WartaNTT.com, LEMBATA –
Upaya perencanaan dan perumusan kebijakan pembangunan bidang ketenagakerjaan di
Kabupaten Lembata mengalami hambatan akibat belum terealisasinya data ketenagakerjaan
yang diminta Bupati Lembata kepada 9 Camat diwilayahnya.
Permintaan
data yang juga menunjang perencanaan pembangunan tingkat Provinsi NTT tersebut
menindaklanjuti MoU antara Gubernur NTT
bersama para Kepala Daerah dalam Workshop penatalaksanaan penempatan dan
perlindungan TKI pasca moratorium Provinsi NTT, di Kupang 8
Mei 2019 lalu.
Hal
tersebut terungkap dalam pelaksanaan Rapat
Pembentukan Pokja Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) tingkat Kabupaten
Lembata yang dihadiri perwakilan Dinas Koperasi,
Nakertrans Provinsi NTT, Thomas
Suban Hoda, Kamis (1/8/2019) di ruang rapat kantor Bupati Lembata. Rapat
tersebut dipimpin Asisten
Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Setda, Kedang Paulus, S.Pi.,M.Si.
Kadis Penanaman Modal, PTSP dan Ketenagakerjaan Kabupaten Lembata, Markus Lela
Udak, S.IP mengatakan “Kami
sudah menyampaikan kepada para Camat surat tertanggal 26 Juni 2019 yang
ditandatangani oleh bapak Bupati terkait permintaan data antar kerja antar daerah (AKAD) dan data
antar kerja antar negara (AKAN), namun sampai dengan saat ini belum mendapatkan
jawaban atas surat tersebut”.
“Kami berharap para
Camat dapat bekerjasama untuk melakukan pendataan PMI diwilayah masing-masing” ujarnya menambahkan.
Dalam kegiatan tersebut Thomas Suban Hoda meminta
agar Pemkab Lembata segera merealisasikan pembentukan Pokja perlindungan PMI
guna bersinergi dalam menyelesaikan persoalan TKI yang ada di Lembata.
“Telah dibentuk
Pokja perlindungan pekerja migran tingkat Provinsi NTT melalui SK Gubernur,
sehingga kami minta setiap Kabupaten/Kota segera membuatkan SK Pokja yang sama serta
ditandatangani Kepala Daerah masing-masing”.
“Keadaan Juli 2019, dari 700an orang yang dicekal keberangkatannya
oleh Satgas tingkat Provinsi NTT terdapat 1 orang yang berasal dari Lembata. Kemudian dari jumlah TKI asal
NTT baik yang prosedural maupun non prosedural, sebanyak
65 orang telah
meninggal dunia dimana salah satunya berasal Lembata berjenis kelamin laki-laki
dengan alamat Desa RiaBao, Kecamatan Ile Ape, yang bekerja secara ilegal di Negara
Malaysia dan meninggal bulan Juli kemarin serta jenazah sudah dipulangkan ke
daerah asal” ujarnya.
Thomas menambahkan “Kami telah berkoordinasi
dengan Dinas PMD Provinsi NTT agar adanya alokasi anggaran dari Dana Desa guna pembentukan
Pokja di setiap Desa potensial asal pekerja migran”.
Senada dengan Thomas, Kadis Sosial PMD Kab. Lembata, Drs. Aloysius
Buto mengatakan
akan diarahkan
dalam penyusunan APBDes Tahun 2020 agar Desa-Desa menganggarkan program bidang
pemberdayaan masyarakat dalam penanganan PMI.
Sementara itu Ketua YKS
cabang Lembata, Korvandus Sakeng menyoroti kinerja Pemkab Lembata yang dirasa belum optimal.
“Kita mengapresiasi adanya Perda Kabupaten Lembata nomor 20 Tahun 2015 tentang perlindungan TKI asal Kabupaten Lembata, bahkan di
Tahun 2017 Peraturan tersebut menjadi bahan laporan
Indonesia dalam Commitee Migrant Workers yang dibahas dalam sidang PBB di Jenewa-Swiss, namun implementasi Perda tersebut di Lembata sendiri belum
berjalan dengan baik”.
“Amanat dalam Perda tersebut yakni pendataan pekerja
migran, pembentukan Balai Latihan Kerja (BLK), serta pendirian rumah layanan terpadu dan rumah singgah di Nunukan namun belum
terealisasi akibat anggaran. Semoga Pemda dan DPRD bisa fokus akan hal ini”
ujarnya. (Kris Kris)
KOMENTAR