WartaNTT.com, LEMBATA –
Angka kasus penularan HIV-AIDS yang terus merangkak naik di Kabupaten Lembata
membutuhkan perhatian serius semua pihak baik Pemerintah Daerah, pemangku kepentingan,
Sekolah dan Keluarga sehingga Kabupaten Lembata tidak menjadi pencetak generasi
“Cacat” karena pola pembiaran yang dilakukan secara sadar dan berlanjut.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata sejak Tahun
2008 s/d 2018 tercatat sebanyak 361 kasus HIV-AIDS tersebar di seluruh
Kecamatan, dimana 135 orang dengan HIV-AIDS (ODHA) dinyatakan meningal
dunia, sementara itu sebanyak 201 ODHA masih hidup dan 11
ODHA telah pindah domisili keluar wilayah Lembata.
Ironisnya sejak Januari s/d Oktober 2019, tercatat
sebanyak 33 kasus baru HIV-AIDS yang tersebar di 7 Kecamatan dari 9
Kecamatan yang ada, yakni Kecamatan Nubatukan (21 Kasus), Kecamatan Ile
Ape (3 Kasus), Buyasuri (3 Kasus), Lebatukan (2 Kasus), Ile
Ape Timur (2 Kasus), Omesuri (1 Kasus) dan Kecamatan Nagawutung
(1 Kasus).
Hal tersebut diutarakan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Lembata, dr.
Lucia Sandra Gunadi Anggrijatno dihadapan Wakil Bupati Lembata, Wakapolres Lembata, Pabung Kodim 1624/Flotim,
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Lembata, pimpinan OPD terkait, Pemilik
PUB, perwakilan Guru BP dan Ketua OSIS SMA, perwakilan Pemuda Lintas agama serta
para Camat dalam kegiatan Seminar Hari AIDS se-Dunia tingkat Kabupaten Lembata,
Senin (02/12/2019) di Kantor Bupati Lembata.
dr. Lucia menambahkan “Grafik 3 Tahunan (2017 s/d
Oktober 2019) menunjukkan ODHA di Lembata didominasi Ibu Rumah Tangga (56 orang),
disusul Petani (29 orang), Swasta (15 orang), Pekerja Seks Komersial (11 orang),
Mahasiswa (6 orang), ASN (6 orang), Tenaga Kontrak/KSO (5 orang), dan Pelajar
(3 orang)”.
“Keadaan Januari s/d Oktober 2019 ODHA untuk profesi
Ibu Rumah Tangga sebanyak 16 kasus” ujarnya.
Dirinya menambahkan “Ada beberapa alasan tingginya
kasus HIV-AIDS pada Ibu Rumah Tangga di Lembata yakni IRT menjadi korban perilaku
hidup bebas suaminya, dimana terdapat Suami yang meninggal dunia sebelum
diperiksa HIV dan ada Suami yang enggan untuk diperiksa”.
“Kemudian terdapat 4 kasus dimana IRT tersebut
positif HIV sedangkan Suaminya negatif, hal ini disebabkan perilaku menyimpang
Isterinya sendiri”.
“Hasil pemeriksaan eliminasi HIV-AIDS pada
Ibu Hamil yang
dilakukan di Tahun 2019 pada 9 Puskesmas tercatat sebanyak 2.204 Bumil yang
diperiksa dimana hasilnya 6 Bumil
positif HIV, 54 Bumil terinfeksi
Sifilis (Raja Singa) dan 59 Bumil
terinfeksi Hepatitis B. Untuk Tahun 2018 sebanyak 8 Bumil positif HIV”.
“Untuk Tahun 2019 sendiri keadaan s.d Oktober
tercatat 1 orang Balita terinfeksi HIV-AIDS, sedangkan di Tahun 2017 dan Tahun
2018 masing-masing sebanyak 3 orang Balita” ujarnya.
Dalam presentasinya, Kadis Kesehatan Lembata
juga menyampaikan beberapa kendala yang dialami instansinya dalam upaya
penanganan HIV-AIDS yakni Kurangnya logistik RDT pemeriksaan
non sasaran kunci, Terbatasnya
tenaga konselor terlatih, Pekerja PUB (Ladies) yang selalu berganti orang hampir setiap Bulan, Pekerja PUB yang terdiagnosa HIV-AIDS mayoritas
tidak mempunyai KIS dan KTP-E sehingga enggan untuk berobat, Sosialisasi kepada masyarakat luas
masih terbatas, Belum
terpantau secara baik masalah Buruh Migran yang kembali ke Lembata, serta Kesulitan
melakukan penilaian keberhasilan pengobatan ARV dikarenakan mesin Viral Load hanya tersedia di RSUD WZ
Yohanes-Kupang dan RS TC Hillers-Maumere.
