wartantt.com, PILPRES 2019 - Apa itu Politik Identitas sebenarnya dan bagaimana pengaruhnya? Bagaimana kita harus menyikapinya? Politik Identitas merupakan hal yang perlu dibahas dalam perpolitikan di Indonesia. Isu Politik Identitas primordial berdasarkan suku, ras dan agama akhir-akhir ini mulai sering muncul di media masa.
Politik Identitas sebenarnya politik yang berfokus pada identitas tertentu dan menjadikannya sebagai perekat kolektivitas secara ekstrim dengan tujuan untuk memperoleh dukungan dari masyarakat yang merasa sama dalam suku, ras, agama maupun elemen perekat primordial lainnya. Adapun ciri-ciri Politik Identitas dapat dilihat sebagai berikut, yaitu: keberadaannya lahir dari rasa ketidakpuasan dalam kelompok yang merasa terpinggirkan, mempunyai kesamaan arah dan tujuan untuk membangun kekuatan politik, menawarkan jalur alternatif untuk mencapai tujuan politiknya.
Politik Identitas sebenarnya lebih cenderung menekankan relasi emosi primordial (relasi suku, ras, agama atau bahkan kedaerahan) yang secara tidak langsung melupakan pertimbangan rasional sehingga tidak mempertimbangkan kemaslahatan umum. Politik Identitas ini sebenarnya sudah ada sejak lama, hanya saja akhir-akhir ini mulai marak lagi sejak pemilihan daerah di DKI Jakarta 2017 lalu. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pada waktu itu terjadi perseteruan yang sangat tajam di tengah masyarakat karena sentimen berbasis SARA yang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Selanjutnya pada pilkada serentak 2018 pun masih ada sebagian calon yang sengaja menggunakan cara tersebut demi untuk memperoleh kemenangan.
Efek negatif dari Politik Identitas tersebut terutama bagi bangsa Indonesia adalah kembali terpecahnya persatuan dan kesatuan yang sudah dibangun sejak jaman kemerdekaan. Kelompok tertentu berusaha mencapai tujuannya dengan menekankan emosi identitasnya tanpa menyadari bahwa sejak awal berdiri bangsa Indonesia itu sudah terdiri dari berbagai suku, ras dan agama yang berbeda-beda. Dan semuanya telah berjuang bersama sejak awal untuk memerdekakan bangsa yang terjajah sejak lama. Maka untuk membangun bangsa inipun perlu bersama-sama pula. Setiap orang dengan suku, ras dan agama masing-masing perlu mendapat kesempatan untuk membangun bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Akibat dari Politik Identitas terasa dalam pilkada DKI. Pada waktu itu terasa sekali bagaimana agama dijadikan senjata pemenangan dengan mendramatisasi pendapat pemilih untuk memilih berdasarkan identitas agama. Isu program kerja yang seharusnya menjadi daya tarik utama pemilih malahan menjadi hal yang cenderung dikesampingkan. Akibatnya setelah pilkada selesaipun pemenang pilkada seakan tidak ada program kerja yang jelas. Kalau pemegang pemerintahan tidak mempunyai program yang jelas maka bisa dibayangkan bagaimana nasib rakyat yang dipimpinnya.
Pada pilpres yang sebentar lagi akan kita laksanakan masih ada kemungkinan pihak-pihak tertentu yang akan kembali mengangkat Politik Identitas sebagai senjata ampuh untuk meraih kemenangan. Hal ini pernah diungkapkan oleh Azyumardi Azra, seorang Guru Besar dan Cendikiawan Muslim dari Universitas Islam Negeri Jakarta di Perpustakaan RI, Jakarta, Ahad, 15 Juli 2018. Bahkan Lembaga Indo Survey dan Strategi (ISS), memperkirakan bahwa Isu Politik Identitas akan semakin kencang digunakan menjelang pemilu untuk mencapai kemenangan. Hal ini berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh ISS di beberapa daerah. Sebagian besar responden dalam survey tersebut ternyata masih cenderung memilih berdasarkan kesamaan suku, ras dan agama.
Pancasila sebagai perekat persatuan dan kesatuan akhir-akhir ini juga mengalami penurunan dukungan dari masyarakat. Ini terungkap dari hasil survey LSI (Lembaga Survey Indonesia) Denny JA yang menunjukkan adanya penurunan 10 persen dari 75 persen sejak 2005. Penurunan tersebut karena semakin sering Politik Identitas digunakan secara ekstrim sehingga menimbulkan polarisasi di dalam masyarakat. Selanjutnya polarisasi tersebut menumbuhkan perasaan eksklusif kelompok yang satu terhadap kelompok yang lain berdasarkan identitasnya.
Menghadapi Pesta demokrasi Pemilihan Presiden yang sebentar lagi akan kita laksanakan ini, kita perlu berpikir cerdas. Dari pemerintah kita mengharapkan agar mampu bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok radikal yang sama sekali tidak menghargai pluralisme. Dari kita sendiri juga dituntut untuk tetap waspada jangan sampai terpengaruh atau terlena oleh pihak-pihak yang menggunakan Politik Identitas dalam pilpres nanti. Kita memilih presiden bukan hanya karena suku, ras dan agamanya saja, tetapi lebih dari itu yang kita pilih adalah calon presiden yang benar-benar mampu bekerja keras dan jujur dalam mengemban mandat yang diberikan oleh rakyat Indonesia. Dia yang mampu membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik, dialah yang harus kita pilih.
Oleh: Ria Windyanti
Oleh: Ria Windyanti
KOMENTAR