WartaNTT.com, Lembata –
Ketua Pokja Penanganan dan
Pencegahan Stunting Prov. NTT, ir.
Sarah Lery Mboeik, menjadi salah satu narasumber dalam pertemuan konvergensi
Stunting tingkat Kabupaten Lembata, yang digelar di aula Kopdit Ankara, Jumat
(06/11/2020).
Ditemui WartaNTT dalam kegiatan tersebut, Lery Mboeik
mengatakan meskipun angka kasus dan prevalensi Stunting di NTT berkurang namun
mayoritas Pemerintah daerah di NTT belum terlalu serius fokus terhadap hal
ini.
“Dalam pencegahan
dan penanganan Stunting, ada 5 pilar yang harus jadi acuan dasar. Hal pertama
itu adalah komitmen kepala daerah. Komitmen kepala daerah ini banyak
(dilakukan) dalam bentuk komitmen tertulisnya namun itu stop disitu, banyak
yang tidak tindaklanjut dalam bentuk dasar kebijakan yang mendukung itu
dibawahnya, kemudian mengawal proses politik anggaran yang sensitif Stunting,
kemudian kinerja OPD dalam konteks konvergensi kan tidak bisa bekerja
sendiri-sendiri. Hal-hal ini masih sangat tercecer ketinggalan jauh”.
“Apalagi yang
namanya konvergensi, itu tidak terinternalisasi secara baik ditingkat pimpinan
maupun staf ASN yang menjalankan. Sehingga sektoral masih dominan (ego
sektoral) merasa bahwa anggarannya akan habis kalau dipakai buat konvergensi.
Model-model (pemikiran) seperti itu masih banyak muncul”.
“Hal ini tidak akan
selesai, karena sebenarnya Stunting itu adalah kegagalan manajemen pembangunan.
Yang salah di sektoral sehingga akhirnya menghasilkan Stunting, gizi buruk, gizi
kurang yang cukup luar biasa memalukan”.
Diminta pendapatnya
soal keseriusan pemerintah daerah dalam menangani Stunting, Sarah mengatakan “Mayoritas
Pemda di NTT belum terlalu serius dalam menyikapi hal ini, sehingga kami
berharap adanya keseriusan. Bukan berarti ada yang baik atau yang kurang, namun
saya melihat di beberapa tempat ada inovasi seperti di Rote Ndao, Flores Timur,
kemudian di Ende, TTS dan Ngada, dimana disana memberikan ruang yang besar bagi
OPD untuk berkreasi dan didukung dengan politik anggaran”.
“Dari situ kami
lihat memang ada dukungan politik yang membuat teman-teman OPD itu cukup
berinovasi, kemudian replikasi dan punya inisiatif, namun di banyak tempat
seperti stagnan saja”.
“Terlepas dari
kelemahan kita semua, sudah ada progress yang positif, tapi jika mereka lebih
serius lagi untuk melakukan itu, saya yakin target pak Gubernur untuk Tahun
2023 harus 10%-12% itu bisa tercapai, jika kita serius antara komitmen kepala daerah
dalam bentuk komitmen OPD dan seluruh multi stakeholder”.
“Nanti ada rakor
Stunting tingkat Provinsi. Pak Gub sangat update dan selalu komunikasikan dengan pokja terkait
progressnya sampai dimana, apa kelemahan, dan apa yang bisa diintervensi”.
“Pokja ini kerjanya
untuk mendesain tatakelola pencegahan dan penanganan. Dimana jika kita temukan
ada masalah dilapangan yang perlu diintervensi dengan kebijakan, itu yang kami
minta kepada Gubernur untuk segera keluarkan kebijakan untuk lebih cepat kita
lakukan pencegahan dan penanganannya”.
“Stunting bukan
hanya menjadi prioritas secara nasional namun juga program Quick Win pak
Gubernur (moratorium tambang, moratorium pengiriman TKI serta pencegahan dan
penanganan Stunting)” ujarnya.
Dari data yang
dipaparkan Lery Mboeik, keadaan Agustus 2019 di wilayah NTT terdapat
sebanyak 92.110 kasus dengan angka prevalensi 30,10% sedangkan keadaan Agutus
2020 berkurang menjadi 87.382 kasus dengan prevalensi 24,00%, dimana angka
prevalensi Stunting di wilayah
Flores lebih rendah dibanding di daratan Timor dan Sumba.
Berikut data Stunting 22 Kab/Kota keadaan Agustus 2020 yakni Kab. TTS 14.657 kasus (41,5% prevalensi), Kab. SBD 5.917 kasus (33,2%), Kab. Sumba Barat 2.763 kasus (32,2%), Kab. Sabu Raijua 2.258 kasus (31,4%), Kab. TTU 5.836 kasus (28,9%), Kab. Malaka 3.719 kasus (26,2%), Kab. Rote Ndao 3.328 kasus (25,8%), Kab. Lembata 2.115 kasus (25,7%), Kab. Kupang 6.943 kasus (25,3%), Kab.Flotim 3.974 kasus (22,7%), Kab. Alor 3.347 kasus (22,6%), Kab. Manggarai 5.229 kasus (23%), Kota Kupang 2.178 kasus (21,8%), Kab. Sumba Timur 4.060 kasus (21,5%), Kab. Belu 3.428 kasus (21,2%), Kab. Sumba Tengah 1.304 kasus (20,3%), Kab. Sikka 4.010 kasus (19,6%), Kab. Ende 3.430 kasus (17,4%), Kab. Mabar 3.788 kasus (17,3%), Kab. Ngada 1.653 kasus (15,9%), Kab. Nagekeo 1.433 kasus (13,8%) dan Kab. Manggarai Timur 2.012 kasus (9,1% prevalensi).
Kegiatan pertemuan
konvergensi Stunting dihadiri para kepala Desa, Camat, bidan desa, kepala
puskesmas dan tenaga gizi Puskesmas se Kab. Lembata. kegiatan yang digelar
tersebut menghadirkan 2 pemateri dari Provinsi yakni Ketua
Pokja Penanganan dan Pencegahan Stunting Prov. NTT, ir. Sarah Lery Mboeik, dan Sherly M Hayer mewakili
Dinkes Provinsi, serta 2 pemateri dari Kab. Lembata yakni Kadis Kesehatan, dr.
Lucia Sandra Gunadi dan Kabid perencanaan pembangunan ekosobud Bappelitbangda,
Maria L Lengari. (Kris Kris)
KOMENTAR