
Siapakah Buni Yani sesungguhnya? Saat kasus video pelintiran itu menjadi viral, dia ada di Indonesia. Beliau seorang peneliti dari Universitas Leiden, Belanda. Sejak 2010 ia mengambil gelar Doktoral sekaligus sebagai peneliti di universitas tersebut. Pernah tinggal di Ohio, Amerika Serikat sejak 2000 hingga 2010. Ia mendapatkan gelar Master of Arts dalam studi Asia Tenggara dari Ohio University. Pernah bekerja sebagai jurnalis untuk Australian Associated Press (AAP) spesialis isu-isu terkait Asia Tenggara. Dia juga pernah menjadi jurnalis untuk Voice of Amerika (VOA) saat masih di Washington DC. Apakah Buni Yani mengenal Anies dan Sandi, dimana saat itu mereka sama-sama di Washington DC? Katanya sih cuma kenal biasa, kenal karena sama-sama merantau di sana.
Orang pintar inilah yang menjadi biang munculnya masalah “dugaan penistaan agama Islam” oleh tersangka Ahok. Terhadap orang satu ini, kadang terbersit pertanyaan “apakah dia mengerti Al Qur’an, khususnya surat Al Maidah ayat 51? Apakah dia punya kepentingan khusus?” Pertanyaan ini mungkin agak keterlaluan, namun bila mengingat dampak perbuatannya terhadap Indonesia saat ini, rasanya hal ini perlu dipertanyakan. Mungkin dia mengerti, apakah orang pintar ini mengerti bahwa ia telah melakukan sesuatu yang sangat berbahaya yakni, memprovokasi munculnya isu SARA dengan menghilangkan kata “pakai” pada caption (keterangan teks) di akun FB saat musim kampanye Pilkada 2017 baru akan dimulai? Entah apakah memiliki maksud-maksud tertentu atau mungkin dia cuma latah ingin ikut-ikutan menjegal Ahok karena sang Petanaha terlalu kuat untuk dilawan oleh pesaingnya.
Sebetulnya apa hal yang membuat Buni Yani jadi tersangka? Sangat menarik untuk menyimak pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya Komber Awi Setiyono tentang kasus Buni Yani. “Ini harus digarisbawahi. Masalahnya perbuatan pidana itu bukan mengunggah video. Tapi menuliskan tiga paragraf di akun FB yang bisa berujung pada siapapun yang membacanya bisa terhasut. Membuat satu kebencian yang bersifat SARA,” ujar Alwi. Buni Yani jadi tersangka bukan karena mengedit dan mengunggah video pidato Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, karena substansi pidato dalam video yang diedit itu hampir tidak ada beda dari versi aslinya. Pelanggarannya ada pada keterangan teks alias caption yang ditambahkannya dalam video tersebut. Begini bunyi tulisannya itu:
PENISTAAN TERHADAP AGAMA?
“Bapak-ibu (pemilih Muslim)…dibohongi surat Al Maidah 51”…(dan) “masuk neraka (juga Bapak-ibu) dibodohi”
Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini
Kenapa kata “pakai” itu dia hilangkan? Alasan Buni Yani begini:
“Mungkin karena saya tidak menggunakan earphone. Jadi itu enggak ketranskrip. Tapi tadi saya lihat ada kata ‘pakai’ (di video), saya mengakui kesalahan saya sekarang.”
Nah sekarang bagaimana menurut hemat para pembaca, apakah ini disengaja atau seperti yang menjadi alasannya, yakni faktor “alfa”? Kalau itu disengaja apa kira-kira motivasinya, dan sekiranya itu faktor alfa apakah bisa diterima oleh nalar sehat kita? Apapun jawabannya, dampak nyata perbuatan itu berbuah suatu kegaduhan besar, negara dan rakyat menjadi tegang dan terancam perang saudara karena isu SARA akibat perbuatannya itu. Sebagai sesama manusia mungkin kita bisa memaafkannya, namun keadilan harus ditegakkan atas perbuatannya yang sangat melanggar hukum.
Ketika kasus dugaan penistaan agama atas nama tersangka BTP alias Ahok memasuki masa persidangan dan memintai keterangan para saksi pelapor, kesaksian atas nama pribadi atau kelompok, titik persoalan atau alasan pengaduan para pelapor yang telah sama-sama kita ketahui hampir semuanya terkait dengan caption tersebut di atas. Jujur atau tidak jujur para saksi menjelaskan alasan pelaporannya, kata “penistaan terhadap agama” adalah inti masalah, dan hampir semua pembahasan dalam sidang itu menyinggung caption dan video yang telah diedit oleh Buni Yani itu.
Bagaimana licinnya para saksi berkelit dan berusaha melindungi Buni Yani, tetaplah tidak mampu menutupi pengaruh perbuatan Buni Yani itu terhadap sikap para saksi sebagai pelapor. Motif para pelapor yang telah didengar umumnya dilandasai rasa ketersinggungan dan juga kebencian, dan Buni Yani telah berhasil memicu atau membuat kemarahan dan kebencian itu meledak, memunculkan banyak ketegangan di dalam masyarakat, bukan hanya Jakarta tetapi juga sebagian besar wilayah Indonesia umumnya. Semakin keras usaha para saksi pelapor ingin memenjarakan Ahok maka semakin terang bahwa ada pengaruh Buni Yani di dalam kasus Ahok.
Mengingat dampak luas akibat perbuatannya itu, apakah ini tergolong suatu perbuatan orang biasa atau natural adanya karena situasi panas menjelang Pilgub DKI 2017? Adanya reaksi keras yang meluas, lalu muncul Fatwa MUI yang kontroversial, muncul gelombang demo besar-besaran, muncul pula kasus dugaan makar yang tengah didalami oleh Polri, dan seterusnya. Sepertinya ini bukan kejadian yang natural sifatnya, lebih cenderung bersifat dikondisikan, terarah dan terorganisir dengan rapih. Buni Yani si tukang pelintir, ternyata Ahok bukanlah korbannya yang pertama.
Ada dua ulama besar yang pernah jadi korbannya. Profesor Quraish Shihab pernah menjadi korbannya, sehingga seolah-olah Profesor Quraish Shihab mengatakan bahwa nabi tidak dijamin bakal masuk sorga karena amal dan perbuatannya. Ucapan ulama Suriah, merupakan mufti utama di negerinya, juga pernah menjadi korbannya, seolah-olah Syaikh Ahmad Badrudin Hassoun ada menyerukan pemusnahan rakyat Aleppo. Berdasarkan pengalamannya di bidang jurnalistik dan tingkat pendidikannya dan juga track record buruknya itu, bila dia mengatakan “silap” sehingga menghilangkan kata “pakai” dalam pengantar teks untuk viedo yang dieditnya itu, rasanya sangat sulit untuk dipercaya.
Apa yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini sangat mirip dengan apa yang dialami Suriah di awal-awal terjadinya pemberontakan senjata di Aleppo. Perbuatan Buni Yani itu mirip dengan gaya-gaya operasi intelejen CIA di Suriah dan di beberapa negara Timur Tengah lainnya. Tidak tertutup kemungkinan ada trik-trik intelijen CIA yang diterapkan untuk memunculkan masalah Ahok, peningkatan gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia, dan juga berkenaan dengan kasus rencana makar. Siapakah Buni Yani ini sesungguhnya? Adakah agen intelijen CIA di belakangnya?
KOMENTAR