wartantt.com, ENERGI - Serapan belanja pemerintah sepanjang semester I 2018 tercatat Rp
558,43 triliun atau 38,4% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Di semester II 2018, belanja pemerintah diperkirakan
sebesar Rp 895,19 triliun yang turut mencakup kenaikan belanja subsidi
energi. Adapun proyeksi total belanja pemerintah sampai akhir tahun
mencapai Rp 1.453,63 triliun atau 99,9% dari target.
Dalam APBN 2018, pemerintah menetapkan pagu anggaran subsidi energi sebesar Rp 94,52 triliun dengan rincian subsidi BBM dan LPG 3 kilogram (kg) sebesar Rp 46,86 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 47,66 triliun. Sepanjang semester I 2018, realisasi subsidi energi tercatat Rp 59,51 triliun atau 63,0% dari pagu anggaran.
Rinciannya ialah realisasi subsidi BBM dan LPG 3 kg sebesar 35,41 triliun atau 75,6% dari target dan subsidi listrik sebesar Rp 24,09 triliun atau 50,6% dari target. Belanja subsidi semester I 2018 menopang penyesuaian kebijakan subsidi listrik untuk menjangkau lebih banyak golongan rumah tangga kecil, yakni 450 volt ampere (VA) dan 900 VA. Berikut pembayaran kurang bayar subsidi tahun-tahun sebelumnya kepada PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
"Karena adanya unsur subsidi, dalam outlook belanja ini kami memasukkan kenaikan subsidi energi menjadi RP 163,49 triliun. Besaran ini lebih tinggi dari (pagu anggaran) APBN 2018 sebesar Rp 94,52 triliun," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Selasa (17/7).
Kenaikan subsidi energi menjadi Rp 163,49 triliun memasukkan proyeksi belanja subsidi energi semester II 2018 sebesar Rp 103,98 triliun. Dapat dikatakan terjadi kenaikan anggaran subsidi energi 2018 sebesar Rp 68,97 trliun atau bertambah sebesar 72%.
Adapun rincian proyeksi belanja subsidi energi semester II 2018 meliputi subsidi BBM dan LPG 3 kg sebesar Rp 68,08 triliun, serta subsidi listrik sebesar Rp 35,89 triliun. Sri Mulyani mengungkapkan penambahan alokasi belanja subsidi energi meski tidak diiringi APBN Perubahan 2018, mempertimbangkan neraca keuangan BUMN yang mendapatkan penugasan. Apalagi pemerintah meniadakan kebijakan penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) maupun harga BBM penugasan, yakni premium dan solar, sampai akhir tahun.
Sementara itu, harga minyak mentah dunia yang menjadi salah satu komponen penentuan TTL dan harga BBM penugasan, terus melambung. Pemerintah mencatat harga minyak mentah acuan Indonesia (ICP) semester I US$ 67 per barel atau melampaui asumsi APBN 2018 sebesar US$ 48 per barel.
"(Kenaikan anggaran subsidi energi) ini dalam rangka kita mendukung Pertamina yang sekarang harus melakukan stabilisasi dari harga BBM yang disubsidi. Begitu pula PLN yang tidak mengalami kenaikan harga dan mereka harus tetap melakukan ekspansi untuk elektrifikasi dan listrik desa," jelas Ani, sapaan akrabnya.
Lebih lanjut dia menerangkan penambahan anggaran subsidi energi mengacu pada usulan kenaikan subsidi solar yang digulirkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beserta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti diketahui, subsidi solar diusulkan naik dari Rp 500 per liter menjadi Rp 2.000 per liter.
Kenaikan subsidi energi diharapkan dapat mengkompensasi beban keuangan BUMN guna menyokong kebutuhan operasional. Langkah menambah anggaran subsidi merupakan dampak dari kebijakan pemerintah menahan laju TTL dan harga BBM penugasan untuk menjaga daya beli masyarakat yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kita bahas bersama Menteri ESDM dan Menteri BUMN, beserta Pertamina dan PLN untuk melihat kondisi keuangan mereka. Penetapan kenaikan subsidi per liter diperkirakan untuk menjaga agar dari sisi neraca keuangan tetap terjaga, yaitu kebutuhan dari sisi operasi untuk menjalan policy subsidi itu. Secara overall policy (kenaikan anggaran subsidi) ini untuk menjaga daya beli masyarakat, dan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi agar tetap stabil terutama saat ada tekanan," pungkasnya.
