wartantt.com -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin mengatakan pihaknya menerima sekitar 25 ribu aduan terkait pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Pihak TKN menegaskan hal ini menepis adanya narasi yang dibangun pihak lawan bahwa ada kecurangan-kecurangan yang menguntungkan pihak 01.
Pernyataan tersebut disampaikan pihak TKN dalam jumpa pers di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (25/4/2019). Hadir Direktur Komunikasi Politik TKN Usman Kansong, Direktur Kampanye TKN Benny Rhamdani, Wakil Direktur Saksi TKN Lukman Edy, serta Direktur Hukum dan Advokasi TKN Ade Irfan Pulungan.
Ade Irfan Pulungan menjelaskan, sejak TKN membuka hotline pengaduan pada 9 April 2019, ada banyak pengaduan yang masuk. Ini tidak hanya di Tanah Air, tapi juga dari WNI di berbagai belahan dunia.
"Ada lebih-kurang 25.000 laporan dan pengaduan yang masuk dari seluruh dunia. Seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia, ada juga warga negara Indonesia yang punya hak pilih di berbagai dunia melaporkan pengaduan kepada kami, dan seluruh daerah. Kami hari ini hanya menjelaskan pelanggaran atau laporan pengaduan yang berada di luar negeri karena memang pemilu di luar negeri lebih awal dilakukan. Dari luar negeri itu ada sebanyak 10.236 yang melaporkan kembali melalui tadi hotline itu, ini terdiri dari beberapa negara," kata Ade.
Ade merinci pihaknya menerima laporan masing-masing dari Australia 5.016 laporan, Hong Kong 3.900 laporan, Korea Selatan 252 laporan, Jerman 228 laporan, Taiwan 324 laporan, Bangladesh 288 laporan, Arab Saudi 180 laporan, dan Selandia Baru 108 laporan. Menurutnya, ada pula laporan masuk dari Belanda dan wilayah lain di Eropa. Namun dia menyebut pihaknya masih butuh waktu untuk mencermati satu per satu laporan pengaduan yang masuk.
"Berdasarkan lokasi kejadian, lebih tinggi memang berada di Australia sekitar 49%, kedua adalah di Hong Kong 38%, selebihnya relatif berada di bawah 5%. Jenis-jenis pelanggaran yang coba kami inventarisir sementara data yang masuk, lebih banyak mengenai warga negara yang kehilangan hak pilih 86%, warga negara yang mempunyai hak pilihnya kehilangan hak pilihnya. Kedua, surat suara tercoblos (8%), jadi surat suara sudah tercoblos, yang ketiga adalah surat suara dikirim melalui pos 6%," paparnya.
Di Australia sendiri, lanjut Ade, laporan pelanggaran paling banyak terjadi di Sydney, lalu di Brisbane dan Queensland. Di Hong Kong, ada di dua distrik, yakni Wan Chai dan Yunlong.
"Jenis pengaduan yang terbanyak yang dapatkan, di Australia adanya dugaan oknum PPLN dan saksi 02 yang membuat warga negara tidak mendapatkan hak pilihnya. Hong Kong juga hampir sama, Korea Selatan banyak juga, Jerman, Taiwan, Bangladesh, Arab Saudi, sudah jelas. Bangladesh ini agak unik, ada satu kami dapatkan informasi keterangan, spesimen gambar surat suara itu diubah fotonya, yang tadinya Pak Jokowi memakai baju putih, itu diubah menjadi pakai jas. Pasal-pasal yang sudah kita cermati atas laporan, yang melanggar pasal 510, 546, 552, 550 Undang-Undang 7 tahun 2017 tentang Pemilu," ucap Ade.
Ade mengklaim pihaknya menerima banyak sekali bukti terkait hal-hal yang mereka sampaikan di atas. Semua laporan yang masuk menurutnya sudah dilaporkan kepada Bawaslu pada 16 April 2019.
"Sebagian juga alhamdulillah sudah diproses ya, saya dengar kabar bahwa Bawaslu sudah melakukan putusan tentang merekomendasi pemilu susulan di Sydney, tetapi juga ada berita PPLN luar negeri menolak adanya pemilu susulan. Ini akan kami tindaklanjuti, apakah benar atau tidak? Di Hong Kong juga nanti akan kita desak tentang pengaduan yang masuk kepada kami," jelasnya.
Tepis Narasi 'Kecurangan Untungkan 01'
Usman Kansong menambahkan, apa-apa yang mereka sampaikan itu harus dilihat semua pihak. TKN ingin mematahkan adanya narasi yang dibentuk bahwa kecurangan menguntungkan Jokowi-Ma'ruf.
"Kecurangan itu terjadi bukan hanya untuk menguntungkan kami, tapi juga untuk menguntungkan 02 ya. Kalau selama ini narasinya seolah-olah ada kecurangan yang semuanya menguntungkan 01 itu tidak benar, itu ingin kami tegaskan," jelas Usman.
"Kedua kami belum melihat bahwa kecurangan-kecurangan yang terjadi itu bersifat terstruktur, sistematis dan masif, ini masih sifatnya individual, serabutan begitu ya, tinggal nanti bagaimana pihak Bawaslu akan menyelidikinya. Tetapi sejauh ini tidak ada yang kami temukan, belum sekurang-kurangnya kecurangan yang bersifat tadi itu TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), itu yang ingin kami sampaikan," sambungnya.
KOMENTAR