wartantt.com, POLITIK -- Pemimpin yang diimpikan rakyat NTT adalah pemimpin baru dengan
semangat baru, dan memiliki terobosan-terobosan secara akademis dan
secara praktis untuk membawa perubahan.
Selain itu, pemimpin baru juga harus seorang nasionalis yang berdiri di tengah-tengah karena dia bukan pemimpin kelompok agama tertentu, akan tetapi pemimpin bagi semua agama, ras, dan golongan di NTT.
Demikian pandangan Rektor Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Pastor Dr Philipus Tule SVD dalam diskusi publik dengan tema “Mencari Pemimpin Baru NTT” di Studio 1 RRI Kupang, Senin (18/12).
Diskusi Publik ini dipandu Aser Rihi Tugu dan disiarkan lansung oleh RRI Kupang, Rote Sabu, Ende, Atambua, dan Sumba.
“Sangat berbahaya kalau calon pemimpinnya menggunakan agama sebagai instrumen untuk mendorong dia untuk meraih kekuasaan. Untuk itu kita harus mengutamakan pemimpin yang berkualitas, yang mampu mengelola pemerintah dengan baik dan profesional bukan dengan karena dia beragama apa,” tegas Pastor Dr Philipus Tule.
Hadir dalam diskusi tersebut, Dewan Pengawas LPP RRI NTT Dr Frederik Ndolu, Dr Acry Deodatus dan Balkis Soraya Tanof dari Undana Kupang, Direktur Stikes CHMK drg Jeffry Yap, Pemimpin Umum Victory News, Pemred Pos Kupang Dion Putra, Pemred Timex Marthen Bana, Pemred VN Stevie Johannis, Ketua Hipmi NTT Athur Lay, serta Kepala LPP RRI Kupang Haji Salman.
Pastor Philipus Tule menegaskan, suksesi kepemimpinan sudah tujuh kali terjadi dan NTT melalui Pilgub 2018 dan tahun depan akan memiliki gubernur ke-8. Banyak yang sudah dilakukan maupun belum, bahkan tidak dilakukan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.
Maka melalui momentum HUT ke-59 NTT tahun ini menjadi refleksi bersama. Provinsi dengan penduduk sekitar 5,2 juta ini, memiliki kekayaan dan potensi sumber daya yang banyak.
Kekayaan sumber daya manusia NTT, katanya, tidak hanya sebatas merantau sebagai TKI tetapi sebagai ilmuwan. “Inilah potensi-potensi yang pada masa lalu menjadi kebanggaan, tapi akhir-akhir ini dinilai bahwa SDM terendah. Itu semua kemiskinan juga menjadi pertanyaan bagi kita semua, mengapa sudah memasuki 60 tahun keadaan sosial ekonomi pendidikan masih juga memprihatinkan.
Karena itu, dia menegaskan bahwa pemimpin diharapkan akan tampil adalah pemimpin baru, dengan semangat baru, dan dengan terobosan-terobosan secara akademis dan secara praktis harus baru, dan membawa perubahan.
Pastor Philipus Tule mengatakan, semua pemimpin harus memahami bahwa NTT sebagai miniatur Indonesia, provinsi dengan kekayaan dan kebhinekaan agama dan suku. Sehingga dibutuhkan pemimpin yang nasionalis yang mampu mendayagunakan kebhinekaan di Flobamora ini dari segi etnis, segi agama menjadi kekayaan SDM yang harus didayagunakan.
“Kedua, saya menyadari bahwa NTT adalah provinsi dengan konsentrasi agama Kristen, baik Katolik maupun Protestan yang terbesar di seluruh negeri ini. Oleh sebab itu, nilai-nilai kekristenan kita, harus juga betul-betul dimanfaatkan, yang akan menjiwai seluruh program dan pelaksanaan pembangunan,” kata Pastor Tule yang adalah pakar Islamologi ini.
Ia menegaskan, pemimpin NTT yang diharapkan adalah pemimpin yang beragama dan mampu menghayati nilai-nilai keagamaan dalam praksis berpolitik dan mengelola pemerintahan.
