WartaNTT.com, LEMBATA – Persoalan pemutusan hubungan kerja yang dianggap sepihak dilakukan Yayasan Maria Bintang Samudra kepada 18 tenaga honorer pada SDK 1 Santo Tarsisius-Lewoleba mulai memanas.
Hal
ini diketahui pasca pertemuan antara pihak Komite Sekolah bersama para orang
tua/wali murid, Senin (25/07/2022) di aula SDK 1 St. Tarsisius-Lewoleba.
Ironisnya Komite Sekolah justru merasa selama ini tidak pernah diinformasikan
atas beragam keputusan yang dilakukan sejak peralihan dari Yapenduklem ke
Yayasan Maria Bintang Samudra.
Dalam
pertemuan yang dihadiri ratusan orang tua/wali murid dari Sekolah Dasar unggulan
terakreditasi A dalam Kota Lewoleba ini, baik orang tua maupun komite sekolah
menyayangkan sikap yang diambil Yayasan Maria Bintang Samudra dengan
memberhentikan 18 tenaga honorer yang telah mengabdikan diri cukup lama tanpa
memberikan jawaban atas pertanyaan mereka pasca pertemuan yang digelar 15 Juli
lalu.
Buntut
dari kegelisahan akan nasib anak-anaknya ditambah emosi yang meluap namun
dengan hati yang masih dingin, beberapa orang tua murid bersama perwakilan
komite sekolah sepakat mendatangi Dinas Pendidikan, Senin siang (25/07) pasca
pertemuan di sekolah.
Pantauan
awak media, belasan tenaga honorer bersama perwakilan Komite Sekolah dan orang
tua murid ditambah Ketua Komisi I DPRD Lembata, Yoseph Boli Muda, hadir diruang
Kadis Pendidikan Lembata.
Anselmus
Asan Ola, Kadis Pendidikan Kab Lembata, yang dikonfirmasi awak media pasca
pertemuan tersebut sampaikan segera mempertemukan kedua pihak untuk selesaikan
persoalan demi kepentingan anak didik.
“Saya
bersyukur karena saat berbicara dengan teman-teman dari Komite dan para guru
(honorer) tadi, ada pesan WA juga yang masuk ke HP saya dari suster CB untuk
bertemu. Ini cukup positif karena perlahan sudah dapat ditemukan benang merah
atas persoalan ini”.
“Kalau
hari ini sudah ada penjelasan, maka ruang untuk duduk bersama-sama akan terbuka
dalam satu atau dua hari kedepan. Intinya ini hanya misskomunikasi saja, belum
ada ruang untuk berkomunikasi secara langsung sehingga terjadi persoalan-persoalan
seperti ini” ucapnya.
Anselmus
juga menegaskan agar anak didik tidak boleh menjadi korban dari misskomunikasi
yang terjadi.
“Intinya
anak-anak tidak boleh dikorbankan. Karena sekolah ada untuk anak-anak, Yayasan
ada untuk anak-anak, Komite juga ada untuk anak-anak”.
“Jangan
sampai karena keegoisan beberapa pihak terus mengorbankan anak-anak kita.
Pemerintah akan masuk kesitu jika terjadi seperti itu. Karena yang di didik
disana itu anak-anak Lembata, dimana masa depan mereka menjadi tanggungjawab
pemerintah. Kita akan ambil peran disana”.
“Mengingat
ini adalah sekolah Yayasan, sehingga kami hanya akan memberikan alternatif
solusi sehingga kedua belah pihak bisa puas, murni untuk kepentingan anak-anak
didik disana, bukan kepentingan lainnya” ujarnya.
Sementara
itu ketua Komite SDK 1 St. Tarsisius-Lewoleba, Yoseph Meran, yang ditemui
sejumlah awak media pasca pertemuan bersama orang tua/wali murid sampaikan pihaknya
tidak dilibatkan atau diajak berkomunikasi hingga kejadian penghentian 18
tenaga honor komite yang ada.
“Sejak
penyerahan sekolah dari Yapenduklem ke Yayasan yang baru tidak ada komunikasi
sama sekali dengan kami selaku Komite Sekolah”.
“Kalau
sejak penyerahan sekolah dikomunikasikan secara bagus, saya rasa tidak ada
persoalan, karena ada banyak hal yang harus diperhatikan dan perlu dibicarakan,
kemudian ada para guru yang dibiayai dari Komite”.
“Terakhir
tadi dalam rapat saya putuskan yah sudah kita ke pemerintah saja, kita ke dinas
(Dinas Pendidikan) biar dinas yang fasilitasi. Kalau dinas bisa akomodir keinginan
kami dan bisa fasilitasi pertemuan maka kita akan bicarakan soal 18 tenaga
honorer dan para murid”.
Dirinya
juga menyampaikan pesan moralnya.
“Sekolah
ini Katolik, jadi tunjukkan sikap Katolik, itu saja pesan moral saya. Apalagi
yang mengelola ini suster-Suster Bintang Samudra yang mereka punya lembaga organisasi
gereja, lalu sekolah ini milik keuskupan, jadi mesti tunjukkan bagaimana mengelola
sebuah sekolah Katolik yang usianya 72 tahun yang begitu bagus disini”.
“di Lewoleba, sekolah Katolik pertama adalah sekolah ini, karena ini sekolah Katolik mari kita berikan perhatian khusus bahwa sekolah katolik berbeda dengan yang lain, harusnya seperti itu. Tetapi kalau sampai begini, saya tidak tahu” ucapnya. (Kris Kris)
KOMENTAR