Jakarta --Mantan Ketua MK Mahfud
MD mengatakan soal demokrasi kebablasan dibahas dalam pertemuan antara
kelompok Cipayung dan Presiden Jokowi di Istana dua hari lalu. Menurut
Mahfud, demokrasi harus dibarengi penegakan hukum.
"Memang iya, betul, saya juga sudah sampaikan kemarin kepada Presiden waktu pertemuan dengan kelompok Cipayung, ada yang bilang demokrasi kita itu kebablasan gitu," kata Mahfud dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (22/2/2017).
Mahfud menjelaskan demokrasi, intinya, adalah kebebasan bagi setiap orang untuk menyatakan sikap politik dan memperjuangkan aspirasi. Namun, jika demokrasi dibiarkan terlalu bebas atau kebablasan, negara bisa rusak.
Sebab dalilnya, kata Mahfud, demokrasi tanpa penegakan hukum adalah
anarki. Hukum tanpa demokrasi adalah kesewenang-wenangan dari penguasa.
Karena itu, kuncinya tetap pada penegakan hukum yang jujur dan adil.
"Yang dikatakan penegakan hukum itu bukan tindakan sepihak terhadap orang yang berbeda, tetapi juga terhadap diri sendiri harus berani menegakkan hukum. Itu saja sebenarnya kuncinya," ujarnya.
Menurut Mahfud, demokrasi akan sangat indah jika hukum ditegakkan, baik kepada lawan politik maupun terhadap diri sendiri. Jika penegakan hukum hanya sepihak, hal itu akan menjadi api dalam sekam yang suatu saat membakar semuanya.
"Itu disampaikan kemarin kepada Bapak Presiden waktu pertemuan, dan Presiden sependapat bahwa demokrasi harus dibuka lebar, politik beda pendapat itu biasa. Tapi kalau demokrasi itu harus. Yang saya sampaikan ke Presiden, demokrasi itu harus dibarengi dengan nomokrasi, yaitu penegakan hukum," paparnya.
Soal penyebab demokrasi menjadi kebablasan, Mahfud memaparkan hal itu berkaitan dengan cara berpolitik.
"Ya biasalah di mana-mana orang punya ambisi-ambisi politik tertentu. Begini ya, politik itu yang tidak berkuasa ingin mencicipi kekuasaan, yang berkuasa ingin mempertahankan kekuasaan. Di situlah kemudian timbul pertarungan-pertarungan politik dalam demokrasi," ujarnya.
"Itu tidak apa-apa asal hukumnya tegak. Karena, indah demokrasi jika hukum tegak. Tapi sangat berbahaya demokrasi itu kalau hukum tidak tegak, sepihak," tuturnya.
(idh/fjp)
"Memang iya, betul, saya juga sudah sampaikan kemarin kepada Presiden waktu pertemuan dengan kelompok Cipayung, ada yang bilang demokrasi kita itu kebablasan gitu," kata Mahfud dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (22/2/2017).
Mahfud menjelaskan demokrasi, intinya, adalah kebebasan bagi setiap orang untuk menyatakan sikap politik dan memperjuangkan aspirasi. Namun, jika demokrasi dibiarkan terlalu bebas atau kebablasan, negara bisa rusak.
"Yang dikatakan penegakan hukum itu bukan tindakan sepihak terhadap orang yang berbeda, tetapi juga terhadap diri sendiri harus berani menegakkan hukum. Itu saja sebenarnya kuncinya," ujarnya.
Menurut Mahfud, demokrasi akan sangat indah jika hukum ditegakkan, baik kepada lawan politik maupun terhadap diri sendiri. Jika penegakan hukum hanya sepihak, hal itu akan menjadi api dalam sekam yang suatu saat membakar semuanya.
"Itu disampaikan kemarin kepada Bapak Presiden waktu pertemuan, dan Presiden sependapat bahwa demokrasi harus dibuka lebar, politik beda pendapat itu biasa. Tapi kalau demokrasi itu harus. Yang saya sampaikan ke Presiden, demokrasi itu harus dibarengi dengan nomokrasi, yaitu penegakan hukum," paparnya.
Soal penyebab demokrasi menjadi kebablasan, Mahfud memaparkan hal itu berkaitan dengan cara berpolitik.
"Ya biasalah di mana-mana orang punya ambisi-ambisi politik tertentu. Begini ya, politik itu yang tidak berkuasa ingin mencicipi kekuasaan, yang berkuasa ingin mempertahankan kekuasaan. Di situlah kemudian timbul pertarungan-pertarungan politik dalam demokrasi," ujarnya.
"Itu tidak apa-apa asal hukumnya tegak. Karena, indah demokrasi jika hukum tegak. Tapi sangat berbahaya demokrasi itu kalau hukum tidak tegak, sepihak," tuturnya.
(idh/fjp)
KOMENTAR