“Tokoh-tokoh agama harus dijadikan sebagai mitra, dan bukan dinilai sebagai saingan. Aspek kemitraan dengan lembaga-lembaga agama dan tokoh-tokoh agama harus mendapat perhatian,” ucapnya.
Selesai dengan Diri
Selaras dengan Pastor Dr Philipus Tule SVD, Pemimpin Umum Victory News Chris Mboeik menegaskan, bahwa ia tidak sepakat jika dikatakan NTT bodoh, miskin, dan orang kalahan. Sebab, NTT punya segala sumber daya, namun belum menemukan pemimpin yang ideal untuk mengelola semua potensi dan sumber daya yang ada.
Yang dibutuhkan NTT adalah calon pemimpin yang sudah “selesai dengan dirinya” sehingga dirinya tidak lagi berorientasi dengan berburu rente dan korupsi.
Pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya tidak akan terjebak dengan kepentingan pribadi dan kelompok, akan bebas dari sekat-sekat primordialisme, sehingga fokus melayani masyarakat.
Bagi Chris Mboeik yang 20-an tahun menghabiskan waktu di Jakarta tersebut, SDM dan SDA NTT tak terhitung jumlahnya. Namun yang belum dimiliki adalah pemimpin yang anti korupsi.
“Titik kuncinya NTT belum punya pemimpin ideal karena masih terjebak primordialisme. Orang yang memimpin NTT adalah orang yang harus sudah selesai dengan dirinya dan hanya mau melayani masyarakat,” tegas mantan Wapemred Harian nasional Suara Pembaruan itu.
Sedangkan Dr Acry Deodatus mengatakan, ada lima kecerdasan yang harus dimiliki pemimpin NTT, yakni kecerdasan religius, kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan fisik.
Dengan lima kecerdasan itu, pemimpin NTT baru bisa berlari lebih cepat untuk berada di depan untuk menuntun rakyatnya. Dengan kecerdasan yang demikian, katanya, pemimpin baru bisa mengetahui apa yang dibutuhkan rakyatnya dan bagaimana menjawab atau mengatasinya.
Direktur Stikes CHMK Jeffry Yap mengingatkan bahwa NTT saat ini ada beberapa jenis penyakit yang urgen diatasi bersama, yakni infeksi, penyakit menular, penyakit degenatif dan penyakit new emergin desease seperti difteri.
Selain itu, persoalan gizi buruk dan HIV/AIDS juga masih menjadi persoalan kesehatan di NTT.
Ia mengatakan ada korelasi antara kesehatan dan kemiskinan, dimana kemiskinan berkaitan dengan gizi buruk yang menimbulkan masyarakan rentan sakit. Maka NTT membutuhkan pemimpin yang berperspektif kesehatan.
Pemred Pos Kupang Dion Db Putra mengatakan, pemimpin NTT yang baru harus berani mengambil terobosan untuk memajukan NTT. NTT, menurut dia, punya banyak kepala tetapi bukan pemimpin. Karena itu beragam persoalan seperti infrastruktur, pendidikan, dan kemiskinan belum kunjung diselesaikan.
Pemred Timor Express Marthen Bana menilai dari 22 kabupaten/kota di NTT yang standar hidupnya rendah itu ada 18 kabupaten. Maka NTT butuh “pemimpin gila” agar bia menyelesaikan beragam persoalan di NTT. Sebab, pemimpin yang “biasa-biasa saja” tak akan mampu membawa NTT maju lebih cepat mengimbangi daerah lain.
Sementara Ketua Hipmi NTT Athur Lay menegaskan, pemimpin NTT yang baru harus bisa memberikan stabilitas politik memudahkan iklim investasi dan aktivitas ekonomi berjalan dengan baik.
“Pemimpin juga barus bisa membawa akselerasi ekonomi sehingga bisa memberikan solusi yang cepat dan tuntas pada perekonomian NTT,” katanya.
Semua orang, kata dia, harus berpikir optimis bahwa NTT bisa keluar dari segala problem yang ada dengan segala sumber daya yang ada.
Untuk membangun NTT semua stakeholder harus bergandengan tangan.
