WartaNTT.com, LEMBATA – Anggota DPRD Prov.NTT dari Komisi IV (bidang pembangunan) yang juga merupakan ketua Fraksi Nasdem, Alexander Take Ofong, nyatakan persoalan pembangunan yang terjadi di Lembata juga disuarakan dan ditindaklanjuti dalam kapasitasnya sebagai anggota DPRD NTT dari dapil NTT VI (Flotim, Lembata, Alor).
Hal tersebut disampaikannya kepada awak media di Lembata, Jumat malam (26/3/2021) pasca berakhir rangkaian resesnya pada 4 wilayah Kecamatan meliputi Nagawutung, Ile Ape, Ile Ape Timur dan Lebatukan.
Menurut Alex Ofong, sebagian persoalan pembangunan di Lembata sudah terjawab dan lainnya sedang berproses sebagaimana menjadi prioritas Pemprov dibawah kepemimpinan Gubernur NTT saat ini.
“Saya sampaikan di tempat reses bahwa prioritas Pemprov NTT sampai dengan tahun 2021 pada pengerjaan ruas jalan. Ada sekitar 950Km jalan provinsi yang masuk kategori rusak ringan dan rusak berat dari 2.600Km panjang ruas jalan provinsi di seluruh Kab/Kota”.
“950Km inilah yang mau diselesaikan pak Gubernur. Dari target dikerjakan sampai dengan tahun 2023, tetapi digenjot pengerjaannya di tahun 2021 ini. Nanti sisanya dikerjakan lanjut di tahun 2022-2023”.
“Ruas jalan provinsi di Lembata dari Balauring-Wairiang dan Waijarang-Wulandoni sedang berproses pengerjaannya” ujarnya.
Terkait masalah air bersih di wilayah Ile Ape, Alex Ofong jelaskan “Mulai tahun 2022-2023, prioritas pak Gubernur pada penanganan air bersih, nanti kita akan diskusikan prioritas penanganan air di 22 Kab/Kota untuk atasi masalah kekurangan air bersih disekitar lokasi itu maupun dilokasi yang sama sekali tidak punya potensi sumber air termasuk di Ile Ape”.
“Untuk Ile Ape ini mesti ada diskusi serius antara Pemkab, Pemprov dan pemerintah pusat untuk mencari solusi terbaik. Tidak bisa hanya Pemprov atau Pemkab. Ini harus duduk bersama lalu dicari solusi yang tepat baru di sharing anggaran, itu baru bisa”.
“Kalau masing-masing berjalan sendiri, saya juga tidak bisa menjamin, karena masalahnya sudah sejak dulu, ditambah lagi dengan persoalan erupsi gunung Ile Lewotolok yang masih terjadi. Ini persoalan besar yang harus diselesaikan” terangnya.
Ditambahkannya pula persoalan 2 kelompok nelayan di teluk Lewoleba juga sudah ditindaklanjuti.
“Kemudian persoalan antara 2 kelompok nelayan di teluk Lewoleba, kami juga sudah dengar kejadiannya, sudah terima laporan dan kami sudah bangun komunikasi dengan Kacab DKP Flotim yang membawahi 3 Kabupaten (Flotim, Sikka dan Lembata).
“Jika kita melihat substansinya, seharusnya dinas disini (Dinas Perikanan Kab. Lembata) tidak boleh terkesan lempar tanggungjawab. Harus bangun koordinasi apapun masalah yang ada disini harus dikoordinasikan karena bagaimanapun juga nelayan yang ada adalah masyarakat kita. Kita juga berharap pengawasan dari kantor cabang bisa diintensifkan” ujarnya.
Kepala kantor cabang DKP Prov.NTT wilayah Flotim, Marianus Un Budi kabosu, yang hadir dalam kegiatan tersebut (26/3) juga sampaikan penetapan kawasan konservasi di wilayah teluk lewoleba sedang berproses dan menunggu ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Tadi (26/3) ada pertemuan yang dihadiri 2 kelompok nelayan teluk Lewoleba, kami sudah sampaikan untuk proses kawasan konservasi, sekarang sudah diselesaikan tahap terakhir untuk 3 Kabupaten (Flotim, Lembata dan Sikka) sebelum disampaikan kepada Kementerian”.
“Ini memang berproses cukup lama sejak 2018 untuk Lembata sendiri dan mudah-mudahan Mei atau Juni tahun ini sudah selesai penetapan”.
“Kalau sudah ada penetapan (kawasan konservasi) maka kita perlu sesuaikan kembali aturannya di teluk Lewoleba sebagaimana diatur dalam Permen KKP 59/2020 tentang jalur penangkapan dan alat tangkap yang diperbolehkan. Nanti akan disosialisasikan”.
“Setelah Kementerian tetapkan maka kita akan sesuaikan pengaturannya. Kemungkinan besar kesepakatan awal antara 2 kelompok nelayan tersebut bisa tidak digunakan lagi. Saat ini masih berlaku kesepakatan tahun 2018 lalu” ujarnya menerangkan. (Kris Kris)
KOMENTAR