wartantt.com -- Dalam menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2018, prajurit TNI harus tetap netral, jangan ada yang berpihak kepada salah satu kontestan peserta Pilkada dan harus bisa menjadi penengah apabila terjadi konflik.
Hal tersebut disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo saat
memberikan pengarahan kepada 6.499 prajurit TNI, terdiri atas Angkatan
Darat, Laut dan Udara di Hanggar Skadron 17 Lanud Halim Perdanakusuma,
Jakarta Timur, Kamis (26/10/2017).
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan
bahwa prajurit TNI tidak boleh berpolitik praktis, karena politik TNI
adalah politik negara yaitu politik yang menjamin tetap tegak kokohnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Apapun alasannya, prajurit
TNI harus selalu berbuat untuk mengabdi dan menjaga NKRI,” tegasnya.
Menurut Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, modal utama untuk menjaga stabilitas keamanaan dan politik khususnya dalam menghadapi Pilkada dibutuhkan soliditas
TNI dan Polri karena TNI-Polri sebagai penyangga tegaknya NKRI. “Saat
ini negara membutuhkan suasana yang teduh. Hal tersebut bisa diwujudkan
dengan soliditas antara TNI dan Polri,” ucapnya.
Dihadapan
ribuan prajuritnya, Panglima TNI mengatakan bahwa prajurit yang
profesional adalah prajurit yang selalu mengasah kemampuannya, bersikap
disiplin dan taat kepada hukum serta aturan yang berlaku. “Hukum adalah
Panglima maka kita harus selalu taat kepada hukum, tidak ada satupun
prajurit TNI termasuk saya yang tidak taat hukum,” tegasnya.
Lebih
lanjut Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyampaikan bahwa, setiap prajurit
TNI harus bersikap menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan
apapun karena rakyat adalah ibu kandung TNI. Menurutnya, kemanunggalan
TNI dan rakyat adalah kekuatan hakiki yang paling ampuh. “Tidak ada
satupun negara di dunia yang bisa mengalahkan NKRI, apabila TNI
benar-benar manunggal dengan rakyat,” ujarnya.
Pada
kesempatan tersebut, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo
mengatakan bahwa, setiap prajurit TNI yang profesional harus menjunjung
tinggi loyalitas sesuai dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. “Setiap
prajurit harus taat kepada atasan, mulai dari Komandan Regu sampai
Kepala Staf Angkatan dan Panglima TNI. Selanjutnya
di atas Panglima TNI adalah Presiden RI yang telah terpilih secara sah
dan Konstitusi yaitu Presiden RI Joko widodo,” jelasnya.
Disisi
lain pengarahannya, Panglima TNI menyampaikan bahwa dalam diri setiap
orang Indonesia mengalir darah ksatria, ini dibuktikan dengan adanya
senjata khas yang dimiliki oleh setiap suku di Indonesia. “Hanya
bedanya, jika di sebelah Barat bentuknya kecil dan disembunyikan,
semakin ke Timur semakin besar dan ditampakkan,” ujarnya.
Lebih
lanjut Panglima TNI menuturkan bahwa darah ksatria juga dicerminkan
dengan adanya tarian perang yang dimiliki oleh semua suku di Nusantara.
Tarian perang itu sendiri merupakan bentuk latihan perang dan bela diri
suatu suku yang dikemas secara santun agar tidak menyinggung suku
lainnya, namun mengandung kesan bahwa setiap saat mereka siap untuk
berperang.
“Darah
ksatria yang mengalir ini memberikan semangat untuk selalu melindungi
pihak yang lemah, mau mengalah kepada pihak yang kecil serta rela
berkorban untuk kepentingan orang lain. Walaupun memiliki senjata dan
tarian perang, hal ini sama sekali tidak berarti ingin selalu menang
sendiri dan menindas kaum minoritas,” katanya.
Menurut
Panglima TNI, jiwa patriot yang mengalir dalam darah bangsa Indonesia
berarti bahwa orang Indonesia percaya pada kemampuan sendiri dan siap
perang serta tidak pernah takut mati jika harga dirinya terusik. “Rakyat
Indonesia akan melawan, bila ada yang mengusik rasa kebangsaannya
karena ditubuhnya mengalir darah patriot,” tegasnya.
Sedangkan
semangat gotong royong bangsa Indonesia, Panglima TNI menjelaskan bahwa
orang Indonesia sangat mudah untuk memberikan bantuan secara sukarela,
apabila melihat atau mendengar ada orang yang membutuhkan pertolongan.
“Mereka bukan hanya mau menyumbangkan tenaga, namun juga uang atau harta
benda lainnya,” tuturnya./*
KOMENTAR