WartaNTT.com, LEMBATA – Pemerintah Kecamatan Lebatukan mediasi persoalan tanah ulayat yang terjadi antara Suku Olepue dan Suku Paliwala yang berasal dari 2 Desa di wilayah Kecamatan Lebatukan-Kab. Lembata, Rabu (24/03/2021).
Mediasi yang dipimpin Camat Lebatukan, Petrus Bote, merupakan tindaklanjut dari aksi pemblokiran kuari tanjung baja yang dilakukan pihak pemangku ulayat Lewolera asal Desa Lamadale, Kamis (18/03) lalu.
Nampak kehadiran para pemangku adat baik dari desa Lamadale maupun desa Dikesare, yang didampingi Kepala Desa dan Ketua BPD masing-masing.
Usai mendengar penjelasan dari kedua belah pihak, Camat Lebatukan berharap Suku Olepue dan Suku Paliwala dapat membangun komunikasi lanjutan terkait pengakuan hak ulayat.
Meskipun ada rencana dari suku Olepue menempuh
jalur hukum, namun hal tersebut diharapkan tidak menjadi pilihan, karena
menurut Petrus Bote, pengakuan terhadap ulayat adalah
pengakuan dari masyarakat adat, lagipula kedua suku tersebut mempunyai hubungan
kekerabatan yang erat.
“Setelah mendengar kedua pihak berbicara, ada 3 keputusan yang diambil” ujar Camat Lebatukan.
Dilanjutkannya “Yang pertama, aktivitas di lokasi kuari agar dihentikan karena belum mendapat izin dari pemerintah. Pengerjaan ruas jalan negara Trans Lembata tidak boleh dihambat”.
“Kedua, pengambilan material galian dan penarikan upeti di sepanjang lokasi pengerjaan ruas jalan tersebut, menjadi urusan pribadi para pemilik tanah dengan perusahaan (PT. Global Lembata/PT. Naviri Multi Konstruksi), namun hal itu (penarikan upeti) tidak pernah diinstruksikan oleh pemerintah”.
“Ketiga, agar suku Paliwala dan suku Olepue
dapat duduk bersama membangun komunikasi terkait batas ulayat yang difasilitasi
Kades dan BPD masing-masing sehingga menghasilkan solusi”.
“Jika masing-masing masih pertahankan pendapat, maka dengan dokumen-dokumen yang dimiliki silahkan berproses ke pengadilan. Namun urusan ulayat tidak perlu sampai dibahas di pengadilan karena pengakuan terhadap ulayat adalah pengakuan masyarakat adat disitu” ujarnya menambahkan.
Ditemui WartaNTT usai proses mediasi yang dilakukan, Camat Lebatukan sampaikan “Dinas Lingkungan Hidup Kab. Lembata sudah keluarkan surat teguran yang ditujukan kepada kontraktor dan pemilik kuari agar tidak melanjutkan aktivitas pengambilan material non logam dan batuan dilokasi baja karena belum miliki persetujuan lingkungan dari pemerintah”.
“Material dapat diambil di kuari yang telah berizin. Kemudian teguran juga disampaikan kepada pemilik kuari di baja untuk mengurus perizinan sesuai ketentuan yang berlaku diatas tanah hak miliknya tersebut” terangnya.
Sementara itu Kepala Desa Dikesare dan Kepala Desa Lamadale yang ditemui WartaNTT secara terpisah pasca mediasi (24/03), menyampaikan akan menindaklanjuti keputusan Camat terkait pertemuan lanjutan kedua suku.
Kades Dikesare, Eustakius Suban sampaikan “Kesimpulan tadi yang disampaikan bahwa kedua suku ini akan duduk berembuk. Tentu pemerintah masuk untuk fasilitasi dan itu yang kita harapkan, sehingga suasana diantara keluarga besar Olepue yang ada di Lamadale dan keluarga Paliwala di Dikesare dapat diambil solusi, karena bagaimanapun mereka bersaudara untuk bagaimana memposisikan ulayat secara benar untuk mengatur seluruh masyarakat yang ada”
“Pertemuan lanjutan belum bisa kita pastikan sekarang karena butuh waktu untuk dibicarakan” ujarnya.
“Saya belum bisa pastikan kapan waktu pertemuan lanjutannya, namun setelah pulang dari sini kami rembuk bersama dan nanti akan diinformasikan”.
“Dalam kapasitas sebagai pemerintah desa saya siap mendampingi mereka dalam situasi apapun yang akan diputuskan” ujar Yohanes Sasi, Kades Lamadale. (Kris Kris)
KOMENTAR