Sementara itu Sekretaris KPAD Kab. Lembata, Rofinus Laba Lazar dalam kegiatan tersebut menyampaikan “Sudah ada PERDA Kab. Lembata nomor 13 Tahun 2013 terkait penanganan
AIDS di Kab. Lembata namun belum ada aturan pelaksana dibawahnya”.
“Perda yang telah dimiliki Pemkab Lembata
substansinya belum mampu menjawab persoalan HIV/AIDS di Kab. Lembata sehingga perlu ditinjau kembali, apalagi saat pembahasan di DPRD dulu, kami dari
KPAD tidak dilibatkan”.
“Saya berharap para Camat dan Pimpinan OPD terkait dapat menyampaikan
kepada para Kepala
Desa agar mengalokasikan
program/kegiatan terkait Kesehatan melalui Dana Desa yang ada karena anggaran KPAD
yang dialokasikan Pemkab Lembata sangat terbatas sehingga kami belum mampu bekerja optimal. Kalau kita memandang penanganan HIV-AIDS
adalah urusan bersama maka kita harus bersama menuntaskan” ujarnya.
Pelajar SMA Incar PSK Jalanan
Pada sesi diskusi Seminar AIDS yang digelar
Dinas Kesehatan Lembata, terungkap maraknya Pelajar tingkat SMA/sederajat di
Lembata mulai melirik Pekerja Seks Komersial (PSK) yang mangkal di beberapa
lokasi terbuka di Kota Lewoleba, bahkan para Pelajar terlihat berada di
Kos-Kosan yang dihuni oleh beberapa PSK.
Senada dengan Kadis Kesehatan, Camat Nubatukan,
Maria Anastasia Bara Baje,
S.STP.,M.Si dan Perwira
Penghubung Kodim
1624/Flotim untuk Kab. Lembata, Mayor Chb M Ichsan menyampaikan terkait hasil
pantauan yang dilakukan di beberapa lokasi yakni Pantai
Harnus, Pantai SGB Bungsu, Pantai Hukung, Tikungan tanjakan Lusikawak, Taman Kota Swaolsatiten, Eks Kantor Bupati, dan
Pelabuhan “Jeti” Lewoleba yang dijadikan tempat mangkal Pelajar bersama
beberapa PSK termasuk di beberapa Kos-Kosan yang ada dibilangan Kota Lewoleba.
Sementara itu Wakapolres Lembata, Kompol
Alvianus Wabang yang
diminta tanggapanya mengatakan “Prinsipnya POLRI siap mendukung terciptanya
trantibum ditengah masyarakat, namun diperlukan
suatu wadah agar kerja lintas instansi dapat berjalan dengan baik”.
Data Dinas Kesehatan Lembata pada Tahun 2018
terdapat 3 ODHA berstatus Pelajar SMA di Lembata yang sampai saat ini masih
menjalani perawatan.
Sementara itu, Wakil Bupati Lembata, Dr. Thomas Ola Langoday, SE.,M.Si mengatakan “Diakui bahwa kebijakan terkait penanganan kasus HIV-AIDS belum berjalan dengan baik namun dilaksanakan
oleh Pemerintah dan stakeholder terkait secara bertanggungjawab terhadap kelangsungan generasi kedepan. Hal yang perlu kita benahi akan dibenahi secara
bersama-bersama”.
“Saya juga berharap agar generasi
muda menjadi contoh dalam mencegah penyebaran HIV/AIDS dan
bukan bertindak sebagai penular HIV/AIDS.
Kita harus merasa bangga dengan Kab. Lembata dan harus mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat”.
“Semua pihak perlu sinergi bersama dalam memerangi HIV/AIDS
serta perlu konektivitas lintas sektor sehingga tidak bergerak secara parsial. Perlu satu pemahaman pandangan terhadap HIV/AIDS sehingga
dapat menghentikan penyebarannya serta menghindari stigma buruk terhadap ODHA” ujarnya.
Tentunya
keputusan yang dihasilkan Pemkab Lembata dibawah kepemimpinan Eliaser Yentji Sunur-Thomas Ola Langoday
dengan dukungan 25 anggota DPRD Lembata akan menentukan sejauhmana keberpihakan
terhadap kesejahteraan masyarakat Lembata. (Kris Kris)
KOMENTAR