Rizieq sudah terkena banyak kasus dan
dilaporkan hingga belasan kali pula. Saya tidak perlu ingatkan lagi
kasus-kasus apa saja yang sedang menimpa Rizieq, search di Internet, ada
banyak yang sudah memberitakan.
Beberapa waktu lalu, Rizieq meminta kasus
logo palu arit di lembarang uang Rupiah baru yang melibatkan dirinya
segera dihentikan. Permintaan ini langsung direspon oleh Kapolda Metro
Jaya Irjen M Iriawan terheran-heran. Dia heran bagaimana ada permintaan
kasus itu dihentikan. Bahkan dia meminta diajari cara mengetik surat
penghentian kasus tersebut. Sebuah sentilan yang merupakan kode bahwa
kasus ini akan tetap dilanjutkan.
“Saya tidak mengerti gimana mengetiknya,
penyidik ada, tanya penyidiknya langsung coba. Gimana cara
menghentikannya, ajarkan saya,” kata Iriawan. Sebelumnya anggota tim
advokasi GNPF, Kapitra Ampera mendesak polisi untuk menerbitkan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah kasus yang
dituduhkan pada Rizieq. Alasannya adalah dia menilai polisi tidak bisa
menemukan unsur tindak pidana seperti yang dituduhkan.
Setahu saya yang bisa menghentikan kasus
ini adalah pihak yang melaporkan dengan cara mencabut gugatan? Kenapa
tidak langsung saja mediasi dengan pihak pelapor? Lagipula rasanya aneh
mendesak dikeluarkannya SP3, dengan dalih tidak menemukan unsur pidana.
Yah, namanya juga sedang diselidiki kasusnya. Kalau memang nanti tidak
terbukti ya pasti akan dibebaskan.
Lagi-lagi saya teringat dengan Ahok yang
sedang menjalani kasus dugaan penistaan agamanya. Apakah Ahok
mewek-mewek minta kasusnya dihentikan, atau memaksa polisi menerbitkan
SP3? Apakah Ahok susah dipanggil alias suka mangkir? Bandingkan dengan
Rizieq yang belum apa-apa saja sudah mulai bereaksi seperti orang
gelisah.
Rizieq adalah salah satu yang paling
lantang menyuarakan agar kasus Ahok segera diproses, bahkan tidak jarang
melakukan penekanan. Pengerahan massa pun dilakukan hanya demi untuk
Ahok. Ahok harus diproses, Ahok harus dipenjara, Ahok harus ditahan
segera. Tahan penista agama. Penjarakan penista agama. Sekarang Ahok
sedang diproses hukum dan sudah menjalani sidang 11 kali.
Tapi lucunya kasus Rizieq malah minta
dihentikan. Di mana logikanya? Di mana letak keadilannya? Adilkah
meminta bahka memaksa kasus orang dipercepat, diusut hingga tuntas, tapi
kasusnya sendiri minta dihentikan saja? Bukan hanya lucu, tapi juga
bentuk keegoisan yang tidak pada tempatnya. Sudah jelas bahwa ini adalah
bentuk kebencian semata terhadap Ahok. Ketika Rizieq terkena batunya,
ia berusaha mengelak dengan berbagai cara.
Saya rasa sulit untuk mengelak, karena ada
banyak kasus yang sedang menimpanya akibat ulah sendiri. Jika ingin
menerapkan konsep keadilan dalam hukum, atau istilahnya SBY equality before the law,
maka Rizieq juga harus bersedia diproses dengan cara yang sama seperti
Ahok. Dan apabila Rizieq ingin kasusnya dihentikan, maka Ahok juga harus
dihentikan juga. Jika dia merasa kasusnya dikriminalisasi, kasus Ahok
juga sebenarnya dikriminalisasi atau dipolitisasi. Seharusnya Rizieq
minta tolong pada polisi agar mengeluarkan SP3 untuk kasus Ahok biar
sama-sama adil.
Beberapa pihak mengatakan ini adalah salah
satu bentuk kriminalisasi ulama. Ini juga sulit dicerna oleh pikiran
saya. Menurut Iriawan apa yang dilakukan kepolisian adalah berdasarkan
laporan yang masuk bukan karena identitasnya yang dilaporkan berdasarkan
ulama. Dia meminta semua pihak agar tidak mencampur aduk proses hukum
dengan agama.
“Kita nggak pernah, jangan dijustifikasi
mengkriminalisasi ulama, nggak boleh loh. Saya agama Islam, saya tuh
haji, saya punya pesantren juga, ulama guru saya. Ini kan perorangan,
Rizieq Shihab, Munarman, Bachtiar Nasir itu perorangan bukan ulamanya,”
kata Iriawan.
Inilah yang saya maksud dengan agama yang
dicampuradukkan dengan politik atau hukum, segalanya jadi tidak jelas
dan dijadikan tameng. Jika ulama, terbukti melakukan tindak pidana,
apakah sama sekali tidak boleh diproses dengan dalih seorang ulama?
Kalau begini caranya, alasan ‘kriminalisasi ulama’ bisa berpotensi
dimanfaatkan agar bisa kebal hukum. Justru ini akan menimbulkan
ketidakadilan.
Seorang ulama boleh melakukan apa pun, dan
ketika tersandung kasus, maka hanya perlu mengingatkan bahwa ini adalah
‘kriminalisasi ulama’ sehingga proses penyidikan pun dihentikan. Inilah
yang terjadi jika agama dicampur dengan hukum, saling berbenturan
sehingga beginilah jadinya. Satunya menggunakan hukum, satunya lagi
memakai agama. Tidak sinkron jadinya. Tidak akan klop.
Usaha pengelakan Rizieq ini akan terasa
sulit, karena begitu keluar dari satu kasus, maka kasus lain sudah
menunggunya. Seperti pepatah keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut
buaya. Ini semua adalah akibat dari perbuatan sendiri, dan seperti kata
Iriawan, ini tidak ada hubungannya dengan status ulama, melainkan nama
perorangan. Jadi tidak usah dicampur-campur karena akan bikin bingung.
Cukup hadapi saja kasus ini dengan gentleman seperti Ahok. Meminta
kasusnya dihentikan malah akan membuat orang jadi yakin kasus Ahok
dipolitisasi.
KOMENTAR