WartaNTT.com, LEMBATA –
Pernah menoreh predikat “Buruk” sebagai Kabupaten peringkat ke-1 kasus Malaria
tertinggi di Provinsi NTT pada tahun 2016 silam (sejumlah 6.562 kasus) membuat Pemerintah Kabupaten
Lembata tidak tinggal diam. Berbagai upaya gencar dilakukan termasuk menangkap
peluang kerjasama dengan Persatuan
Karya Dharma Kesehatan Indonesia (PERDHAKI) dibawah koordinasi Yayasan Papa Miskin Keuskupan Larantuka melalui Program Malaria PERDHAKI
Global Fund Aids, Tuberculosis, Malaria-New Funding Model (GFATM-NFM).
Hingga saat ini, Sub-Sub Recipient Yayasan Papa Miskin
Dekenat Lembata I (periode tahun 2015-2017) dan Lembata II (Periode
Tahun 2018), telah melaksanakan berbagai upaya penanganan dan pemberantasan malaria
yang tersebar di 25 desa pada 9
kecamatan yang ada dengan
mengembangkan berbagai inovasi berbasis Participatory,
Learning and Action (PLA) dalam menumbuhkan kepedulian masyarakat atas
tingginya angka kasus malaria di Kabupaten Lembata.
Mengambil tempat di New An'nisa Beach Hotel and Resto-Lewoleba, Selasa (23/10/2018) dilaksanakan Pertemuan Advokasi Lintas
Stakeholder Percepatan Eliminasi Malaria Tingkat Kabupaten Lembata, dihadiri Tim Saber Malaria Kabupaten
Lembata, Wakil Bupati Lembata, Dr. Thomas Ola
Langoday, M.Si, Ketua
Yayasan Papa Miskin Keuskupan Larantuka, Rm. Kristoforus Kristo Soge, Pr serta Program Manager SR PW
Keuskupan Agung Ende, Isak Supatriot Dalo.
Dalam kegiatan tersebut, Wakil Bupati Lembata
mengharapkan lintas OPD dapat mengambil peran dan bersama pihak YPM Dekenat
Lembata menyelesaikan kasus malaria di Kabupaten Lembata.
“Tentu saya berharap pelaksanaan program tidak didominasi oleh satu unsur saja namun seluruh
pihak dapat bersama memerangi kasus malaria melalui sinergitas yang dibangun
sehingga tidak ada lagi kasus malaria di Kabupaten
Lembata”.
“Kita berharap masyarakat Lembata yang produktif dan berdaya saing untuk
kesejahteraan rakyat terwujud sejalan dengan Visi-Misi dalam RPJMD 2017-2022 Kabupaten Lembata”.
“Saya berpesan agar seluruh peserta kegiatan melaksanakan diskusi secara fokus dan intensif, serta dihasilkan rencana
aksi tindaklanjut eliminasi Malaria Kabupaten
Lembata, sehingga pada Tahun 2022
Kabupaten Lembata sudah bebas kasus Malaria”.
“Agar semboyan “Malaria No, Eliminasi Yes, Aku
Bisa-Lembata Sehat" dapat terpatri dan dilaksanakan oleh kita semua dengan sukacita” ujarnya
menambahkan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Lembata, dr. Lucia Sandra Gunadi
Anggrijatna dalam
pemaparannya mengatakan “Dinas
Kesehatan Lembata berupaya mewujudkan masyarakat hidup sehat dalam lingkungan
yang terbebas dari malaria pada Tahun 2022”.
“Data statistik kasus Malaria keadaan Januari
s/d September 2018 pada faskes yang ada tercatat sebanyak 938 kasus, dimana
Kecamatan Wulandoni menempati urutan ke-1 untuk temuan kasus terbanyak”.
“Sementara untuk Ibu hamil positif Malaria
keadaan yang sama (Januari s/d September) terbanyak di Kecamatan Balauring
sebanyak 5 orang” ujarnya.
Lucia menambahkan “Adapun Roadmap Dinas Kesehatan Lembata
dalam upaya eliminasi malaria yakni Tahun 2018 dalam Tahapan pemberantasan, target API (Annual
Parasite Incidence)
5-8/1.000 penduduk atau Jumlah kasus tidak lebih dari 1.045 kasus”.
“Untuk Tahun 2019 dalam Tahapan
pemberantasan, target API (Annual
Parasite Incidence)
1-5/1.000 penduduk atau Jumlah kasus tidak lebih dari 660 kasus; Tahun 2020 dalam Tahapan pra Eliminasi, target API <1/1.000 penduduk atau Jumlah kasus tidak
lebih dari 130 kasus; Tahun 2021 dalam Tahapan pra
Eliminasi; target API <1/1.000 penduduk atau Jumlah kasus tidak lebih dari
50 kasus; dan pada Tahun 2022 dalam Tahapan Eliminasi Malaria, target API 0 kasus atau tidak
ada kasus lokal, tetapi mungkin ada kasus import”.
“Meskipun masih terdapat hal yang perlu terus dibenahi, namun kami
optimis tahun 2022 kita akan bersama mewujudkan Lembata bebas malaria. Tentu
tidak oleh Dinas Kesehatan sendiri namun melalui
koordinasi lintas sektor yang terus ditingkatkan, karena mewujudkan masyarakat Lembata
yang sehat menjadi tanggungjawab kita bersama” ujarnya. (Kris Kris)
KOMENTAR