“Pemimpin ke depan jangan primordial lagi dan punya visi entrepreneur,” pungkasnya.
Selain itu, pemimpin baru juga harus seorang nasionalis yang berdiri di tengah-tengah karena dia bukan pemimpin kelompok agama tertentu, akan tetapi pemimpin bagi semua agama, ras, dan golongan di NTT.
Demikian pandangan Rektor Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Pastor Dr Philipus Tule SVD dalam diskusi publik dengan tema “Mencari Pemimpin Baru NTT” di Studio 1 RRI Kupang, Senin (18/12).
Diskusi Publik ini dipandu Aser Rihi Tugu dan disiarkan lansung oleh RRI Kupang, Rote Sabu, Ende, Atambua, dan Sumba.
“Sangat berbahaya kalau calon pemimpinnya menggunakan agama sebagai instrumen untuk mendorong dia untuk meraih kekuasaan. Untuk itu kita harus mengutamakan pemimpin yang berkualitas, yang mampu mengelola pemerintah dengan baik dan profesional bukan dengan karena dia beragama apa,” tegas Pastor Dr Philipus Tule.
Hadir dalam diskusi tersebut, Dewan Pengawas LPP RRI NTT Dr Frederik Ndolu, Dr Acry Deodatus dan Balkis Soraya Tanof dari Undana Kupang, Direktur Stikes CHMK drg Jeffry Yap, Pemimpin Umum Victory News, Pemred Pos Kupang Dion Putra, Pemred Timex Marthen Bana, Pemred VN Stevie Johannis, Ketua Hipmi NTT Athur Lay, serta Kepala LPP RRI Kupang Haji Salman.
Pastor Philipus Tule menegaskan, suksesi kepemimpinan sudah tujuh kali terjadi dan NTT melalui Pilgub 2018 dan tahun depan akan memiliki gubernur ke-8. Banyak yang sudah dilakukan maupun belum, bahkan tidak dilakukan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.
Maka melalui momentum HUT ke-59 NTT tahun ini menjadi refleksi bersama. Provinsi dengan penduduk sekitar 5,2 juta ini, memiliki kekayaan dan potensi sumber daya yang banyak.
Kekayaan sumber daya manusia NTT, katanya, tidak hanya sebatas merantau sebagai TKI tetapi sebagai ilmuwan. “Inilah potensi-potensi yang pada masa lalu menjadi kebanggaan, tapi akhir-akhir ini dinilai bahwa SDM terendah. Itu semua kemiskinan juga menjadi pertanyaan bagi kita semua, mengapa sudah memasuki 60 tahun keadaan sosial ekonomi pendidikan masih juga memprihatinkan.
Karena itu, dia menegaskan bahwa pemimpin diharapkan akan tampil adalah pemimpin baru, dengan semangat baru, dan dengan terobosan-terobosan secara akademis dan secara praktis harus baru, dan membawa perubahan.
Pastor Philipus Tule mengatakan, semua pemimpin harus memahami bahwa NTT sebagai miniatur Indonesia, provinsi dengan kekayaan dan kebhinekaan agama dan suku. Sehingga dibutuhkan pemimpin yang nasionalis yang mampu mendayagunakan kebhinekaan di Flobamora ini dari segi etnis, segi agama menjadi kekayaan SDM yang harus didayagunakan.
“Kedua, saya menyadari bahwa NTT adalah provinsi dengan konsentrasi agama Kristen, baik Katolik maupun Protestan yang terbesar di seluruh negeri ini. Oleh sebab itu, nilai-nilai kekristenan kita, harus juga betul-betul dimanfaatkan, yang akan menjiwai seluruh program dan pelaksanaan pembangunan,” kata Pastor Tule yang adalah pakar Islamologi ini.
Ia menegaskan, pemimpin NTT yang diharapkan adalah pemimpin yang beragama dan mampu menghayati nilai-nilai keagamaan dalam praksis berpolitik dan mengelola pemerintahan.
“Tokoh-tokoh agama harus dijadikan sebagai mitra, dan bukan dinilai sebagai saingan. Aspek kemitraan dengan lembaga-lembaga agama dan tokoh-tokoh agama harus mendapat perhatian,” ucapnya.
