Indonesia Tetap Indah dan Damai Tanpa Aksi 212

wartantt.com -- Pernyataan Habib Novel yang mengatakan, semua anak bangsa harus tahu bahwa dewasa ini sedang dalam masalah dan ancaman dihampir semua kehidupan jelas hanya menambah kegaduhan di tengah masyarakat.

Hal itu dikatakan Novel sebagai bagian dari tujuan umum diadakannya Kongres Nasional Alumni 212 yakni untuk menghimpun kembali kekuatan umat Islam dalam berbagai aspek.
“Kita semua tahu, keadaan dibawah rezim Jokowi ini bukan tidak ada kebaikan dan keberhasilannya, tetapi sisi buruknya berkembang dengan sangat cepat,” jelas Novel dalam rilisnya, Minggu (26/11/17).

Ia juga mengakatakan, semua anak bangsa khususnya generasi umat Islam harus mengambil peran dan memahami permasalahan yang dihadapi secara sungguh-sungguh akan nasib bangsa dan umat Islam dimasa-masa yang akan datang.
Novel berbicara seolah-olah umat Islam dalam keadaan gawat di Indonesia sehingga menjadi ancaman. Entah apa yang dimaksud dengan ancaman itu. Bukankah Indonesia sejak dahulu damai tanpa aksi angka-angka.
Persisnya tahun lalu cukuplah dan tak tak semestinya terulang kembali dengan kata lain sebagai bentuk reuni dan konsolidasi alumni 212 dengan mengajak kembali seluruh umat untuk berkumpul di Monas pada 2 Desember 2017 mendatang.

Sekedar diingat bahwa aksi 212 tahun lalu menuntut penista agama diadili dan menolak Ahok untuk menjadi gubernur periode kedua, Dengan dipimpin oleh Imam besar Habib Muhammad Rizieq Shihab. Aksi tersebut diyakini bermuatan politis hingga ditunggangi kepentingan politik.
Novel bicara tentang nasib Indonesia yang bisa terpecah belah seperti Malaysia dan Singapura.
“Indonesia terpecah belah menjadi negara-negara bagian dan bisa juga mengalami nasib seperti negeri melayu–Singapoura yang didominasi oleh bukan etnis Melayu.” Dalam hal ini Novel menekankan tentang etnis tertentu. Faktanya bahwa sampai saat ini Indonesia tidak seperti yang ia takutkan dan selama ini masyarakat dapat hidup berdampingan satu sama lainnya baik suku maupun agama. Karena bangsa ini sudah terkenal dengan toleransi yagn cukup tinggi dan saling menghargai perbedaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Menurutnya kongres yang rencananya akan mendahului aksi 212 pada 30 November ini juga akan mengantarkan suksesi reuni Akbar 212 di monumen nasional mengingat peristiwa tahun lalu yang diklaim banyak sekali terjadi pembunuhan karakter, perlakuan kasar, Persekusi, bullying, penangkapan dan tindakan kriminalisasi lainnya yang dilakukan oleh rezim saat ini kepada para Alim Ulama dan para aktivis.

Masyarakat harus memahami dan tidak bersikap arogan dan menyalahkan pemerintah untuk hal-hal yang secara objektif. Konstitusi harus diterapkan secara adil, bahkan apabila alim ulama melakukan pelanggaran maka tetap harus mendapatkan konsekuensi hukum. Hal tersebut bukan berarti pemerintah melakukan kriminalisasi, pembunuhan karakter, perlakuan kasar, persekusi, bullying, penangkapan terhadap para ulama.

Pernyataan seperti ini justru terkesan mendiskreditkan pemerintah dan mengadu domba antara pemerintah dengan umat Islam dan berpotensi memecah belah bangsa.
Untuk mewujudkan NKRI menjadi yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia masyarakat harus bergotong-royong membantu pemerintah dalam memberikan gagasan-gagasan yang baik untuk bersama-sama membangun perekonomian nasional bukan dengan cara turun kejalan dan mengatasnmakan umat dan agama demi kepentingan politik praktis.