Dalam APBN 2018, pemerintah menetapkan pagu anggaran subsidi energi sebesar Rp 94,52 triliun dengan rincian subsidi BBM dan LPG 3 kilogram (kg) sebesar Rp 46,86 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 47,66 triliun. Sepanjang semester I 2018, realisasi subsidi energi tercatat Rp 59,51 triliun atau 63,0% dari pagu anggaran.
Rinciannya ialah realisasi subsidi BBM dan LPG 3 kg sebesar 35,41 triliun atau 75,6% dari target dan subsidi listrik sebesar Rp 24,09 triliun atau 50,6% dari target. Belanja subsidi semester I 2018 menopang penyesuaian kebijakan subsidi listrik untuk menjangkau lebih banyak golongan rumah tangga kecil, yakni 450 volt ampere (VA) dan 900 VA. Berikut pembayaran kurang bayar subsidi tahun-tahun sebelumnya kepada PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
"Karena adanya unsur subsidi, dalam outlook belanja ini kami memasukkan kenaikan subsidi energi menjadi RP 163,49 triliun. Besaran ini lebih tinggi dari (pagu anggaran) APBN 2018 sebesar Rp 94,52 triliun," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Selasa (17/7).
Kenaikan subsidi energi menjadi Rp 163,49 triliun memasukkan proyeksi belanja subsidi energi semester II 2018 sebesar Rp 103,98 triliun. Dapat dikatakan terjadi kenaikan anggaran subsidi energi 2018 sebesar Rp 68,97 trliun atau bertambah sebesar 72%.
Adapun rincian proyeksi belanja subsidi energi semester II 2018 meliputi subsidi BBM dan LPG 3 kg sebesar Rp 68,08 triliun, serta subsidi listrik sebesar Rp 35,89 triliun. Sri Mulyani mengungkapkan penambahan alokasi belanja subsidi energi meski tidak diiringi APBN Perubahan 2018, mempertimbangkan neraca keuangan BUMN yang mendapatkan penugasan. Apalagi pemerintah meniadakan kebijakan penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) maupun harga BBM penugasan, yakni premium dan solar, sampai akhir tahun.
Sementara itu, harga minyak mentah dunia yang menjadi salah satu komponen penentuan TTL dan harga BBM penugasan, terus melambung. Pemerintah mencatat harga minyak mentah acuan Indonesia (ICP) semester I US$ 67 per barel atau melampaui asumsi APBN 2018 sebesar US$ 48 per barel.
"(Kenaikan anggaran subsidi energi) ini dalam rangka kita mendukung Pertamina yang sekarang harus melakukan stabilisasi dari harga BBM yang disubsidi. Begitu pula PLN yang tidak mengalami kenaikan harga dan mereka harus tetap melakukan ekspansi untuk elektrifikasi dan listrik desa," jelas Ani, sapaan akrabnya.
Lebih lanjut dia menerangkan penambahan anggaran subsidi energi mengacu pada usulan kenaikan subsidi solar yang digulirkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beserta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti diketahui, subsidi solar diusulkan naik dari Rp 500 per liter menjadi Rp 2.000 per liter.
Kenaikan subsidi energi diharapkan dapat mengkompensasi beban keuangan BUMN guna menyokong kebutuhan operasional. Langkah menambah anggaran subsidi merupakan dampak dari kebijakan pemerintah menahan laju TTL dan harga BBM penugasan untuk menjaga daya beli masyarakat yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kita bahas bersama Menteri ESDM dan Menteri BUMN, beserta Pertamina dan PLN untuk melihat kondisi keuangan mereka. Penetapan kenaikan subsidi per liter diperkirakan untuk menjaga agar dari sisi neraca keuangan tetap terjaga, yaitu kebutuhan dari sisi operasi untuk menjalan policy subsidi itu. Secara overall policy (kenaikan anggaran subsidi) ini untuk menjaga daya beli masyarakat, dan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi agar tetap stabil terutama saat ada tekanan," pungkasnya.
KOMENTAR