Selesai dengan Diri
Selaras dengan Pastor Dr Philipus Tule SVD, Pemimpin Umum Victory News Chris Mboeik menegaskan, bahwa ia tidak sepakat jika dikatakan NTT bodoh, miskin, dan orang kalahan. Sebab, NTT punya segala sumber daya, namun belum menemukan pemimpin yang ideal untuk mengelola semua potensi dan sumber daya yang ada.
Yang dibutuhkan NTT adalah calon pemimpin yang sudah “selesai dengan dirinya” sehingga dirinya tidak lagi berorientasi dengan berburu rente dan korupsi.
Pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya tidak akan terjebak dengan kepentingan pribadi dan kelompok, akan bebas dari sekat-sekat primordialisme, sehingga fokus melayani masyarakat.
Bagi Chris Mboeik yang 20-an tahun menghabiskan waktu di Jakarta tersebut, SDM dan SDA NTT tak terhitung jumlahnya. Namun yang belum dimiliki adalah pemimpin yang anti korupsi.
“Titik kuncinya NTT belum punya pemimpin ideal karena masih terjebak primordialisme. Orang yang memimpin NTT adalah orang yang harus sudah selesai dengan dirinya dan hanya mau melayani masyarakat,” tegas mantan Wapemred Harian nasional Suara Pembaruan itu.
Sedangkan Dr Acry Deodatus mengatakan, ada lima kecerdasan yang harus dimiliki pemimpin NTT, yakni kecerdasan religius, kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan fisik.
Dengan lima kecerdasan itu, pemimpin NTT baru bisa berlari lebih cepat untuk berada di depan untuk menuntun rakyatnya. Dengan kecerdasan yang demikian, katanya, pemimpin baru bisa mengetahui apa yang dibutuhkan rakyatnya dan bagaimana menjawab atau mengatasinya.
Direktur Stikes CHMK Jeffry Yap mengingatkan bahwa NTT saat ini ada beberapa jenis penyakit yang urgen diatasi bersama, yakni infeksi, penyakit menular, penyakit degenatif dan penyakit new emergin desease seperti difteri.
Selain itu, persoalan gizi buruk dan HIV/AIDS juga masih menjadi persoalan kesehatan di NTT.
Ia mengatakan ada korelasi antara kesehatan dan kemiskinan, dimana kemiskinan berkaitan dengan gizi buruk yang menimbulkan masyarakan rentan sakit. Maka NTT membutuhkan pemimpin yang berperspektif kesehatan.
Pemred Pos Kupang Dion Db Putra mengatakan, pemimpin NTT yang baru harus berani mengambil terobosan untuk memajukan NTT. NTT, menurut dia, punya banyak kepala tetapi bukan pemimpin. Karena itu beragam persoalan seperti infrastruktur, pendidikan, dan kemiskinan belum kunjung diselesaikan.
Pemred Timor Express Marthen Bana menilai dari 22 kabupaten/kota di NTT yang standar hidupnya rendah itu ada 18 kabupaten. Maka NTT butuh “pemimpin gila” agar bia menyelesaikan beragam persoalan di NTT. Sebab, pemimpin yang “biasa-biasa saja” tak akan mampu membawa NTT maju lebih cepat mengimbangi daerah lain.
Sementara Ketua Hipmi NTT Athur Lay menegaskan, pemimpin NTT yang baru harus bisa memberikan stabilitas politik memudahkan iklim investasi dan aktivitas ekonomi berjalan dengan baik.
“Pemimpin juga barus bisa membawa akselerasi ekonomi sehingga bisa memberikan solusi yang cepat dan tuntas pada perekonomian NTT,” katanya.
Semua orang, kata dia, harus berpikir optimis bahwa NTT bisa keluar dari segala problem yang ada dengan segala sumber daya yang ada.
Untuk membangun NTT semua stakeholder harus bergandengan tangan.
“Pemimpin ke depan jangan primordial lagi dan punya visi entrepreneur,” pungkasnya.
KOMENTAR