WartaNTT.com, Lembata –
Meskipun jumlah kasus dan prevalensi Stunting di Kabupaten Lembata mengalami
penurunan dibanding tahun 2019 lalu, namun kerja keras Pemkab Lembata dalam penanganan
dan pencegahan mutlak harus ditingkatkan.
Dalam pertemuan konvergensi Stunting tingkat Kabupaten
Lembata, yang digelar di aula Kopdit Ankara, Jumat (06/11/2020) diketahui angka
Stunting di NTT keadaan 2019-2020 mengalami penurunan termasuk juga di Kab.
Lembata.
Untuk Lembata sendiri dari 2.170 kasus dengan prevalensi 31,30% pada periode Agustus 2019
berkurang menjadi 2.115 kasus dengan
prevalensi 25,7% pada Agustus 2020. Hal tersebut disampaikan para narasumber
baik dari Pemprov NTT maupun dari Dinkes Lembata.
Sherly M Hayer dari Dinkes Prov. NTT dalam pemaparannya mengatakan
dalam rapat terbatas percepatan penurunan
Stunting tingkat nasional, Presiden Jokowi minta agar 10 Provinsi fokus menurunkan angka
stunting, dimana Provinsi NTT
berada diurutan pertama. Gubernur
NTT mengharapkan ditahun 2023, NTT harus
turunkan angka Stunting dengan target diangka 10%-12%.
“Keadaan Agustus 2020, jumlah balita gizi
buruk di Lembata tercatat
dialami 153 anak, sedangkan kasus gizi kurang dialami 629 anak dengan rincian di Puskesmas Loang
(14 gb/62 gk), Pusk. Wulandoni (2 gb/32
gk), Pusk. Waiknuit (7 gb/26 gk), Pusk.
Waipukang (8 gb/56 gk), Pusk. Lamaau (6 gb/23 gk), Pusk. Hadakewa (20 gb/55 gk), Pusk. Lewoleba (56 gb/199 gk), Pusk. Balauring (19 gb/68 gk) dan Puskesmas Wairiang (21 gb/108 gk)”.
“Kami minta agar alokasi Dana BOK
Stunting (Provinsi, Kab/Kota, Puskesmas) dimanfaatkan sesuai peruntukannya, serta kerjasama lintas sektor dalam
penanganan Stunting di Lembata harus
ditingkatkan” ujarnya.
Sementara itu Kadis Kesehatan Kab. Lembata, dr. Lucia Sandra Gunadi Anggrijatno dalam presentasinya menyebutkan keadaan Agustus 2020 jumlah balita Stunting di Lembata sebanyak 2.115 anak dengan prevalensi 25,7%.
Adapun kecamatan dengan angka prevalensi
Stunting tertinggi di Kab. Lembata yakni Kecamatan Nagawutung 41,5% (287
kasus), terbanyak di Desa
Pasir Putih (45 kasus); Kec. Omesuri
38,9% (536 kasus), terbanyak di Desa Balauring (48 kasus); Kec. Atadei 36,2% (161 kasus), terbanyak di Desa Ile Kimok (44 kasus); Kec. Lebatukan 30,5% (207 kasus) terbanyak
di Desa Hadakewa dan Balurebong (masing-masing 26 kasus); Kec. Wulandoni 26% (141 kasus) terbanyak di Desa Pantai Harapan (21 Kasus); Kec. Nubatukan 21,2% (448 kasus), terbanyak
di Kel. Lewoleba Utara (88 kasus); Kec. Ile Ape 20,4% (150 kasus) terbanyak di Desa Kolontobo (21 kasus); Kec. Buyasuri 12,2% (158 kasus) terbanyak di
Desa Benihading (25 kasus); dan Kec. Ile Ape Timur 7,6% (27 kasus) terbanyak
di Desa Lamatokan (8 kasus).
“Jika dilihat dari angka prevalensi maka Kec. Nagawutung
paling tinggi, namun jika dilihat dari banyaknya kasus berada di Kec. Omesuri”.
“Untuk Kec. Lebatukan, Ile Ape dan Ile Ape
Timur merupakan 3 Kecamatan bebas STBM di Lembata. Saat ini baru sebanyak 78 Desa yang miliki
STBM dari 144 Desa yang ada, saya
harap semua desa dapat menindaklanjuti hal ini”.
“Kasus Covid-19 juga masih bertambah sehingga saya minta perhatian bersama termasuk
perhatiannya terhadap kasus DBD, mengingat sudah masuk musim penghujan” imbuh dr. Lucia.
Diakhir kegiatan, Kadis Kesehatan juga minta keterlibatan serius semua pihak dalam penanganan Stunting.
“Stunting tidak bisa hanya ditangani dinkes,
semua harus turut andil menangani Stunting. Perbup
terkait penanganan Stunting sudah ada, sehingga semua berpartisipasi dan fokus”.
KOMENTAR