wartantt.com, APBN - Memberi Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi defisit
anggaran pada semester I 2018 tercatat sebesar Rp110,6 triliun atau
0,75% terhadap produk domestik buruto (PDB), lebih rendah daripada
periode yang sama tahun lalu sebesar Rp175,1 triliun atau 1,29% terhadap
PDB.
“Defisit ini turun tajam dalam dua tahun terakhir karena tahun lalu tercatat 1,29% dan pada 2016 tercatat 1,82%,” kata Sri Mulyani saat menyampaikan realisasi laporan APBN semester I 2018 dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Jakarta, kemarin.
Untuk diketahui, dalam postur APBN 2018 defisit dipatok sebesar 2,19% terhadap PDB. Angka itu jauh di bawah batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2007 tentang Keuangan Negara yakni sebesar 3% dari PDB.
Hingga semester I 2018, menurut Menkeu, realisasi defisit anggaran meliputi pendapatan negara sebesar Rp833,4 triliun atau 44% dari target yang diproyeksikan dalam APBN 2018 serta belanja negara Rp944 triliun atau 42,5% dari pagu.
Realisasi pendapatan negara mencakup penerimaan perpajakan sebesar Rp653,4 triliun atau 40,4% dari target, penerimaan negara bukan pajak Rp176,8 triliun atau 64,2% dari target, dan hibah Rp3,1 triliun atau 260,7%.
Untuk realisasi belanja negara meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp558,4 triliun atau 38,4% dari pagu serta transfer ke daerah dan dana desa Rp385,5 triliun atau 50,3% dari pagu. Dari belanja pemerintah pusat, realisasi belanja kementerian/lembaga (K/L)telah mencapai Rp295,5 triliun atau 34,9% dari pagu dan belanja non-K/L sebesar Rp262,4 triliun atau 43,2% dari pagu.
Secara keseluruhan, defisit anggaran yang mengecil hingga semester I 2018 ini didukung surplus keseimbangan primer sebesar Rp10 triliun atau lebih baik daripada periode 2015-2017 yang sebelumnya selalu tercatat negatif.
“Kinerja APBN dalam semester I 2018 ini sudah menunjukkan adanya peningkatan dan arah yang tepat, baik dari pencapaian ekonomi makro maupun postur APBN.”
Perkuat industri
Kendati demikian, Sri Mulyani menekankan pemerintah tetap mencermati dampak pergerakan neraca perdagangan, terutama aktivitas ekspor dan impor, terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah, kata dia, akan melanjutkan optimalisasi pemanfaatan APBN 2018 untuk membantu pertumbuhan industri manufaktur, berikut menahan laju impor. Beberapa sektor industri dise-butnya membutuhkan dukungan dalam bentuk insentif pajak, bea masuk, dan kebijakan perdagangan lain.
“Instrumen APBN ini akan digunakan secara lebih aktif untuk bisa membantu pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia yang bisa meningkatkan ekspor dan mengurangi impor,” tandasnya.
Soal penguatan ekspor, saat ini Menteri Perdangan Enggartiasto Lukita tengah memimpin kunjungan ke Amerika Serikat. Kunjungan itu bertujuan menjaga keseimbangan hubungan dagang di antara kedua negara.
“Pemerintah berupaya menjaga dan mengamankan pasar komoditas ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan untuk mencapai target pertumbuhan ekspor 11%. Pemerintah harus sigap bertindak jika ada indikasi pasar ekspor yang akan terhambat,” kata Enggar.
“Defisit ini turun tajam dalam dua tahun terakhir karena tahun lalu tercatat 1,29% dan pada 2016 tercatat 1,82%,” kata Sri Mulyani saat menyampaikan realisasi laporan APBN semester I 2018 dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Jakarta, kemarin.
Untuk diketahui, dalam postur APBN 2018 defisit dipatok sebesar 2,19% terhadap PDB. Angka itu jauh di bawah batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2007 tentang Keuangan Negara yakni sebesar 3% dari PDB.
Hingga semester I 2018, menurut Menkeu, realisasi defisit anggaran meliputi pendapatan negara sebesar Rp833,4 triliun atau 44% dari target yang diproyeksikan dalam APBN 2018 serta belanja negara Rp944 triliun atau 42,5% dari pagu.
Realisasi pendapatan negara mencakup penerimaan perpajakan sebesar Rp653,4 triliun atau 40,4% dari target, penerimaan negara bukan pajak Rp176,8 triliun atau 64,2% dari target, dan hibah Rp3,1 triliun atau 260,7%.
Untuk realisasi belanja negara meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp558,4 triliun atau 38,4% dari pagu serta transfer ke daerah dan dana desa Rp385,5 triliun atau 50,3% dari pagu. Dari belanja pemerintah pusat, realisasi belanja kementerian/lembaga (K/L)telah mencapai Rp295,5 triliun atau 34,9% dari pagu dan belanja non-K/L sebesar Rp262,4 triliun atau 43,2% dari pagu.
Secara keseluruhan, defisit anggaran yang mengecil hingga semester I 2018 ini didukung surplus keseimbangan primer sebesar Rp10 triliun atau lebih baik daripada periode 2015-2017 yang sebelumnya selalu tercatat negatif.
“Kinerja APBN dalam semester I 2018 ini sudah menunjukkan adanya peningkatan dan arah yang tepat, baik dari pencapaian ekonomi makro maupun postur APBN.”
Perkuat industri
Kendati demikian, Sri Mulyani menekankan pemerintah tetap mencermati dampak pergerakan neraca perdagangan, terutama aktivitas ekspor dan impor, terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah, kata dia, akan melanjutkan optimalisasi pemanfaatan APBN 2018 untuk membantu pertumbuhan industri manufaktur, berikut menahan laju impor. Beberapa sektor industri dise-butnya membutuhkan dukungan dalam bentuk insentif pajak, bea masuk, dan kebijakan perdagangan lain.
“Instrumen APBN ini akan digunakan secara lebih aktif untuk bisa membantu pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia yang bisa meningkatkan ekspor dan mengurangi impor,” tandasnya.
Soal penguatan ekspor, saat ini Menteri Perdangan Enggartiasto Lukita tengah memimpin kunjungan ke Amerika Serikat. Kunjungan itu bertujuan menjaga keseimbangan hubungan dagang di antara kedua negara.
“Pemerintah berupaya menjaga dan mengamankan pasar komoditas ekspor Indonesia ke negara-negara tujuan untuk mencapai target pertumbuhan ekspor 11%. Pemerintah harus sigap bertindak jika ada indikasi pasar ekspor yang akan terhambat,” kata Enggar.
KOMENTAR