Admira Salim mengutarakan bahwa IFES akan membantu mewujudkan penguatan literasi digital kepada masyarakat sipil, sehingga publik mampu membuat narasi yang seharusnya. “Selain kepada masyarakat, kami juga akan melakukan media training, agar jurnalis tidak ikut menyebarkan hate speech atau ujaran kebencian,” kata Admira.
Eko menegaskan, ujaran kebencian dan hoaks dapat dilawan dengan pembuatan konten. Saat ini, kekurangan masyarakat sipil adalah tidak ada yang menciptakan narasi atau konten yang benar.
“Akibatnya, masyarakat jenuh mendengar konten yang berhubungan dengan fanatisme dan partisan,” urainya.
Padahal, Eko memaparkan, sebetulnya masyarakat akan dengan mudah move-on jika ada konten yang menarik. Sebagai contoh, penyanyi dangdut Via Vallen sangat sukses di Youtube, hari ini sudah mencapai 128 juta penonton. “Lagunya sederhana, tetapi bisa masuk ke dalam berbagai golongan masyarakat,” ujarnya.
Eko Sulistyo melanjutkan, sosialisasi dapat dilakukan melalui penggunaan berbagai platform, sesuai karakteristik generasi milenial. “Mau tidak mau ini generasi milenial, sehingga sentuan dan pendekatannya harus berhubungan dengan milenial. Libatkan praktisi budaya, membuat icon atau duta anti hoaks, dan mendengarkan suara anak muda,” katanya.
IFES, International Foundation for Electoral Systems, merupakan organisasi nirlaba internasional yang didirikan pada tahun 1987. Organisasi ini memberi bantuan dan dukungan untuk pemilihan umum di negara demokrasi baru. Kini, IFES memiliki program di lebih dari 25 negara-negara Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. IFES juga telah bekerja di lebih dari 100 negara.
“Masyarakat perlu diberikan pendidikan terkait masalah konten, penggunaan internet sehat dan literasi digital, khususnya dalam konteks pemilu,” kata Eko.
Sepakat dengan hal tersebut, Chief of Party IFES Indonesia David Ennis mengatakan bahwa ide dan saran yang disampaikan oleh Eko merupakan ide yang sangat baik. Ennis menekankan, perlunya perumusan strategi yang implementatif, termasuk dengan lembaga penyelenggara pemilu. “Peran bawaslu sangatlah penting dan harus aktif untuk menciptakan pemilu yang zero hoaks,” tegasnya.
Deputy Chief of Party IFES Indonesia Admira Salim mengutarakan bahwa IFES akan membantu mewujudkan penguatan literasi digital kepada masyarakat sipil, sehingga publik mampu membuat narasi yang seharusnya. “Selain kepada masyarakat, kami juga akan melakukan media training, agar jurnalis tidak ikut menyebarkan hate speech atau ujaran kebencian,” kata Admira.
Eko menegaskan, ujaran kebencian dan hoaks dapat dilawan dengan pembuatan konten. Saat ini, kekurangan masyarakat sipil adalah tidak ada yang menciptakan narasi atau konten yang benar.
“Akibatnya, masyarakat jenuh mendengar konten yang berhubungan dengan fanatisme dan partisan,” urainya.
Padahal, Eko memaparkan, sebetulnya masyarakat akan dengan mudah move-on jika ada konten yang menarik. Sebagai contoh, penyanyi dangdut Via Vallen sangat sukses di Youtube, hari ini sudah mencapai 128 juta penonton. “Lagunya sederhana, tetapi bisa masuk ke dalam berbagai golongan masyarakat,” ujarnya.
Eko Sulistyo melanjutkan, sosialisasi dapat dilakukan melalui penggunaan berbagai platform, sesuai karakteristik generasi milenial. “Mau tidak mau ini generasi milenial, sehingga sentuan dan pendekatannya harus berhubungan dengan milenial. Libatkan praktisi budaya, membuat icon atau duta anti hoaks, dan mendengarkan suara anak muda,” katanya.
IFES, International Foundation for Electoral Systems, merupakan organisasi nirlaba internasional yang didirikan pada tahun 1987. Organisasi ini memberi bantuan dan dukungan untuk pemilihan umum di negara demokrasi baru. Kini, IFES memiliki program di lebih dari 25 negara-negara Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. IFES juga telah bekerja di lebih dari 100 negara.
KOMENTAR