WartaNTT.com, LEMBATA –
Peringatan hari kebangkitan nasional ke-113, Kamis (20/05/2021) menjadi
momentum yang dipilih 16 organisasi/komunitas yakni Barakat, Sparta Jakarta,
Gertak Florata, Permata Lembata, LBH Surya NTT, ARAK, Amatata Jakarta, SPRI,
Front Mata Mera, Koppral, Gempar Kolontobo, AML Kupang, Ajaib, JPIC-SVD, Astaga
Lembata dan Rumah Cinta, memutuskan berhimpun dibawah Aliansi Rakyat Lembata
Bersatu yang dikoordinir oleh Kanisius Ratu Soge selaku koordinator umum, gelar
aksi unjuk rasa di Lembata.
Informasi yang dihimpun WartaNTT, aksi yang digelar
merupakan puncak kemarahan dari beragam persoalan yang dirasakan masyarakat Lembata,
sehingga Aliansi Rakyat Lembata Bersatu mengambil sikap untuk turun kejalan
menyuarakan aspirasi terhadap tindakan Bupati Lembata dan DPRD sebagai wakil
rakyat.
Dalam pernyataan sikap tertulis, Aliansi Rakyat
Lembata Bersatu sampaikan 5 tuntutannya yakni Ke-1, DPRD Lembata secara kelembagaan
bersikap tegas dalam mengawal dugaan korupsi proyek Awololong, dengan membuat
rekomendasi ke Polda NTT untuk menangkap aktor intelektualnya.
Ke-2, Mendorong Kejari Lembata memproses dugaan mafia
tanah di Desa Merdeka, Kec. Lebatukan.
Ke-3, Mendesak DPRD Lembata menyikapi keberadaan Bupati Lembata yang
meninggalkan Kab. Lembata
dimana terhitung sampai dengan hari ini, Kamis (20/05/2021) sudah 24 hari.
Ke-4, Mendesak DPRD lakukan sidang paripurna untuk memberhentikan Bupati Lembata.
Ke-5, Jika point 1, 2, 3, dan 4 tidak dijalankan, anggota DPRD Lembata yang berjumlah 25 orang mengundurkan diri karena
gagal perjuangkan aspirasi rakyat.
Kajari Lembata, Ridwan Sujana Angsar, dihadapan massa aksi didepan kantor Kejari
Lembata memberikan informasi perkembangan penanganan dugaan korupsi tanah di
Desa Merdeka.
“Perkara
dugaan korupsi tanah di Desa Merdeka masih dalam tahap penyidikan sejak 1 Maret
dimana masih ada proses yang dilalui”.
“Pihak kami terus berkoordinasi dengan instansi terkait
dalam proses perhitungan kerugian negara dan sedang menunggu
kedatangan BPKP. Nanti akan diumumkan secara transparan jika sudah
ada hasilnya” ujar Ridwan.
Kanis Soge pun memberikan ultimatum bagi Kejari Lembata.
“Jika dalam waktu 1 bulan kedepan belum ada perkembangan, maka massa
aksi akan datang kembali”
ujarnya tegas.
Usai mendatangi kantor Kejari Lembata, massa aksi kemudian
bergerak menuju Polres Lembata menyampaikan orasinya terkait persoalan dugaan
korupsi pembangunan destinasi wisata di pulau siput-Awololong yang ditenggarai
mengakibatkan kerugian negara senilai Rp.1,4M dan saat ini kasusnya ditangani
Polda NTT.
“Kami minta Bapak Kapolres Lembata sampaikan kepada Polda NTT segera tangkap para
tersangka atau aktor intelektual kasus dugaan korupsi Awololong. Selain itu banyak
proyek mangkrak dan mubazir di Lembata namun dimana aparat penegak hukum?”
“Masyarakat tentu tidak
akan bangga jika APH melakukan tindakan tidak sesuai ketentuan.
Rakyat masih taruh kepercayaan kepada APH”.
“Kami titipkan tanggung jawab kepada Bapak Kapolres Lembata dan jajaran. Jika masih ada niat baiknya, maka kami masyarakat
siap jadi sahabat kalian” ujar kanis
soge berapi-api disambut sorakan massa aksi.
Kapolres Lembata, AKBP Yoce Marten, yang
diberikan kesempatan akhirnya memberikan penjelasan.
“Beberapa hal
yang disampaikan sedang dalam penanganan Polres, namun jika menjadi kewenangan
tingkat atas (Polda, red) maka Polres akan sampaikan harapan masyarakat” terangnya.
Dirinyapun meminta massa aksi tetap mematuhi protokol
kesehatan sehingga aksi yang digelar berjalan dengan baik.
“Saat ini
masih pandemi Covid-19 sehingga kami
himbau agar tetap patuhi protokol kesehatan, pakai masker secara benar”.
“Jajaran Polres Lembata tentunya mendukung
Polda NTT dalam penanganan kasus korupsi di NTT, termasuk terhadap seluruh
kasus-kasus akan ditindaklanjuti sesuai prosedur” ujarnya.
Setelah mendengar penjelasan Kapolres Lembata, massa aksi
bergerak menuju kantor DPRD Lembata meluapkan kemarahannya terhadap 25 wakil
rakyat karena dianggap tidak becus mempertanggungjawabkan aspirasi rakyat. Sayangnya kehadiran
Aliansi Rakyat Lembata Bersatu hanya disambut 13 anggota DPRD tanpa kehadiran
1pun unsur pimpinan DPRD Lembata.
Usai negosiasi panjang didepan pintu gerbang, akhirnya 18
utusan massa aksi diperkenankan masuk untuk menyampaikan aspirasinya dalam
gedung DPRD.
Pantauan WartaNTT, anggota DPRD yang hadir yakni Paulus
Toon Tukan dan Antonius Molan Leumara dari Partai Demokrat, Abubakar Sulang dan
Simon Beduli dari Partai Golkar, Florentinus Ola Kia dan Marianus Gabriel Pole Raring
dari PDIP, Hasan Baha dan Laurensius Ola dari PAN, Yosep Boli Muda, Aleksander
Arakian dan Gergorius Amo dari PKB, Samsudin dari Partai Perindo serta
Rusliudin Ismail dari PKS.
13 anggota DPRD Lembatapun menyepakati 3 keputusan yang
dituangkan dalam kesepakatan bersama berisikan antara lain DPRD menerima semua aspirasi yang disampaikan.
Untuk menindaklanjuti aspirasi, akan
diagendakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dalam keputusan Bamus DPRD
Lembata, serta DPRD Lembata segera mengadakan rapat
bamus untuk mendudukan agenda RDPU guna membahas aspirasi-aspirasi yang
disampaikan. (Kris
Kris)
KOMENTAR